Mohon tunggu...
Mega Nugraha
Mega Nugraha Mohon Tunggu... Lainnya - Jalan-jalan, mikir, senang

Suka jalan-jalan, suka tempat wisata Indonesia...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Minyak dan Skenario Perdamaian Israel-Palestina ala Obama

25 Mei 2011   07:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:15 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih terngiang saat presiden Barack Obama berpidato di Universitas Al-Azhartahun 2009 lalu, dia mengatakan bahwa sebagaimana kitab suci Al Qur’an mengatakan, “Ingatlah kepada Allah dan bicaralah selalu tentang kebenaran”. Ini yang saya akan coba lakukan hari ini – untuk berbicara tentang kebenaran sebaik kemampuan saya, dengan direndahkan hati oleh tugas di depan kita, dan dengan keyakinan bahwa kepentingan yang sama-sama kita miliki sebagai umat manusia jauh lebih kuat daripada kekuatan-kekuatan yang memisahkan kita”. Sejumlah kalangan menyambut baik niatan Obama tersebut. Setidaknya pidato Obama hendak membuka hubungan yang lebih baik dengan dunia Isla

m setelah sebelumnya dinamika kehidupan barat dengan muslim sering diwarnai konflik yang mendarah daging dan mencapai puncaknya setelah tragedi 9/11. Selain itu, kita semua tahu, konflik timur tengah yang paling dominan dan telah digariskan oleh sejarah adalah konflik Israel dan Palestina, yang tidak sebatas konflik geopolitik semata. Jika saja Obama hendak memperbaiki hubungan barat dengan dunia Islam, maka salah satunya adalah menciptakan perdamaian di Palestina.

Dua tahun kemudian, dalam rangka merealisasikan niatannya, kembali Obama berpidato mengenai pentingnya perdamaian Israel dan Palestina. Kali ini Obama menyerukan pada semua pihak terutama Israel agar mengakui batas wilayah palestina sebelum perang Arab-Israel tahun 1967, yang berarti bahwa Israel harus melepaskan wilayah pendudukan mulai dari jalur gaza, tepi barat hingga jerusalem timur. Akan tetapi, niatan baik tersebut lansung ditanggapi emosional oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu saat kunjungan kenegaraan Netanyahu keAmerika Serikat, di ruang Oval Gedung

Putih. Netanyahu berkomentar dengan blak-blakan bahwausulan perdamaian di Timur Tengah tidak masuk akal, perdamaian berdasarkan ilusi akan hancur. Bagi AS, usulan itu adalah kali pertamanya diajukan oleh presiden AS karena pada masa lalu, AS secara tak resmi mendukung solusi dua-negara dalam konflik Israel-Palestina berdasarkan perbatasan sebelum perang pada 44 tahun lalu itu ketika Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan dan Semenanjung Sinai.

Tidak hanya Netanyahu yang kecewa dengan pernyataan itu, Ed Koch, Yahudi Amerika, mantan Walikota New York yang menyumbangkan USD 2300 pada pemilu Obama menyatakan kekecewaanya pada sang presiden. Dan karena pernyataannya itu, hampir dipastikan, 78 persen warga yahudi AS yang mendukung Obama akan mengalihkan dukungannya di pemilu 2012.

Mencermati perhatian Obama pada Timur Tengah belakangan ini, tersirat keinginan dari Obama untuk memperbaiki hubungan Islam dan Barat paska tragedi 9/11. Mungkin kita ingat kunjungan Obama yang mendadak di  tengah malam ke Afghanistan, pidato setelah tewasnya Osama bin Laden, dengan diplomatis dia mengatakan bahwa "tewasnya Osama, kami harus menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat tidak - dan tidak akan pernah - berperang dengan Islam". Tidak hanya itu, seiring dengan meluasnya gerakan revousi di negeri Jazirah Arab, dukungan Obama pun bergema di tengah revolusi Timur Tengah yang membara, kemudian pidatonya yang mendukung pengakuan wilayah Palestina.

Bila kita mengamini pendapat klasik bahwa isu demokrasi dan HAM yang digaungkan AS di negara dunia ketiga hanya sebagai upaya untuk menancapkan fondasi liberalisme ala AS, maka akhir dari apa yang dilakukan Obama, sama halnya dengan para pendahulunya,   akan berujung pada  penguasaan sumber-sumber minyak di Timur Tengah yang memiliki total kekayaan modal alam sebesar 36 persen.

Pertanyaanya kemudian, jika minyak, kenapa minyak begitu penting bagi AS, sementara kita tahu, AS Adalah negara produsen minyak terbesar ketiga dan menghasilkan sejumlah besar minyak di dunia yang menghasilkan 9,6 juta barel minyak. Akan tetapi, melihat kebutuhan minyak dalam negeri AS yang mencapai 19.48 juta barrel, hampir dipastikan bahwa AS sendiri belum mampu memenuhi kebutuhan minyak dalam negerinya. Sejauh ini, importir minyak bagi AS di dominasi oleh Venezuela,Meksikodan Nigeria. Sementara itu, mengingat hubungan AS dengan Chavez tengah memanas dan puncaknya tinggal menunggu waktu, karena disamping alasan ekonomis, isu pertarungan ideologis kedua negara turut menjadi alasan substansial, dampaknya, kemungkinan bisa terjadi pengurangan impor ke AS. Untuk menindak lanjuti kemungkinan terburuk tersebut, AS melirik Timur Tengah untuk menjawab krisis energi di masa yang akan datang. Akan tetapi pertanyaannya, apakah dengan langsung menguasai sumber-sumber minyak di timur tengah?. Pada era George W Bush, senator ekstrem dari Partai Republik meminta Bush agar menguasai langsung sumber minyak di Irak setelah Saddam Hussein tumbang, tapi rupanya Bush menolak permintaan tersebut.

Dalam artikel diharian Kompasedisi 24/05, "Nilai Strategis Minyak di Tengah Revolusi Arab" yang ditulis oleh MusthafaAbdul Rahman, beliau berpendapat bahwa kebijakan AS di timteng tidak selalu berujung pada penguasaan sumber minyak, karena sebagian besar ekspor minyak negara-negara Arab memang ke dunia barat (dalam hal ini AS). Apabila diterjemahkan, meski AS tidak menguasai secara langsung sumur-sumur minyak di timteng, hampir dipastikan bahwa eksportir-eksportir minyak di timur tengah untuk AS seperti Qatar, Kazakstan, Libya, Irak, UEA, Kuwait dan sebagainya ditambah dengan China, Rusia, Kanada dan Venezuela, bisa memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri AS.Lalu pertanyaanya, hal apa yang bisa menghambat proses itu?, Mushafa Abd Rahman selebihnya mengatakan bahwa kebijakan klasik AS di timteng bertumpu pada dua hal sakral. Pertama, keamanan Israel dan kedua, minyak. Jika dua hal itu terhambat, tentu AS akan kelabakan. Untuk isu minyak, AS benar-benar memastikan bahwa sumur minyak terkontrol dari pengaruh kekuatan internasional yang anti AS.Lain daripada itu, kita tahu bahwa setelah tewasnya Osama bin Laden, bisa menimbulkan upaya balas dendam di negara-negara timur tengah yang mayoritas muslim, terlebih perlawanan Iran terhadap dominasi AS di timteng. Bisa jadi, karena kondisi itu, AS menilai bisa mengganggu pasokan ekspor minyak dari timteng.

Adapun yang tak kalah menariknya dari fenomena itu, kita tahu bawa pertarungan ideologis negara Islam di timteng sangat resisten dengan keberadaan Israel yang seringkali memicu konflik. Mengingat kondisi timteng ibarat bom watu yang menunggu meledak dan bisa menekan AS serta  untuk memastikan ekspor minyak dari negara-negara timteng tetap aman, maka kali ini Obama bermanuver untuk melakukan serangkaian upaya diplomatis terkait niatnya untuk memperbaiki hubungan AS dan dunia Islam dengan meminta Israel mengakui wilayah Palestina sebelum 1967. Langkah itu bagi AS sangat strategis, pertama, terobosan tepat untuk memperbaiki hubungan AS dan Islam juga perdamaian di timur tengah dan kedua, mengamankan ekspor minyak dari negara-negara Islam di timur tengah untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Langkah Obama itu pun menuai sambutan dari negara timur tengah, presiden Palestina, Mahmoud Abbas dan negara-negara arab menyampaikan penghargaan langkah Obama.

Tantangan besarnya adalah, mengkomandoi perdamaian Israel dan Palestina dengan menekan Israel bukan soal gampang, upayanya ibarat usaha bunuh diri bagi Obama, hal itu karena dukungan bagi Obama pada pemilu presiden AS lalu 78 persennya berasal dari warga AS keturunan Yahudi hingga hampir dipastikan bahwa warga Yahudi AS menolak usulan Obama. Bahkan lebih dari itu, Netanyahu berpidato di depan anggota Kongres AS di Gedung Capitol Hill dengan berapi-api menolak usulan Obama dan disambut tepuk tangan yang meriah dari para anggota Kongres. Jelas itu menandakan bahwa upaya Obama akan menghadapi tantangan besar di negerinya sendiri atau bahkan malah menandai kejatuhan Obama sebagai presiden negara adidaya, Amerika Serikat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun