Secara harafiah, kata "Sentani" sebetulnya tidak memiliki arti. Hanya saja orang menyebutnya "Heram" yaitu mereka yang penduduknya tinggal di wilaiyah pantai teluk Numbay dan Youtefa menyematkan nama tersebut untuk menamai keberadaan danau yang juga adalah "Heram"[1]. Demikian perubahan bunyi dan pelafalan yang disematkan para penduduk didaerah itu lambat laun pengucapan (h) dari kata Heram (s) "Setan". Pelafalan itulah yang kemudian menjadi kata Sentani.
Â
Memang gaung nama itu adalah sebutan popular untuk penyematan sebuah tempat nan indah yaitu danau Sentani. Identitas itu pula melekat bagi penduduk yang bermukim di wilayah itu, yang juga adalah suku bangsa Sentani. Tidak diketahui secara pasti dari mana sebetulnnya penduduk yang bermukim di pinggiran danau tersebut berasal.
 Sebagian khalayak berpandangan bahwa mereka adalah penduduk yang memang sejak awal telah menempati sekitar wilaiyah danau Sentani, dan mengklaim sebagai orang pertama yang sejak moyong telah bermukim di wilaiyah tersebut[2]. Tetapi tidak pula sedikit yang meyakini bahwa mereka merupakan penduduk yang bermigrasi dari arah timur di kepulauan pasifik, kemiripan-kemiripan terkait kebendaan atau artefak.Â
Â
Mengenai hal ini, baik pula melihat kembali beberapa mite/ceritera yang berkembang dalam masyarakat Sentani oleh orang-orang yang mewarisi penelusuran sejarah moyang mereka yang telah berhasil dihimpun oleh/disadur kembali oleh Kamma (1956-1963) dan Horgerbrugge (1967).
Â
Mite tentang asal usul penduduk asli sentani dari golongan klen mahue adalah sebagai berikut:[3]
Â
"Pada mulanya, bumi berbentuk telur dan tidak ada manusia didalamnya. Angin utara kemudian memecahkan telur dan terciptalah seorang wanita bernama Kani, yang artinya tanah. Di dalam tanah (bumi) itu kemudian terciptalah seorang laki-laki bernama Mahue, yang tinggal didalam tanah setelah cukup banyak manusia maka mereka memutuskan untuk keluar.Â
Ketiga Monim kembali dari tugasnya ia mendapat marah dar Mahuwe karena terlambat kembali. Monim sangat terpukul dan memutuskan untuk tidak ikut keuar dari dalam tanah, dan mengatakan manusia yang mati akan kembali kedalam tanah juga.Â
Rombongan Mahue keluar di pulau Ajau dan mendirikan kampung Ajau. Setelah rombongan ini berkembang biak dan menjadi banyak, memecahkan diri dalam golongan-golongan kecil dan masing-masing golongan kecil itu mendiami kampung tertentu; Golongan kecil (klen kecil) Ondikleuw membangun kampung Sereh, klen Tokoro membangun kampung putali (Puyo Besar) dan klen kecil Ibo membangun kampung Amatali (Puyo Kecil) dan kampung Ajau.
Isak S. Puhili dkk. 2020."Isoo Moom" Suatu bentuk resiprositas pada suku bangsa Sentani. Kepel pres. Puri Asrsita. A-6, Kl. Kalimantan Ringroad utara Jogjakarta. Bekerja sama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI