Gagasan-gagasan privat secara cepat akan menjadi gagasan publik dan membutuhkan perhatian khusus agar konstruksi yang dibentuk bukan gagasan privat yang berkembang menjadi gagasan publik dan menghasilkan "komunikasi yang tidak terdistorsi".
Konsep ruang Habermas menekankan bahwa ranah publik baiknya tidak terintitusiuonalisasi dan ruang publik bukanlah hal yang terjadi secara alamiah; tidak ada ruang publik yang dibentuk tunggal. Ruang publik sebagai ruang yang plural yang di dalamnya terdapat kumpulan ruang-ruang privat yang sulit untuk mengabaikan kepentingan privat dan mengancam kepentingan publik di media.
Media sosial sebagai ruang publik yang kini sering bermasalah karena argumen-argumen privat dapat secara cepat menjadi argumen publik.Â
Herman dan Chomsky (1988), media memiliki kekuatan penuh untuk memproduksi propaganda. Media sosial sebagai media baru yang memiliki kekuatan ruang privat untuk membangun propaganda kepada publik.
Persoalan kasus Denny Siregar memposting di media sosial Facebook, menghina anak-anak santri dan menimbulkan masalah ke ranah hukum.Â
Sebagai media sosial terang penggabungan ruang privat dan ruang publik, adanya pilihan untuk postingan privat dan postingan publik. Kesediaan pilihan tersebuut memang masih diabaikan maka otomatis postingan yang seharusnya merupakan privat, namun menjadi publik tanpa filter.
Ambiguitas Ruang di Media Sosial
Hugo Gian, sebagai pengamat media, berpendapat bahwa kasus Denny Siregar merupakan kasus yang bias ruang, bias opini, dan bias makna. Hugo menilai Denny Siregar dan Udztad Ruslan sama-sama bersalah.Â
Kesalahan Denny Sirgar, ketidaksadaran akan ruang digunakan untuik mengkritik serta pemilihan kalimat kritiknya yang berbeda dari maksud aslinya lalu diteruskan oleh bias makna dari para santri dan Udztad Ruslan, yang menilai bahwa ini penghinaan.Â
Media sosial dinilai kurang efektif untuk dinyatakan sebagai ruang publik atapun ruang privat karena batas-batas yang tersembunyi dan memungkinkan resiko akun diretas.
Penilaian tersebut didukung oleh Hendra Noor, sebagai pengkaji media Universitas Atmajaya Yogyakarta. Hendra menilai kasus tersebut sangat tidak efektif untuk melihat media sosial sebagai ruang publik yang dikatakan oleh Habermas.Â