rasa itu halus hingga mampu menembus sekat-sekat semesta
bak anak panah bermata berujung trisula gesit memburu jantung kehidupan
mengejar asal muasal hingga mencapai orbit utama kesadaran
mengaduk rasa di akar jiwa
kecamuk perang bermusuhkan diri sendiri
melilit manusia ke dalam permainan sepanjang bentang kontrak kehidupan
terkadang pagi berderai air mata, siang mengumbar tawa dan malam tersaput kegamangan
mengaduk rasa di akar jiwa...
berarti mensketsakan perjuangan tiada henti ruhui demi mendamaikan kesejatian dalam liku takdir
agar terbiasa dalam kegetiran dan bertahan dalam goncangan demi goncangan
sampai mampu menempatkan jati diri bertopang simpul-simpul harmoni
keseimbangan dalam ketenangan yang ajeg
ajeg ing ajeg
bergulir mewujud sebulat titik
bergerak dan bergerak
menyisir jalan-jalan yang telah ditentukan
tak lagi tersesat dan senantiasa terjaga arah
akhir muara, berbaur dalam lautan cahya keabadian...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H