Distruptif Teknologi Era Artificial Intelligent: Mengapa Sebagian Besar Guru Generasi Baby Boomer dan Gen X mengalami Gagap Teknologi?
Di Tengah revolusi teknologi yang kian pesat, memberikan banyak tantangan dan perubahan terutama dalam bidang Pendidikan. Hadirnya Artificial Intelligence (AI) memberikan berbagai warna dalam pembelajaran. Menjadikan teknologi sebagai pintu yang membuka peluang besar untuk menciptakan pembelajaran yang inovatif, dan efisien. Meskipun kemudahan akses teknologi belum diupayakan menyeluruh tetapi Sebagian besar seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan beberapa wilayah lainnya sudah merasakan.
      Teknologi Artificial Intelligent atau disingkat AI (Kecerdasan Buatan) dirancang dengan kemampuan yang dapat meniru kecerdasan manusia dalam berpikir, melalui jaringan dan sistem yang menyerap sekumpulan data untuk menjalankan tugasnya. Disamping itu AI mampu bemberikan kemudahan terutama dalam media pembelajaran dibidang Pendidikan. Seperti penggunaan E-learning membantu dalam penugasan pembelajaran mandiri, Educaplay membantu dalam membuat quiz dan materi ajar menjadi menarik, dan Duolingo membantu guru dalam memberikan pembelajaran Bahasa asing. Sehingga Teknologi menghadirkan metode pembelajaran yang lebih adaptif, interaktif, dan efektif.
Disamping banyaknya manfaat dari teknologi memberikan tantangan pada Sebagian besar tenaga pendidik seperti guru. Di balik optimisme 2045 menuju Indonesia emas ternyata masih terselip Rintangan di dalam dunia pendidikan. Tidak semua guru memiliki penguasaan yang baik dengan teknologi. Banyaknya guru yang mengalami gagap teknologi merupakan masalah vital dalam tonggak pendidikan. Sering sekali guru tidak dapat menyesuaikan kemampuan siswa dalam berteknologi. Fenomena seperti ini akan memunculkan pertanyaan penting, mengapa sebagian besar guru mengalami gagap teknologi?
Gagap Teknologi dalam dunia pendidikan biasanya kerap dialami karena kesenjangan generasi. Perbedaan karakteristik dan pengalaman hidup antar generasi baby boomer, generasi X, generai Milenial, hingga gen z. Memberikan efek dan konsekuensinya dalam kemampuan bertindak, terutama pada generasi baby boomer dan gen x. Mengutip dalam theorical review: teori perbedaan generasi yang ditulis oleh Putra, Yanuar 2017,  Tahun kelahiran 1946-1960 masuk kedalam kategori baby boom generasi,dan  Tahun kelahiran 1960-1980 masuk kedalam generasi X. Bila dikalulasikan usia generasi baby boomer 2024 sekitar 59-76 tahun dan usia generasi X 44-58 tahun.
Disparitas digital teknologi pada generasi baby boomer dan generasi X merupakan salah satu faktor hambatan penguasaan teknologi. Dalam eksposur terhadap teknologi antar generasi, dilatar belakangi dengan pertumbuhan kedua generasi tersebut yang baru terjamah dengan teknologi. Mereka cenderung familiar dengan alat-alat tradisional seperti papan tulis dengan kapurnya, dan buku cetak dengan alat tulisnya. Perangkat lunak atau platform berbasis AI belum ada Ketika usian kedua generasi tersebut tumbuh dalam lingkungan sekolah. Sehingga Ketika mereka menjadi tenaga pendidik teknologi mulai mendisrupsi dunia pendidikan. Generasi baby boomer dan gen x mengalami disorientasi dan kesulitan dalam menggunakan teknologi.
Pemerintah dan beberapa institusi sudah melakukan berbagai Upaya dengan mengadakan pelatihan dan dukungan untuk meningkatkan penguasaan teknologi pada guru sebagai tenaga pendidik. Lalu apakah pelatihan dan dukungan membuat generasi baby boomer dan generasi X melek teknologi ?. Menurut saya belum semuanya, tidak semua guru memiliki kerendahan hati untuk belajar Kembali dengan konsisten, menilai umur mereka yang sudah lanjut usia mengalami polemiknya sendiri. Resistensi terhadap perubahan juga menjadikan alasan beberapa guru generasi baby boomer dan generasi X tidak ikut serta dalam mengarungi arus teknologi. Mereka menilai penggunaan metode tradisional lebih mudah.
Dengan demikian gagap teknologi pada guru generasi baby boomer dan generasi x menjadi tantangan yang harus diatasi Bersama. Meskipun mereka mengalami hambatan dan buta teknologi tidak boleh menjadikan alasan stagnasi dalam dunia pendidikan. Guru dari generasi mana pun tetap memiliki peran dalam membentuk generasi muda anak bangsa. Sehingga pelatihan yang intensif, pendampingan kolaboratif dengan generasi muda yang lebih  melek teknologi dan motivasi untuk belajar kembali akan menghilangkan disruptif. Guru mana pun dapat menjadi pelaku perubahan yang memimpin siswa menghadapi tantangan dan peluang masa depan yang penuh dengan kecerdasan buatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H