Pengobatan alternatif adalah segala bentuk pengobatan menggunakan cara, alat, dan bahan yang tidak termaksud di dalam standar pengobatan modern. Pengobatan alternatif dapat berupa pengobatan tradisional, pengobatan dengan kepercayaan, pengobatan herbal, dan lain sebagainya. Bukan hanya di Indonesia, pengobatan alternatif dengan bahan-bahan tradisional juga banyak di lakukan di banyak negara seperti India, Korea, Jepang, Cina, dan banyak negara asia timur lainnya.Â
Di Indonesia sendiri, pengobatan alternatif seperti pengobatan herbal sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara yang diturunkan hingga saat ini. Hingga saat ini, pengobatan alternatif merupakan salah satu metode pengobatan yang marak di Indonesia. Menurut survei sosial ekonomi nasional pada tahun 2001, terdapat 31,7% masyarakat Indonesia yang lebih memilih untuk melakukan pengobatan tradisional dibandingkan jenis pengobatan lainnya.Â
Maraknya pengobatan alternatif didasari oleh banyak hal dimulai dari biaya medis yang tidak murah, rasa takut untuk menjalani oprasi, pendapat bahwa konsumsi obat medis tidak baik, kepercayaan budaya lokal, dan lain sebagainya.
Keberadaan pengobatan alternatif di Indonesia pada dasarnya berperan sebagai komplemen atau tambahan bagi pengobatan medis yang ada. Walaupun begitu, banyak masyarakat yang melihat pengobatan alternatif sebagai metode pengobatan utama dapat diambil. Dengan pengobatan alternatif yang belum terbukti secara ilmiah dapat memberikan kesembuhan, penyakit yang dialami oleh pasien sangat mungkin untuk menjadi semakin parah.Â
Hal tersebut mengakibatkan banyaknya kelompok masyarakat yang seharusnya dapat ditolong dengan pengobatan medis menjadi tidak tertolong. Hal tersebut menjadi masalah karena selain merugikan bagi penderita penyakit tersebut, juga dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia. T
erlebih lagi biaya untuk pengobatan alternatif juga relatif mahal untuk beberapa pengobatan. Biaya untuk satu kali pertemuan untuk pengobatan alternatif berserta dengan terapi dapat mencapai jutaan hingga puluhan juta rupiah. Biaya yang tinggi tersebut tentu saja akan memberatkan pasien secara finansial.
Tingginya preferensi masyarakat kepada pengobatan alternatif juga dipengaruhi oleh usaha periklanan yang dilakukan oleh banyak klinik alternatif. Berbeda dengan profesi dokter, pengobatan alternatif tidak diatur oleh etika kedokteran sehingga diperbolehkan untuk mempromosikan jasanya dalam menyembuhkan. Promosi yang dilakukan dapat berupa informasi mengenai penyakit yang dapat disembuhkan, testimoni dari pasien, hingga mencoba menjelaskan penyakit yang dialami pasien. Pada dasarnya, promosi yang dilakukan oleh klinik pengobatan alternatif merupakan suatu hal yang wajar dilakukan.Â
Namun yang disayangkan adalah beberapa klinik pengobatan alternatif menyalahgunakan promosi dengan memberikan janji-janji kesembuhan atau terkadang mendiskreditkan pengobatan medis. Hal tersebut menjadi masalah yang besar bagi masyarakat karena promosi yang diberikan oleh beberapa klinik pengobatan alternatif tersebut memberikan informasi yang menyesatkan. Janji kesembuhan untuk penyakit kronik yang parah seperti gagal ginjal, kanker, diabetes, stroke memberikan harapan palsu kepada pasien yang mengharapkan kesembuhan dengan membayarkan biaya yang besar kepada klinik tersebut.Â
Terlebih lagi beberapa klinik pengobatan alternatif menuliskan informasi yang mendiskreditkan pengobatan medis sebagai pengobatan yang kurang baik akibat bahan-bahan kimia yang diberikan di dalam obat. Hal tersebut merupakan pembodohan bagi masyarakat oleh opnum-opnum tertentu yang hanya ingin mengambil keuntungan dari keadaan pasien yang putus asa.
Terapi yang dilakukan pada klinik alternatif kebanyakan belum terbukti secara ilmiah dapat memberikan manfaat terlebih kesembuhan pada penyakit tertentu pada pasien. Beberapa klinik pengobatan alternatif memberikan obat-obatan yang bukan hanya manfaatnya masih diragukan namun juga berpotensi berbahaya bagi kesehatan pasien. Beberapa klinik pengobatan alternatif juga menjanjikan kesembuhan kepada penyakit tertentu dengan terapi-terapi tertentu yang secara keilmiahan tidak mungkin untuk dilakukan. Testimoni yang diberikan oleh pasien yang merasa dirinya sudah sembuh juga kebanyakan merupakan perbaikan dari gejala yang subjektif seperti rasa lebih segar, lebih mudah makan, lebih mudah buang air, dan lain sebagainya.
 Sedangkan gejala-gejala yang lebih objektif seperti kesulitan berjalan atau bicara yang pelo pada stroke. Belum lagi ada klinik tertentu yang mencoba menginterpretasikan hasil pemeriksaan medis dengan sembarangan dan dibuat-buat. Terlebih lagi, hal tersebut sempat disiarkan di stasiun televisi Nasional yang sangat berpotensi untuk memberikan informasi yang salah kepada masyarakat luas. Hal tersebut menunjukan bahwa masih banyak klinik pengobatan alternatif yang belum terbukti dan tidak kompeten dalam mengobati pasien. Kondisi tersebut juga menjadi celah bagi opnum-opnum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan dengan modus pengobatan dengan janji-janji kesembuhan dan melakukan pengobatan yang tidak berguna.