Mohon tunggu...
Lanang Irawan
Lanang Irawan Mohon Tunggu... Lainnya - Senang membaca dan berbagi tulisan.

Kedipan nyalakan bara, lelapnya pulaskan renjana.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dialog yang Takkan Pernah Terpenggal

17 Juli 2020   20:29 Diperbarui: 17 Juli 2020   21:10 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Hahaha. Bangsat!" Kau menghujat, tapi untuk apa? Kepada dan karena siapa? Ck ... kasihan.

Sepersekian detik kau malah terisak-isak, dan lebih baik begitu!

Jika kau lelaki, saat ini jangan terkurung maskulinitasmu. Menangislah! Masa bodoh pada asumsi orang yang tak mau mengerti.

Bila kau perempuan, jangan menangis sebab feminitasmu saja. Lebih dari itu, temukanlah alasan tangisanmu. Kemudian berdamailah dengan alasan itu.

"Bagaimanapun aku masih percaya akan Tuhan." Oh! Kalimatmu ini seperti bianglala yang memperbarui keadaan selepas bencana yang menghancurkan tatanan alam. Indah dan gagah, bukan?

"Aku tak mau bianglala, ia menyulitkan dan hadir sebentar saja."

Begitukah? Padahal kau hanya perlu gerimis dan cahaya untuk menciptakannya. Temukanlah cahayamu untuk membuat pelangi di setiap gerimis hidupmu. Percayalah! Bianglala akan hadir jika kau memiliki cahaya dan tahu bagaimana memanfaatkan pendarnya.

"Terima kasih, diriku sendiri! Aku mengerti dan merasa kau sangat baik sekali."

Sama-sama, diriku sendiri.

2020. Sukabumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun