Mohon tunggu...
Asna Asna
Asna Asna Mohon Tunggu... -

biasa sajaa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Toxoplasmosis dan Tayangan 3D

10 Februari 2010   20:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:59 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_72028" align="alignleft" width="130" caption="diambil dari sini"][/caption]

"Emang gimana sih rasanya nonton pilem tiga-dimensi?"

Masih inget banget dulu waktu tayangan 3D pertama kali diputer di tipi. Stasiun tipi swasta. Joshua Anak Ajaib judul acaranya. Aku lupa gimana tayangan iklannya. Yang jelas, anak kecil seusiaku saat itu jadi penasaran buat nonton tuh tayangan 3D. Karena kemakan iklan, akhirnya belilah satu kacamata 3D. Kirain mewah, taunya cuma kacamata biasa. Yang sebelah kiri pakai plastik mika warna merah, biru untuk yang kanan. Terus dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai kacamata. Sudah punya kacamatanya, saatnya menikmati sinetron 3D-nya Joshua cilik. Hehe! Dipakailah si kacamata, dan berharap hasilnya sesuai yang dikatakan iklan. Kutunggu reaksinya. Katanya sih dengan menggunakan kacamata khusus untuk tayangan 3D, kita penonton akan bisa merasakan menjadi bagian dari cerita. "Gambarnya seperti keluar dari tipi, loh!" kata seorang teman yang sudah mencoba. Jadi, kalau adegan di layar lagi tonjok-tonjokan--biasanya sih mereka akan bergaya menonjok kita--maka ia yang menggunakan kacamata khusus ini akan merasa ditonjok. Katanya sih gitu.... Tapi, aku tidak merasakan apa-apa tuh. Yang kuliat di layar cuma tayangan dengan warna hijau dan merah dengan gambar yang bertumpuk-tumpuk. Bikin pusing, dong! Kulepas dan nggak pernah kupakai lagi. Kukatakan juga pada teman-teman sekolahku kalau tayangan dan kacamata 3D itu bohong. Nggak lagi-lagi deh 'makan mentah-mentah' ama kata-kata iklan. Haha!

Selang berapa tahun, aku merasa tidak lagi mampu melihat tulisan di papan tulis dari bangku paling belakang di kelas. Memohonlah aku pada orangtua untuk ditemani memeriksakan mata di rumah sakit. Malu awalnya memohon pada mereka. Tapi keinginan untuk berkacamata sangatlah tinggi. Selain karena perlu, juga kurasa kalau aku akan terlihat keren gimana gitu kalau pakai kacamata. Looks cool! Ehmm...!

Datang ke rumah sakit, masuk ke ruangan dokter mata. Udah pada tau kan prosedurnya! Kita disuruh membaca huruf yang terpampang di layar, dari jarak sekian. Mata kanan, cuma bisa membaca huruf yang paling atas, E! Selanjutnya, blass! Hah?! Oke, giliran mata kiri, lancar hingga tersisa dua baris paling bawah. Lho? Sang dokter heran. Yang sebelah kiri tak terlalu masalah, tapi yang sebelah kanan? Kok bedanya jauh betul?! Akhirnya mata kanan dipaksa lagi tuk melihat huruf-huruf tadi, mungkin saja terjadi kesalahan pada pemeriksaan pertama. Hasilnya, sama! Tetap saja E! Dokter bingung, orangtua bingung, aku apalagi! Sang dokter yang belum kehilangan akal menyuruh orangtua mengantarkanku untuk periksa darah di laboratorium. Aku sih nurut-nurut aja, senang malah! Hehe!

Selang seminggu, hasil lab keluar. Dikatakan bahwa aku terinfeksi virus toxoplasma. Hah??! Penyakit apa itu??? Kok namanya aneh??? Saking takutnya membaca hasil lab, aku tak kembali lagi ke rumah sakit. Buyar sudah khayalanku agar terlihat WAH dengan kacamata baru.

Beberapa tahun kemudian, ketidakmampuanku untuk membaca tulisan dari jarak jauh semakin menjadi-menjadi. Daripada tambah parah, kuminta izin (lagi) pada orangtuaku untuk periksa mata, kali ini di rumah sakit spesialis mata. Masih dengan prosedur pemeriksaan yang sama. Membaca huruf baris perbaris dengan satu mata yang ditutup bergantian, dengan jarak yang telah ditentukan. Deg-degan, tentu! Hasilnya? Tiga baris terakhir tidak dapat kubaca dengan mata kiriku. Lantas bagaimana dengan mata kanan? Eng ing eng....

Perawat yang saat itu bertugas, menyuruhku membaca satu demi satu huruf di layar. Masih sama, hanya baris pertama yang terbaca. Selanjutnya, reaksi perawat itu kurang lebih sama dengan reaksi dokter yang menanganiku dulu, kaget! Hehe! Kukatakan riwayatku dulu, mengenai hasil laboratorium itu. Perawat itu kaget dan langsung memarahiku karena keterlambatanku memeriksakan diri. Namun dengan sigap ia menghubungi dokter terkait. Dari pemeriksaan lanjutan, akhirnya terbongkarlah kedok si toxoplasmosis yang bersembunyi di mata kananku! "Toxoplasmosis pada mata...," kata dokter spesialis mataku, dr. Agni. Dijelaskannya panjang lebar mengenai penyakit ini. Kata beliau, ada bagian retina mata kananku yang terinfeksi virus itu. Ibarat luka dalam di kulit, yang akan menimbulkan bekas, maka retinaku ada bekas lukanya. Keren kan! Hehe!

Mengenai sejarah mengapa aku bisa terinfeksi, sepertinya terjadi saat ibu mengandungku. Maklum, ibuku sangat menyukai kucing. Bahkan aku sendiri pun suka! Tapi, karena saat itu ibu tinggal di lingkungan pedesaan, dan lingkungan pendidikan yang belum seperti sekarang (informasi ada dimana-mana), jadi ibu tidak tahu-menahu tentang resiko memelihara kucing. Bahkan beliau menangis meminta maaf padaku karena merasa telah menyebabkan aku terinfeksi. Tuh, kan, sekarang aku jadi terharu lagi mengingat kejadian hari itu! Apakah aku marah? Tentu saja tidak! Masak setega itu aku menyalahkan ibu sendiri. Kukatakan padanya aku akan selalu baik-baik saja untuk menenangkan hatinya. Bahkan kubuat ibu tertawa terpingkal-pingkal hari itu. Hehe!

Oh, kembali ke dr. Agni, akhirnya dari beliau kutemukan jawaban atas penyakit mataku. Kudapatkan juga kacamata baca yang selama ini kumimpikan. Hoho!

Lantas, apa hubungan toxoplasmosis dan tayangan 3D?

Dari pengalaman pribadi ini, aku pikir aku tak akan pernah bisa menikmati pilem-pilem tiga-dimensi yang katanya orang-orang teramat sangat keren sekali, terutama bulan lalu saat heboh-hebohnya penayangan Avatar 3D. Hmm....nggak masalah, cuma pilem aja kok. Syukur masih diberi dua bola mata lengkap, masih bisa dipakai buat ngeliat, walau daya kerjanya sudah taklagi seratus persen. Tapi, tetap saja penasaran kan??! :)

Yah, buat temen-temen yang penglihatannya masih bagus, dipelihara baik-baik. Buat yang punya peliharaan, terutama kucing, juga hati-hati. Bagaimanapun juga, mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Semangat! :)

Salam 3D! :D

Terinspirasi saat memikirkan penyelesaian permasalahan persamaan panas dua-dimensi dengan metode elemen.
------------

Spesial untuk:
Ibunda tercinta, anakmu ini sedang kangen..
dr. Angela Nurini Agni, Sp.M, M.Kes (Rumah Sakit Mata Dr. Yap)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun