Mohon tunggu...
Ruth Lana Monika
Ruth Lana Monika Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis untuk menjadi pengantar pesan Semesta

Penulis lahir di Jakarta. Seorang ibu rumah tangga yang sedang berusaha kembali mengasah talenta menulis dan belajar blogging.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Tren Berkata Kasar, Pola Membunuh Eksistensi Diri

24 Mei 2021   17:58 Diperbarui: 24 Mei 2021   18:11 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi budaya masyarakat di era milenial saat ini seakan mewajarkan kebiasaan berkata kasar. Bahkan bila tak berkata kasar, seseorang dapat dikatakan cupu dan kurang pergaulan. 

Kebiasaan berkata kasar tak lagi menjadi hal tabu bagi berbagai kalangan. Tak jarang orang tua pun memberi contoh secara langsung dalam penggunaan berkata kasar dalam kehidupan sosial. Bahkan ketika mendengar anak balita atau kecil berkata kasar masyarakat cenderung tertawa menganggapnya lucu bukannya menjadi prihatin. Miris bukan?

Kasus kriminal yang dipicu karena rasa sakit hati akibat kata-kata kasar tak jarang terdengar, misalnya saja kasus pembunuhan remaja oleh kelima temannya di Tegal. Dilansir dari kompas.com Polres Tegal berhasil mengungkap motif kasus pembunuhan Nurhikmah (16) akibat korban melontarkan kata-kata kasar kepada pelaku (16/08/19). 

Adapula belakang ini kasus berkata kasar marak terjadi, misalnya memaki ketika diminta putar balik oleh petugas kepolisian di masa larangan mudik Lebaran 2021. Kasus memaki kurir COD juga turut meramaikan jagad berita.

Tak heran berbagai kasus muncul karena berkata kasar yang dulu dibungkam justru semakin terdengar biasa dalam budaya masyarakat kini. 

Siapakah yang salah?

Kultur budaya sopan yang mulai tenggelam menggerus kepekaan individu untuk dapat bersikap santun dalam bertutur kata. Apakah suara hati telah usang? Sehingga dengan mudah mengumpat. Sumpah serapah mengalir begitu saja dengan dashyat. 

Dampak Berkata Kasar
Berkata kasar bagaikan 2 mata pedang. Satu sisi agar terlihat menawan dan disisi lainnya membunuh diri sendiri serta kawan. 

Pada awalnya mengumpat dilakukan sebagai bentuk ekspresi diri akan kekecewaan, amarah, dan kegelisahan. Namun, seiring berjalannya waktu mengumpat digunakan dalam berbagai bentuk ekspresi diri, termasuk ekspresi kegembiraan. 

Mengumpat menjadi suatu kebiasaan yang tak terkendali. Menjadi candu untuk dilontarkan. Sehingga hal-hal kecilpun seringkali disisipkan kata-kata umpatan. 

Tanpa sadar umpatan menjadi identitas diri yang wajar. Bahasa yang menyebabkan manusia dapat mengekspresikan keinginannya dan mengantar untuk mencapai puncak kesejatian dirinya sebagai ciptaan yang berakal dan berbudaya tercoreng begitu saja.

Bahasa kasar juga dapat mempengaruhi pola pikir dalam bertindak dan membentuk psikis diri, baik kepada penutur maupun pendengar. Bahasa tidak hanya sekedar sebagai alat bagi manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya, tetapi juga sangat berpotensi pula untuk mempengaruhi pemikiran seseorang berdasarkan Sumarsono dan Pratana. 

Kata-kata yang ceroboh dapat mengakibatkan perselisihan. Kata-kata yang jahat dapat menghancurkan hubungan baik. Kata-kata yang pahit dapat menimbulkan perasaan benci, kata-kata yang brutal dapat membunuh, kata-kata yang penuh cinta dapat menyembuhkan, kata-kata yang ramah memperlancar jalan kehidupan, kata-kata sukacita dapat membuat hari-hari kita ceria, dan kata-kata yang lemah lembut dapat mengurangi stres menurut Dosen Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Gianti Gunawan. 

Berkata kasar adalah ucapan buruk dari sudut tujuan apapun umpatan itu digunakan. Dampak yang paling otentik dari penggunaan umpatan adalah terbentuknya kepribadian pemarah pada penggunanya dan kepribadian latah pada orang yang selalu mendapatkan umpatan. 

Kepribadian pemarah dan latah dapat berpengaruh buruk pada eksistensi kepribadian seseorang yang menjatuhkan martabat manusia. 

Sifat marah dapat menyebabkan individu kehilangan kontrol emosional dan fungsi kesadaran (akal). Sehingga dapat menggiring kepribadian manusia cenderung kepada nafsu kebrutalan yang dapat berdampak pada diri sendiri dan juga kepada orang lain.

Sedangkan sifat latah sendiri merupakan cerminan sosok manusia yang menjatuhkan derajat kewibawaannya sebagai manusia yang dicitrakan sebagai makhluk yang berakal dan bermoral. 

Mengolah Diri
Pepatah bijak mengatakan hati-hati dengan kata-kata, karena perkataan sejatinya adalah doa. Hal ini perlu disadari secara utuh oleh setiap individu. 

Mengayomi pepatah bijak ini merupakan salah satu bentuk penghargaan untuk menjunjung martabat diri. Pengolahan diri dengan berlatih untuk tidak mengumpat dapat menguatkan kembali eksistensi individu sebagai manusia yang berakal dan bermoral. 

Upaya berlatih diri ini dapat dilakukan dengan cara memberikan waktu jeda untuk berpikir matang dahulu sebelum melontarkan suatu perkataan. 

Tak usah terburu-buru untuk mengeluarkan perkataan, namun merangkainya dahulu menjadi perkataan yang menyenangkan didengar telinga. Merangkai kata agar tetap sopan didengar juga patut dilakukan disaat terjadi perselisihan pendapat.

Berlatih diri dengan menambah pembendaharaan kata-kata baik juga baik untuk dilakukan. Menambahkan pembendaharaan kata baik dengan membaca berbagai artikel dan buku menjadi kamus diri yang dapat diucapkan sesuai dengan kondisi. 

Bahasa adalah sarana kita sebagai manusia untuk berinteraksi dengan manusia
lainnya. Meski bahasa bukanlah satu-satunya sarana berinteraksi tapi bahasa merupakan alat yang paling inti dalam berkomunikasi. 

Karena itu, gunakanlah bahasamu dengan sebaik mungkin agar aktifitas berkomunikasi dengan orang lain dapat terjalin dengan baik pula. Gunakanlah bahasa yang sopan, santun dan enak didengar, walaupun bahasa yang digunakan tak selalu baku. 

Jika bisa hindarilah pemakaian kata umpatan karena dapat memberikan efek yang buruk bagi penutur dan pendengar.

Salam hangat untuk untuk Anda dan keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun