Mohon tunggu...
Lamria F. Manalu
Lamria F. Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh Hukum

Berbagi Informasi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hari Buruh: Kilas Balik Pelindungan Buruh Selama Pandemi Covid-19

1 Mei 2021   10:47 Diperbarui: 1 Mei 2021   13:33 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: radarbangka.co.id

Selamat Hari Buruh Internasional! Dilansir dari laman Industrial Worker of The World, tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur para buruh dalam Kongres Sosialis Internasional II di Paris pada bulan Juli tahun 1889. Hal ini kemudian tercatat sebagai perayaan hari buruh pertama kali di dunia. Saat ini setidaknya lebih dari 66 negara di dunia memperingati tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.

Peringatan hari buruh pada masa kemerdekaan di Indonesia dimulai di bawah kabinet Syahrir (1 Mei 1946). Peringatan tersebut terus berlangsung hingga pada tanggal 1 Mei 1950 para buruh mengajukan tuntutan Tunjangan Hari Raya (THR). Perjuangan para buruh mulai membuahkan hasil ketika pemerintah menerbitkan Surat Edaran No. 3676/1954 tentang Hadiah Lebaran pada tahun 1954. Peraturan Menteri Perburuhan No. 1/1961 yang menetapkan THR sebagai hak buruh pun diterbitkan tujuh tahun kemudian.

Namun, peringatan hari buruh dilarang selama masa orde baru, bahkan aksi buruh sering berakhir dengan penangkapan para demonstran. Setelah orde baru berakhir, barulah serikat buruh mulai bermunculan. Hal ini didukung dengan ratifikasi konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi melalui Keppres No. 83 Tahun 1998 yang diikuti dengan lahirnya UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada masa kepemimpinan Presiden B.J. Habibie.

Puncaknya, pada tanggal 1 Mei 2000, ribuan buruh turun ke jalan untuk melakukan aksi. Mereka menuntut agar tanggal 1 Mei dijadikan sebagai hari buruh dan hari libur nasional. Akhirnya, pada tanggal 29 Juli 2013 melalui Keppres No. 24 Tahun 2013 tentang Penetapan Tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari libur untuk memperingati Hari Buruh Internasional.

Hari ini, tanggal 1 Mei 2021, buruh Indonesia kembali memperingati Hari Buruh Internasional. Memasuki tahun kedua pandemi Covid-19 di Tanah Air, sejumlah permasalahan baru harus dihadapi para buruh. Tidak hanya posisi buruh menjadi rentan akibat kondisi keuangan perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19, melainkan juga harus menghadapi risiko tertular virus Corona di tempat kerja. Permasalahan ini tentu membutuhkan campur tangan pemerintah sebagai upaya pelindungan terhadap buruh Indonesia. Berikut ini adalah sejumlah kebijakan yang telah ditempuh pemerintah selama masa pandemi Covid-19.

Pelindungan dari Penularan Virus Corona

Pemerintah telah melarang dan menghentikan sementara penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang didatangkan dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada tanggal 21 Februari 2020. Bagi TKA yang dipekerjakan pada pekerjaan yang bersifat sementara dan masih tinggal di Indonesia tetap dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan. Hal ini diatur dalam Surat Edaran Menaker No. M/1/HK.04/II/2020 tentang Pelayanan Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang Berasal dari Negara Republik Rakyat Tiongkok dalam Rangka Pencegahan Wabah Penyakit yang Diakibatkan oleh Virus Corona.

Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah juga menghentikan sementara proses pelayanan penggunaan TKA untuk permohonan baru melalui Surat Edaran No. M/1/HK.04/II/2021 tentang Pelayanan Penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam Upaya Pencegahan Masuknya Covid-19. SE ini mulai berlaku selama tanggal 15-25 Januari 2021. Menyikapi perkembangan pandemi Covid-19 di Tanah Air, pemerintah kemudian menerbitkan Surat Edaran No. M/3/HK.04/II/2021 tentang Pelayanan Penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam Upaya Pencegahan Masuknya Covid-19. SE ini berlaku pada tanggal 9 Februari 2021 sampai dengan batas waktu yang ditentukan Satgas Covid-19.

Untuk mencegah penyebaran Covid-19, pemerintah melalui Kemenaker telah menerbitkan Surat Edaran No. M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19. Dalam SE ini, setiap pimpinan perusahaan diperintahkan untuk melakukan antisipasi penyebaran Covid-19 dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan seperti perilaku hidup bersih dan sehat dengan mengintegrasikan dalam program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), pemberdayaan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), dan optimalisasi fungsi pelayanan kesehatan kerja.

Pemerintah juga meminta gubernur agar mendorong pimpinan perusahaan menerapkan protokol pencegahan penularan Covid-19 di tempat kerja yang antara lain meliputi: melakukan kampanye perilaku hidup bersih dan sehat, penerapan higiene dan sanitasi perusahaan, memastikan pemakaian alat pelindung diri, melakukan pemeriksaan suhu tubuh, dan membatasi kontak antar pekerja. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Menaker No. M/7/AS.02.02/V/2020 tentang Rencana Keberlangsungan Usaha dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Perusahaan.

Pelindungan Pengupahan

Masih dalam SE No. M/3/HK.04/III/2020, pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang dalam Pemantauan (ODP) berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak dapat masuk kerja paling lama empat belas hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan maka upahnya dibayarkan secara penuh. Pembayaran upah secara penuh ini juga berlaku untuk pekerja/buruh yang dikategorikan suspek Covid-19 dan harus dikarantina/diisolasi menurut keterangan dokter.

Untuk pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena sakit Covid-19 (dibuktikan dengan keterangan dokter), upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan. Khusus untuk perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah daerah guna pencegahan dan penanggulangan Covid-19 sehingga sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah dilakukan sesuai kesepakatan pengusaha dengan pekerja/buruh.

Pemerintah kemudian memandang perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap penetapan upah minimum pada situasi pemulihan ekonomi di masa pandemi untuk memberikan pelindungan dan kelangsungan bekerja bagi pekerja/buruh serta menjaga kelangsungan usaha. Hal ini dituangkan dalam Surat Edaran Menaker No. M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19. SE ini menyebutkan agar gubernur melakukan penyesuaian penetapan nilai upah minimum tahun 2021 sama dengan nilai upah minimum tahun 2020. Gubernur diminta untuk menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020.

Pelindungan Jaminan Kecelakaan Kerja

Berdasarkan Perpres No.7 Tahun 2018 tentang Penyakit Akibat Kerja, Covid-19 dapat dikategorikan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dalam klasifikasi penyakit yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan, yaitu kelompok faktor pajanan biologi. Karena itu pekerja/buruh dan/atau tenaga kerja berhak atas program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kategori dalam Perpres yang diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020 ini terdiri dari: tenaga medis dan tenaga kesehatan; tenaga pendukung (supporting); dan tim relawan (tenaga kerja kesehatan dan non kesehatan). Tenaga pendukung yang dimaksud meliputi cleaning service, pekerja laundry, dan pekerja lainnya yang dalam pekerjaannya menghadapi risiko tertular/terpapar Covid-19 di lingkungan kerjanya tersebut. Untuk kepastian pelindungan, gubernur memastikan setiap pekerja/buruh dan/atau tenaga kerja yang mengalami PAK karena Covid-19 mendapatkan hak manfaat JKK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Gubernur juga diminta untuk memaksimalkan fungsi posko K3 Covid-19 yang ada dalam Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker) melalui website: www.kemnaker.go.id sebagai langkah pencegahan.

Pelindungan Tunjangan Hari Raya

Tahun lalu pemerintah telah menuangkan pemberian THR keagamaan melalui Surat Edaran No. M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Meskipun SE ini memberikan sejumlah keringanan kepada pengusaha, tetapi gubernur diminta untuk memastikan perusahaan agar membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh sesuai peraturan perundang-undangan.

Pada tahun ini, Kemenaker telah menerbitkan Surat Edaran No. M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan pada tanggal 12 April 2021 yang lalu. Untuk memberikan kepastian hukum, gubernur/walikota diminta untuk menegakkan hukum sesuai kewenangannya, membentuk Posko THR dengan memperhatikan protokol kesehatan, dan melaporkan data pelaksanaan THR keagamaan tahun 2021 di perusahaan dan tindak lanjutnya kepada Kemenaker. Hal ini merupakan upaya pelindungan terhadap hak buruh atas THR.

Sumber:

SATU, DUA, TIGA, EMPAT, LIMA, ENAM, TUJUH, DELAPAN, SEMBILAN, SEPULUH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun