Mohon tunggu...
Langit K.
Langit K. Mohon Tunggu... -

World in my hands. World citizen. Born 1991 in Bonn. Grew up in East Java. Studying in DE.\r\n\r\nID/DE/EN/MY/FR/ES/NL/JV

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indahnya Bertoleransi Seksual

2 Juli 2013   18:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:06 1794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="557" caption="Pernikahan sesama jenis"][/caption] Beberapa tahun belakangan ini saya mengenal banyak orang dari berbagai macam suku bangsa, kepercayaan, berbagai macam kalangan sosial dan berbagai macam orang dengan berbagai macam orientasi seksual. Dari situlah saya mulai memahami nilai-nilai keindonesiaan yang ditanamkan pada diri saya sejak kecil. Salah satu nilai keindonesiaan yang ditanamkan pada saya selain keramahtamahan (yang selalu dibanggakan oleh orang Indonesia), sopan santun dan nasionalisme Indonesia yang terkadang terlalu berlebihan, adalah toleransi. Toleransi memang ditanamkan sejak dini pada saya. Di sekolah dasar pertama kali saya mengenal kata ini. Di pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sang guru menjelaskan betapa pentingnya toleransi. Toleransi ketika sang tetangga sedang sakit, kita tidak boleh mendengarkan musik terlalu keras. Toleransi antar umat beragama yang kadang tidak mudah di Indonesia. Namun tidak pernah disinggung sama sekali mengenai toleransi seksual. Toleransi seksual yang saya maksud adalah mentoleransi manusia dengan orientasi seksual apapun. Heteroseksual (penyuka lawan jenis), homoseksual (penyuka sesama jenis) maupun biseksual (penyuka sesama dan lawan jenis) adalah orientasi seksual manusia yang sangat wajar (saya menulis artikel ini terlepas dari pandangan agama, hanya dari pandangan ilmu pengetahuan saja). Sudah biasa bagi kita mengenal orang heteroseksual, namun apakah seseorang yang berorientasi homoseksual maupun biseksual bukan seseorang yang baik? Pandangan ini memang lazim, mereka yang berorientasi homoseksual dan biseksual masih menyandang gelar negatif di negara Indonesia. Padahal mereka juga manusia normal seperti Anda, hanya orientasi seksual mereka yang berbeda! Orientasi seksual adalah masalah ranjang, masalah pribadi seseorang! Saya beberapa tahun yang lalu juga berpikir negatif tentang mereka yang berorientasi homoseksual ataupun biseksual, namun pandangan saya berubah seiring pengalaman hidup yang saya miliki. Alangkah indahnya bila anak-anak sekolah di Indonesia sudah mengerti, bahwa di dunia ini tidak hanya ada manusia heteroseksual, melainkan manusia dengan orientasi lainnya. Alangkah indahnya jika anak-anak itu tahu, bahwa mereka dengan orientasi seksual bukan heteroseksual adalah orang-orang yang normal. Alangkah baiknya jika anak-anak itu bahwa homoseksualitas dan biseksualitas bukanlah suatu penyakit atau kelainan, melainkan sesuatu yang normal. Alangkah indahnya juga apabila mereka memiliki toleransi tidak hanya toleransi beragama, melainkan toleransi seksual. Beberapa bulan yang lalu saya membuat tugas  akhir untuk sebuah modul kuliah saya yang berupa sebuah proyek bersama teman-teman kuliah saya yang dibuat di suatu sekolah tingkat akhir, di mana murid-muridnya mengalami masa puber. Proyek ini bertujuan untuk mengetahui tindakan-tindakan berbasis psikologi pendidikan yang harus dilakukan ketika seorang murid tidak memiliki orientasi seksual heteroseksual. Proyek ini kami lakukan di dua kelas. Pertama kami sebagai mahasiswa psikologi bertanya kepada mereka, apakah mereka ada yang gay, lesbi ataupun biseks. Tidak mudah memang untuk memancing mereka menjawab pertanyaan dengan jujur, karena mereka masih takut akan ejekan teman-teman mereka. Kami memang tidak mau dan tidak boleh memaksa mereka untuk memberi jawaban. Dari satu kelas kami mendapati bahwa dua orang dari mereka adalah gay. Mereka bercerita di depan kelas bahwa mereka adalah gay, kemudian kami bertanya kepada murid yang lainnya apakah yang mereka ketahui tentang gay. Kemudian kami menjelaskan tentang tema itu dan kami berdiskusi dengan mereka. Diskusi ini sangat menarik, karena banyak diantara mereka yang tidak banyak tahu tentang gay. Begitu juga ada yang bercerita bahwa orang tuanya bercerai karena ayahnya menjadi gay, ada juga yang mempunyai kakak gay, dan lain sebagainya. Metodologi pencerahan kepada murid-murid sekolah yang sedang puber seperti ini mungkin tidak akan bisa diterapkan di Indonesia, namun hendaknya mereka juga diberi pengertian, bahwa di dunia ini tidak hanya ada manusia berorientasi heteroseksual saja. Mereka yang memiliki orientasi seksual bukan heteroseksual juga hendaknya diberi pengertian, bahwa itu bukanlah sesuatu yang buruk, bukan suatu penyakit dan janganlah mereka merasa sendirian. Toleransi mengenai hal ini memang sebaiknya ditanamkan pada anak sejak dini, sekali lagi supaya sang anak mengerti, bahwa ada beberapa orientasi seksual dan itu adalah normal. Dan mereka juga harus tahu, di beberapa negara pernikahan sesama jenis itu legal. Kembali lagi ke masalah toleransi seksual. Sama seperti toleransi beragama. Hendaknya kita tidak mempermasalahkan orientasi seksual seseorang. Mengapa kita harus mempermasalahkan urusan ranjang seseorang?! Betapa indahnya tempat ini, tempat di mana saya menimba ilmu dan bekerja. Orang tidak dibedakan dan didiskriminasikan berdasarkan orientasi seksualnya. Betapa indahnya ketika melihat dua orang pria saling mencintai dan berpegangan tangan dengan bebas seperti pasangan pria dan wanita yang sedang berjalan di tengah kota. Betapa indahnya tempat ini memiliki wali kota pria yang baru saja menikah dengan partner pria nya. Betapa indahnya ketika orientasi seksual tidak lagi menjadi masalah di dalam dunia politik tempat ini. Betapa indahnya ketika media masa memberitakan bahwa bapak menteri luar negeri ini (yang beberapa bulan lalu melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia) baru saja menikah dengan partner prianya dan petinggi-petinggi negara menghadiri pestanya. Betapa indahnya ketika menerima undangan pernikahan seorang sahabat wanita yang menikahi pacar wanitanya bulan depan. Toleransi memang indah... [caption id="" align="aligncenter" width="654" caption="Menteri luar negeri Jerman Guido Westerwelle bersama suaminya"][/caption] Mungkinkah toleransi seperti ini masih berlebihan untuk Indonesia? Mengapa orang masih mempermasalahkan orientasi seksual seseorang? Mengapa orientasi seksual selain heteroseksual masih dianggap sesuatu yang tidak norma... Alangkah indahnya, bila toleransi seperti ini juga terjadi di Indonesia... Mungkinkah? Sumber foto: http://wesleyvorster.co.za/wp-content/uploads/2012/06/wesley-vorster-cape-town-wedding-photographer-wedding-cape-town-portrait-photographer-chris-rich-engaged-Gay-wedding-gay-engagement-shoot_2431.jpg http://static.rp-online.de/layout/fotos/HB2XJA9t.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun