Mohon tunggu...
Lamhot Situmorang
Lamhot Situmorang Mohon Tunggu... Petani - Freelancer

Pegangguran yang suka menulis disaat Ultramen tidur

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hilangnya Daya Tarik Masyarakat, Saatnya Museum Bertransisi ke Digitalisasi

8 Agustus 2024   19:36 Diperbarui: 8 Agustus 2024   19:38 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa sedang mengamati foto di museum | kompas.id

Sebelumnya museum menjadi tempat paling menarik untuk dikunjungi, karena kita bisa belajar dan mengenal benda-benda prasejarah secara langsung. Banyak hal positif yang di dapatkan saat berkunjung ke museum, selain pengetahuan anak-anak juga lebih ingin mengalih latar belakang benda-benda tersebut yang pastinya bisa menarik minat anak-anak untuk mempelajari suatu hal yang mereka tidak ketahui.

Jadi tidak heran jika museum sangat sering dikunjungi masyarakat terumata pelajar saat hari libur, para pelajar juga sangat antusias ingin mengenal dan mempelajari setiap benda-benda yang ada di museum. Karena saat itu memang belum ada smartphone dan langkanya warnet (warung internet) ditambah edisi buku pelajaran sejarah tentang benda prasejarah sangat minim, sehingga para pelajar hanya bisa menggali informasi lebih dalam hanya dari museum.

Berkembangnya zaman milenium ke zaman digitalisasi membuat peran museum mulai terabaikan, bahkan sekolah-sekolah pun sudah sangat jarang ditemukan melakukan studi tur ke museum. Hilangnya minat para pelajar berkunjung ke museum juga bisa dikarenakan jarak tempuh yang jauh sehingga harus membutuhkan biaya yang besar jika sekolah ingin mengadakan studi tur.

Namun uniknya, jika biaya dan jarak adalah alasan utama sekolah meniadakan kunjungan ke museum lantas kenapa sekolah-sekolah bisa berpergian retreat ke tempat wisata hingga berkemah.? Permasalahan utamanya adalah adanya kejenuhan berwisata ke museum di era digital.

Harus diakui, saat ini masyarakat terutama para pelajar lebih senang mencari informasi benda-benda prasejarah maupun mahkluk purbakala melalui smartphone-nya karena di internet semua keterangan tersaji secara lengkap. Inilah yang membuat para vakansi enggan berwisata ke museum dan pastinya masyarakat saat ini lebih memilih tempat hiburan untuk berwisata. 

Lantas bagaimana pihak pengelola bisa menarik minat masyarakat termasuk generasi muda untuk kembali berkunjung ke museum?

Pihak pengelola museum harus melakukan renovasi gedung dan tempat-tempat penyimpanan benda-benda prasejarah dan artefak, dengan desain menarik dan modern karena desain yang menarik dapat menarik perhatian generasi muda untuk berwisata. Arsitektur yang unik dan mengesankan tentunya akan menjadi nilai jual, dimana akan banyak yang berswafoto dan mempostingnya ke media sosial masing-masing dan kemudian menjadi referensi bagi orang lain untuk mengunjungi museum.

Peran digitalisasi juga sangat dibutuhkan, dimana sudah banyak museum telah menggunakan monitor layar sentuh yang dimana pengunjung bisa menggerakkan, memutar artefak 3D hanya dengan menyentuh layar saja. Sebagian museum ternama di dunia juga mulai menggunakan teknologi VR (virtual reality) untuk menjaga asetnya dan mempromosikan museum di dunia virtual. 

Digitalisasi museum merupakan hal penting

Museum tradisional harus bisa bergerak mengikuti zaman jika tidak maka keberadaan museum akan terabaikan di era digitialisasi ini, perlunya penerapan beberapa multimedia yang mendukung agar pengunjung cukup mendengarkan dan melihat layaknya menonton TV dirumah. Jadi, pengunjung tidak repot-repot lagi membaca atau menunggu pemandu museum untuk menjelaskan latar belakang benda prasejarah tersebut.

Hal ini juga pastinya mempermudah para pengunjung dalam mengenali benda-benda bersejarah di dalam museum, dan harus diakui untuk bertransisi dari museum tradisional ke museum modern tentunya akan memakan biaya yang sangat besar. Meskipun demikian, mau tak mau pihak pengelola museum harus bertransisi ke era digital secara bertahap, karena museum di beberapa negara saat ini sedang menerapkan museum VR agar pengujung bisa merasakan benda-benda bersejarah tersebut secara virtual.

Meskipun menelan biaya yang sangat besar, tapi hanya dengan cara inilah bisa mempertahankan eksistensi museum tradisional ditengah gempuran dunia digital yang terus berkembang pesat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun