Mohon tunggu...
Egi David Perdana
Egi David Perdana Mohon Tunggu... -

https://www.facebook.com/egibest.egi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sonata Cinta V - VIII

10 Oktober 2012   12:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:59 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian kelima - Terpujilah Tuhan

Bak renyahnya gemericik kecipak air jernih pesonanya itu
pun umpamanya kau gurih pesonanya dengan berbuih-buih purnama sekalipun
pasti purnama-purnama itu akan jatuh tersungkur kemudian tergelepar
sebab Tuhanlah yang menyusun formula sehingga takaran kasih itu terpancar bening di wajahnya
sungguh indah dan terpujilah Tuhan.

Selayaknya setangkai mawar yang dibesarkan dalam jiwa yang asri
namun tak ubahnya ular beludak yang beranak pinak di ujung urat nadi
begitulah pengandaian dekatnya aku denganmu, tak saling tersentuh walau dalam satu raga sekalipun, Oh akankah kita bersatu?
tak disangka kicau mukjizat itu pun terdengar dari satu nafas ke nafas kita, mengitari jiwa dan urat nadi
dan akhirnya menyatukan kita, begitu indahnya kita berdampingan dan terpujilah Tuhan.

Dan ketika ia mengisahkan kisahnya padaku, kisah ketika  angkara berpapasan dengan kelembutan
kisah dimana anak-anak yatim piatu ditawan raja-raja berparas buncit
ia bertutur padaku "kelembutan gemetar dan menangis lalu angkara melindungi ia dengan sayap apinya"
"lalu runtuhlah berlaksa-laksa murka dari segala ketinggian yang ada. menghujani kota itu" ucapnya berapi-api
"Dan hanya para raja yang mati, Terpujilah Tuhan" ucapnya sambil berkhidmat.

Cakrawala bertamu ke ruang senja, ia dijamu semangkuk nasehat dan secangkir pengalaman
keramahan yang baru dipetik dari kebun Tuhan menjadi menu pendampingnya
di meja juga terhidang berbagai macam perasaan yang telah dibumbui dengan suka dan duka
"Ayo nikmati bersama dengan kemurahan hati yang dituang langsung oleh tangan Tuhan" ucap senja
tak mungkin bisa disangkal berkat ini dan terpujilah Tuhan.

Dan ketika aku terlempar keluar dari kenyataan yang mulai patah
meninggalkan hamparan realita yang merepih dan ringkih
dihantam ikhwal kemunafikan yang meleburkan kekusyukan
meraba-raba di dalam jurang ketiadaan, Tuhan mengulurkan tangannya
aku selamat dan terpujilah Tuhan.

Bagian keenam - Seumpama Malaikat

Tenang dan sunyi, bagai senyap yang terdekap dalam lelap
sehingga langit melipat-lipat garis lintang cakrawala dan bersiap merebahkan diri,
namun perlahan alur sonata meretakkan kesunyian
melayang-layang di ladang subur tempat benih kasmaran tumbuh
ia indah seumpama malaikat dan tenang tiada lagi tak terdiam.

Dimana anyelir dulu tumbuh melambai, dimana akar cemara dulu berpijak sebelum melangkah, tidaklah penting
tapi jika ada yang ingin menembak mati mereka, ia hanya memandang dari nafsunya
layaknya bencana yang selalu menyembunyikan kedatangannya dan bertingkah penuh ketidakdugaan itulah pengandaiannya
kata bukit Sion "Biarlah mereka tumbuh di atas tubuhku agar mereka dapat menggapai kerelaan Tuhan
"dan biarlah mereka menjadi pengharum taman firdaus seumpama malaikat dan janganlah kalian usik mereka lagi!"

"Kau bertanya dimanakah aku dibesarkan? aku dibesarkan di arah yang tiada tempat untuk dituju"
"tempat dimana pedoman kehilangan ambisinya, daerah dimana impian mati tenggelam"
"wilayah dimana doa-doa karam ke dasar palung, negeri dimana tekad meracuni dirinya sendiri hingga mati"
"jadi jangan heran jika perilakuku seperti api dalam periuk, menggeliat dan membakar habis tempat bernaungnya sendiri"
"Aku cacat! seumpama malaikat yang terjatuh, itulah aku!"

ufuk sanubari menyandera puncak singgasana, dengan congkaknya ia berkata dapat mengubur maut
rasa bahagianya sudah kering kerontang sampai ke tulang sumsum, hanya wajah kedengkian yang tampak daripadanya
"Akulah yang dapat mengangkangi sang maha tinggi! yang mampu membuat galaksi-galaksi berbaris rapi dan membuat gentar Ia!" teriaknya
sungguh kedurhakaannya sudah menggagahi garis khatulistiwa dan terbukalah materai Tuhan yang pertama, dua, tiga sampai terakhir.
dan dilemparkanlah ia seumpama malaikat terdahulu yang membangkang kepada jalan yang lurus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun