Mohon tunggu...
Lana Firdaus
Lana Firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Syaria dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Eksistensi Sistem Noken dalam Pemilihan Umum Berdasarkan Hukum Adat di Indonesia

8 Juni 2024   12:10 Diperbarui: 8 Juni 2024   12:40 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pola pemungutan suara dalam pemilu yang dilakukan di beberapa daerah di Pulau Papua di sebut sistem noken. Dimana sistem ini berbada dengan yang biasa dilakukan di mayoritas wilayah lain Indonesia.

Noken sebenarnya nama dari sebuah benda yang akrab bagi masyarakat Papua di beberapa wilayah. Noken adalah tas anyaman yang terbuat dari serat kayu. Sistem noken berkaitan langsung dengan kepala adat atau suku. Tak lepas dari budaya masyarakat Papua yang sangat menghormati kepala adat atau suku. Selain itu, pemungutan suara pemilu tidak bisa dilakukan di semua wilayah pedalaman Papua, sehingga dilakukan secara kolektif menggunakan noken.

Dengan demikian, sistem noken dalam pemilu berarti pemungutan suara yang dilakukan menggunakan noken atau tas anyaman. Suara disalurkan atau dikumpulkan secara kolektif menggunakan noken atau tas oleh kepala adat. Tidak diketahui asal mula terdirinya sistem noken. Akan tetapi ada penelitian yang bernama Pieter Ell mengemukakan, konon gagasan penggunaan noken muncul secara spontan dalam sebuah pesta bakar batu yang merupakan sebuah tradisi di Papua. agasan untuk memasukkan surat suara ke dalam noken diterima oleh semua hadirin pesta tersebut dan lalu terus diperkenalkan dan disebarkan ke berbagai tempat hingga akhirnya para kepala suku, tokoh adat, dan tokoh masyarakat menyepakati gagasan tersebut. Dengan demikian, sistem noken digunakan dalam pemilihan umum legislatif, Dewan Perwakilan Daerah, dan Presiden pada tahun 2009 di beberapa kabupaten di wilayah Pegunungan Tengah Papua.

Majelis Rakyat Papua mengklaim bahwa suku-suku di wilayah adat Mee Pago La Pagi sudah mempraktikkan sistem noken sejak lama Menurut mereka, sistem ini pertama kali diterapkan di Republik Indonesia untuk pemilihan umum legislatif tahun 1971. Sementara itu, seorang petugas pemilu di Asolokobal, Jayawijaya, Damianus Wetipo, berpendapat bahwa sistem noken pertama kali digunakan untuk pemilu tahun 1999 yang merupakan pemilu jujur dan adil pertama setelah zaman Orde Baru.

Terdapat dua cara dalam pelaksanaan sistem noken, yaitu sistem noken dan sistem ikat. sistem noken merujuk dari kesepakatan masyarakat setempat yang dilakukan di TPS. Kesepakatan masyarakat dengan surat suara itu, diisi di noken. Sementara, sistem ikat merupakan hasil kesepakatan bersama masyarakat yang diwakili oleh kepala suku, untuk mengisi semua surat suara.

Pemerintah menegaskan sistem pemilu sebagai manisfestasi demokrasi dapat lebih efektif dan efisien dan memenuhi asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber-jurdil). Ini merupakan hasil unifikasi (penyeragaman) hukum dalam penyelenggaraan pemilu secara nasional sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan (pemilu).

"Keanekaragaman suku, budaya, bahasa, adat-istiadat bukan menonjol perbedaan satu sama lain yang menimbulkan iklim kenegaraan kurang kondusif, seperti pemberian suara dengan sistem noken dalam Pemilu di Papua," ujar Staf Ahli Mendagri, Reydonnyzar Moenek menanggapi pengujian Pasal 154 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)

Pemerintah memahami keabsahan sistem "kesepakatan warga" atau aklamasi (noken) di Papua seperti tertuang dalam Putusan MK No. 47-81/PHPU.A-VII/2009. Namun, hal itu hanyalah bersifat kasuistis yang tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemilukada itu, seperti faktor geografis, sosiologis, dan kultur yang terjadi di masyarakat tertentu.

Sebelumnya, ada warga Papua Isman Ismail Asso mempersoalkan sistem coblos dalam Pemilu melalui uji materi Pasal 154 UU Pemilu Legislatif. Pemohon meminta agar sistem noken atau ikat suara agar dapat diterapkan dalam Pemilu 2014. Sebab, beberapa wilayah di Pegunungan Tengah Papua pemberian suara dengan sistem coblos dalam Pemilukada tidak bisa dilakukan, tetapi justru dengan sistem noken. Namun, hingga kini Masyarakat Papua masih beda pendapat menganai pengunnaan sistem noken dalam pemilu 2014 lantaran terbentuk dengan adanya pasal 154 UU pemilu Legislatif dan Peraturan KPU

Terlebih, dalam putusannya, MK telah mengakui pemberian suara dengan sistem noken dalam sejumlah Pemilukada sebagai praktik yang didasarkan adat istiadat setempat yang dijamin UUD 1945. Karenanya, pemohon meminta MK menyatakan frasa mencoblos satu kali dalam Pasal 154 UU Pemilu Legislatif dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai sistem noken hanya berlaku di Papua.

Noken telah disahkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009. Perkara ini bermula dari pemilihan model Noken yang terungkap dalam sidang perkara Nomor 47-81/PHPU.A/VII/2009 di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh dua pemohon yaitu Pdt. Elion Numberi dan Hasbi Suaib, ST . Padahal, yang dipermasalahkan kedua pemohon ini adalah soal perselisihan hasil pemilu anggota DPD, sehingga bukan konstitusionalitas Noken sebagai model pemilu, tapi mau tidak mau, pemilihan model Noken ini berkaitan langsung dengan pemilu. keabsahan pemilu dan jumlah suara yang dipermasalahkan, sehingga ketika suara yang diperoleh dari pemilihan model noken dinyatakan sah, maka secara implisit pemilihan model noken diakui sebagai salah satu tata cara seleksi konstitusi. MK juga menegaskan, dalam budaya masyarakat asli Papua, Noken merupakan kantong khusus yang memiliki fungsi dan makna mulia bagi masyarakat adat Papua. Secara filosofis berarti status sosial, identitas diri dan kedamaian. Dalam diktum terakhir, MK menganggap sistem pemungutan suara dengan Noken adalah sah menurut undang-undang, karena keberadaannya di jamin oleh Pasal 18 UUD 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun