Mohon tunggu...
Edy A Effendi
Edy A Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

saya hanya ingin menulis apa adanya bukan ada apanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekeping Ziarah Perjalanan Hidup

9 April 2014   04:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:53 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menekuni dunia tulis-menulis sejak duduk di bangku sekolah lanjutan atas, Edy A Effendi terus mengasah kemampuan menulisnya dan kemudian menemukan dunianya dalam ranah kepenyairan dan jurnalistik. Sebagai penyair, ia sudah beberapa kali mengikuti even-even berskala nasional dan internasional. Membaca sajak dan menjadi pembicara di berbagai forum sastra. Jejak kepenyairan inilah yang kemudian menggiring langkahnya menjajaki bumi Amerika Serikat.

Di negeri Paman Sam, pernah mampir sebentar di University of Southern California pada paruh 2007 untuk riset soal-saol sastra. Jejak-jejak seperti inilah menjadi momentum sosok Edy A Effendi bahwa pilihannya dalam dunia sastra bukan jalur yang sesat.

Di luar jejak kepenyairan, ia juga menggeluti dunia jurnalistik sejak tahun 1987. Terakhir dia menduduki jabatan sebagai Redaktur Budaya harian nasional MEDIA INDONESIA. Bekal sebagai penulis menjadikan dirinya mudah menempatkan profesi jurnalistik. Kemudahan ini dapat terlihat ketika ada workshop pelatihan penulisan editorial bagi wartawan Media Indonesia selama tiga hari di Anyer, Banten, ia menjadi juara satu penulisan editorial gelombang II. sebagai juara satu, otomatis ia menjadi penulis editorial yang setiap hari harus memantau berbagai gejolak kehidupan publik.

Di luar jejak penulis, ia pernah juga menjadi 10 pembaca puisi terbaik se DKI Jakarta dan beberapa kali menjuarai lomba baca puisi. Terakhir bersama Mudji Sutrisno dan Wicaksono Adi menjadi juri terakhir Khatulistiwa Literary Award. Sebuah ajang penghargaan bergengsi bagi sastrawan Indonesia terkemuka yang berhadiah Rp200.000 juta bagi dua pemenang antologi puisi dan novel atau kumpulan cerpen.

Dalam karir jurnalistiknya, kesan yang paling menggairahkan ketika membongkar kasus Menteri Agama Said Agil Munawar hingga sang menteri dan dirjen haji ditahan divonis lima tahun.

Beberapa tulisannya menghiasi pelataran koran Indonesia, khususnya koran Kompas. Selain menulis di media massa, ia juga menulis sembilan buku, 19 buku tokoh dan 29 sebagai editorial. Salah satu buku yang dia edit dan menjadi isu pembicaraan hangat di kalangan mahasiswa Islam adalah “Dekonstruksi Islam Madzhab Ciputat,” yang diterbitkan Penerbit Zaman, 1999. Selain itu, ia juga menjadi editor buku disertasi Prof Dr Greg Barton, yang dikenal sebagai penulis buku-buku Gus Dur itu. Editor buku Prof Dr Nurcholish Madjid, Dr M Quraish Shihab dan beberapa tokoh lain.

Bumi Amerika, sebagai tempat menimba ilmu-ilmu modern dan bumi Saudi sebagai tempat memintal pelajaran-pelajaran agama. Ketika di Saudi bertemu dengan seorang mursyid dan mencoba belajar membaca kehidupan dari sang mursyid. sekembali ke Indonesia, bertemu seorang mursyid yang kemudian menggiring pada pelajaran-pelajaran makrifat.

Saat ini, ia tengah mengelola Portal Berita Online KABARLAIN.com


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun