sambil menunggu adik yang sedang antri di loket pembayaran airport tax di Sepinggan, aku berdiri di tempat sepi, tepat di samping seorang pria.
sepatunya pantofel hitam mengkilap. celana bahan berwarna hitam. dikenakannya jas hitam. kumis lebat hitam. jenggot juga hitam. alis mata seperti ulat bulu hitam. rambut gimbal hitam. aksessoris di tangannya, hitam juga. waw???
masih menunggu adik, aku celingukan sana-sini. memperhatikan orang yang lalu lalang. mengamati aktifitas bandara. tiba-tiba, seorang pria berjalan ke arahku. langkahnya tegas. segera kubuang wajahku, menghindar agar mataku tak menatap wajahnya. kukira pria tadi akan menghampiriku. nyatanya, ia menyapa pria di sebelahku, menjabat tangannya sebentar lalu pergi.
ow, mungkin seorang kenalan.
tak lama, dua ibu tak jauh dari pria serba hitam mengeluarkan hape-hape yang dilengkapi kamera. mereka tertawa cekikan. jepret! jepret! kamera hape mereka berbunyi. sesekali lampu blitz terlihat. sudah puas mereka berhenti, kembali masuk antrian.
hmmm, artis ya?
oh, ternyata adikku sudah selesai. jadi kami bisa masuk ke ruang tunggu bandara. kutinggalkan pria serba hitam yang belum beranjak dari tempat berdirinya.
ruang tunggu bandara rame sekali siang itu. untung dapat tempat duduk. selang berapa lama, pria serba hitam itu masuk ruang tunggu. kupikir ia bersama temannya. saat ia masuk, beberapa calon penumpang pesawat heboh. ada yang berbisik-bisik. ada yang foto-foto. ada yang cuma ngeliatin. aku termasuk yang berbisik-bisik karna seketika aku teringat satu berita di koran hari itu. berita yang belum pernah kubaca sebelunya mengenai sosok yang dibahas.
"Itu kan Limbat, dik!"
"Hah, siapa itu?"
"Itu tuh, Limbat The Master!"
"Siapa tho?"
"Katanya koran yang kubaca tadi pagi sih, dia main sulap gitu. Kan kemaren kunjungan ke kaltim!"
"Oalah, Limbat itu! Yang makan ramuan baigon itu! Aneh-aneh lah pokoknya!"
"Heh, dia makan baigon? Yang bener? Kapan? Kok kamu ngerti?"
"Ya ngerti lah! Kan, selama KKN, aku nonton acara the Master bareng teman-temanku. Apa-apakah dicampur trus diminumnya! Yaiks!"
"Hooo.... Eh, dia pakai gelang lho! Banyak banget!"
"Trus kenapa?"
"Keren! Ah, jadi pengen minta gelangnya yang mirip akar bahar itu! Kayaknya cocok deh kalau kupake! Ehehe..."
"Berani kamu? Tu gelang ada 'isi'nya, tau rasa lo!"
"...."
aih, andai saja aku satu pesawat dengannya, mungkin sudah kuminta ijinnya untuk memiliki satu dari sekian banyak aksessoris yang melingkar di pergelangan tangannya. lumayan kan bisa nambah satu koleksi milikku.
[sepinggan, 31 januari 2010]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H