Saya mengenalnya lewat media sosial. Pada komunitas yang sama. Tanpa tahu dia siapa. Hingga disuatu kali setelah kita berteman, barulah  saya tahu, dia seorang penjual daster.
Saya yang memang penggemar daster segera menginboxnya untuk meminta nomer agar mendapatkan kejelasan daster apa saja yang dia punya.
Assalamualaikum mba..
Dia menyapa, Â Sayapun membalas sapanya.
Tak lama dia mengirimi foto-foto daster yang dijualnya.
Wah, dibombardir daster-daster lucu
Kata saya
Dia mengirim emoticon tersenyum.
Berapa harga yang ini?
tanya saya sambil mengirim balik daster yang disuka.
Dia menyebutkan harga.
Aku ga ambil untung banyak kok mbak, asal cepet abis
Saya mengangguk angguk sendiri . Harga yang ditawarkan memang murah menurut saya.
Tapi mbak, kalo belinya satuan maka mbak ga bisa pilih warna, jadi setersedianya saja, ga papa? Tanyanya menyusul.Â
Oh gitu, ok deh. Â 1 kg dapet berapa daster ?
saya bertanya
Dapat 5
Percakapanpun sempat terhenti untuk beberapa hari. Saya coba memilih-milih diantara waktu senggang dari serangkaian tugas sebagai emak-emak.
Beberapa hari kemudian, setelah mantap dengan pilihan saya kirim foto daster yang dinginkan.
Tak lama diapun mengirimkan daftar harga dan ongkir. Â Saya memilih 5 saja, agar pas 1 kg.
Entah bagaimana caranya dia yang tinggal dilombok berjualan daster dari Solo. Mungkin bosnya di Solo dia hanya cari pembeli saja.
Beberapa hari kemudian pesanan datang. Daster-dasternya bagus tak meleset dari gambar yang dia kirim.
Karena tak begitu memperhatikan foto profil nya saya memanggilnya mbak. Dan nama yang saya save.. Mbak Daster.
Saya sempat memposting foto selfie menggunakan dasternya sebagai testimoni. Namanya saya tautkan. Â Diapun girang. Â Cocok akan pembelian pertama, sayapun melakukan pembelian ke dua. Masih sama 5 pcs.
Sebagai pembeli saya sedikit kurang ajar. Penjual dah kirim barang tapi saya belum melakukan pentransferan. Atas dasar keriweuhan di rumah tentunya saya kesulitan melangkah ke atm yang jaraknya tak dekat.
Namun dia dengan tenangnya menyatakan tenang, dan percaya sama saya.
Akhirnya sayapun melakukan pemesanan ke 3 kalinya. Â Entah mengapa dari sekian foto yang dia kirim, hanya 3 yang cocok.
Dan entah mengapa kali ini harga dasternya lebih mahal dari sebelumnya.
kok lebih mahal?
Tanya saya dengan pengharapan dia menurunkan harga.
Iya kak, soalnya ini bahannya bagus sritex!
Kali ini karena kami sudah mulai saling mengenal lewat grup di mefda sosial dimana satu sama lain sudah mendapat gambaran wujud masing-masing.
Diapun memanggil kakak demi menjaga rasa girang saya sepertinya ( karena dituduh awet muda)  . Padahal sebagai konsumen mungkin sudah pantas  saya dipanggil mak.
Apaan tuh sritext? Â Siapanya srigala
Saya bercanda
Ha ha ha.. Ngakak jadinya, srigala berbulu domba kak!
Dia mengirim emoticon tertawa.
Akhirnya saya fix memilih 3.Â
Beberapa hari kemudian lagi-lagi barang sudah sampai sebelum saya transfer. Dan tambah gak sopan karena saya sudah berani pakai walau belum bayar.
Kak, barangnya sudah sampaikah?
Pertanyaan sedikit mengejutkan saat bajunya sudah saya coba. Serasa disindir halus saya jadinya.Â
Oalah kok kamu tahu ya, bisik saya dalam hati.
Udah kemaren cantik, nih malah dah kupakai, kurang ajar banget ya!
maki saya sendiri tanggung malu.Â
Saya malah mengirimkan foto diri yang berdaster belum dibayar itu.
Tenang aja kak, nanti kalau kakak kebetulan keluar saja
Dia menjawab dengan tulus.
Ok de.. Makasih ya.. Mudah-mudahan nanti sore sempat ya!
Dia mengirim emoticon jempol. Sebagai pedagang dia memang terlalu baik. Atau mungkin karena dia yakin saya tak akan jahat? Â Entahlah.
Dari status di sosial media dia menuliskan jika dari belia dia memang sudah berniaga. Penghasilan orang tuanya yang paspasan membuatnya berjualan untuk menambah uang jajan.
Dek, maafkan aku belum transfer. Dek.. Aku kalau ke bank kan jauh, aku bayarnya lewat al*a mart aja ya..?
Tak lama dia membalas
Wah aku belom pernah kak, kalo ribet jangan lah, nanti saja kalau kakak santai!
Dia merasa ribet dengan pembayaran yang belum pernah dicoba sepertinya.Â
Gampang kok dek, tinggal liatin ktp sama no pengambilan ke alaf terdekat.
Saya coba menjelaskan
Tak dinyana beberapa saat kemudia dia malah mengirim foto ktpnya. Halah salah pengertian dia. Jadi kepo deh pengen baca identitasnya.
Weis, beneran dia dari lombok tepatnya lombok timur, melihat usia sepertinya dia sedang mengenyam bangku kuliah.
Ah polos banget kamu dek, tuduh saya. Jadi tambah tak enak dibuatnya. Sorenya sayapun menuju al*a mart terdekat untuk mengirim uang padanya.
Selesai kirim, segera nge chat dia.
Dek, dah dikirim ya.. Tinggal ke alaf, liatin ktp ama nomer pengambilan.
Aku belum pernah ke al*amart kak!
Kejadian bersejarah tuh, jangan lupa difoto ya
Siap kak!
Selang beberapa jam kemudian dia mengirim foto. Di foto itu dia tersenyum riang di depan al*a mart.
Saya tertawa melihatnya sambil berfikir apa memang dia beneran dia belum pernah ke mini market itu ya? Ni mini market kan tersebar dimana-mana. Jangan-jangan emang rumahnya di pedalaman.
Saya intip lagi KTPnya. Mungkin memang tempat tinggalnya terpencil. Mundung Barat, lombok timur terbaca Sekilas sebelum tidur.
Sambil memberinya ASI, saya menyalakan TV. Terbaca breaking news di layar tv. Dan penyiarnya menyatakan bahwa terjadi gempa sebesar 7 S. R di lombok sana.
Sayapun tersontak. Lombok? Â Itukan tempat tinggalnya mba daster? Â Wah apa kabar dia?
Penasaran saya kirim pertanyaan lewat sosial media.
De.. Apakah dirimu baik-baik saja?
Lama tak ada jawaban. Namun tanda pesan terkirim dan masuk terlihat.Â
Alhamdulillah aku sekeluarga baik kak irma.Ini baru turun dari dataran tinggi. Ga ada orang yang tidur. Luar biasa besarnya. Gempa yang ini
Terbayang kalau dia sedang panik.
Alhamdulillah kalau pada selamat. Iya nih lihat di tv ngeri juga.Â
Rumahmu dekat pantai?
Saya jadi ingin tahu
Dekat banget kak. Suara ombak sampai rumah.
Saya jadi mendapat bayangan kengerian karena jika terjadi tsunami tentu dia akan terkena imbasnya.
Belum tidur ya de.Masih was waskah?
Saya coba bertanya lagi.
Ga bisa tenang kak. Situasinya udah ga kondusif.Aku ngungsi ke bukit kak.Ibuku suka kagetan.Kalau tiba2 gempa suka lemas, ga bisa diajak kompromi.Jadi kami sekarang ngungsi ke dataran tinggi.
Percakapan kami terhenti, mungkin dia kini sibuk dengan kondisi sekitar. Saya panjatkan doa dari dalam hati semoga dia baik-baik saja.
Yang saya pikirkan selain kondisinya tentu saja apa kabar dunia perdasterannya. Mungkin dia akan berhenti? Â Masa iya berjualan di tengah bumi bergoyang.
Sehari dua hari memang tak pernah muncul lagi postingan jualannya. Memang gempa kecil masih dikabarkan terasa.
Sesekali saya coba berkomunikasi seperti hari itu. Saya bertanya kabarnya lagi  .  Biasanya dia tak langsung menjawab. Saya maklum dia pasti sibuk.
Kita juga sudah 1 bulan tidur di tanahÂ
Begitu curhatnya saat saya tanya kabar
Begitu kerasnya ya hidup yg harus dijalani disana kini. Kurang istirahat, kurang tidur. Semoga keadaan segera kembali seperti sedia kala.
Saya coba berempati.
Muka juga ikut gempa
Hahaha
Muka jerawat parah, radangÂ
Tanpa ditanya dia mengumumkan. Dia begitu santai menghadapi keadaan yang dihadapinya.
Akhirnya saya jadi terbawa bercanda.
Jangan-jangan mandipun jarangÂ
Iya kak, Â Mandi di rumah mandi musalla WC. Hahaha
Dasar gadis sableng bisik saya dalam hati.Â
Akhirnya entah di hari keberapa muncul juga postingan dagangnya. Aha, dia sudah bisa mengendalikan diri sepertinya.
Produktifitasnya sebagai pedagang kini telah kembali. Bukan cuma daster, jualannya sudah merambah ke baju gamis, celana panjang hingga baju daleman.
Sayapun tertawa senang membacanya. Jika teman saya sang penjual daster kini telah kembali dalam rutinitasnya, semoga teman-teman lain di Lombok juga telah kembali bangkit dan melanjutkan hidup.
Ditanggal 17 Agustus, saya sempat teringat dia dan memposting status tentang dia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H