Mohon tunggu...
Edy Gunawan ™
Edy Gunawan ™ Mohon Tunggu... -

Edy memang punya Gunawan (gundul yang menawan). Kebanyakan makan menyan, jadi harap maklum kalau agak-agak gila!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan ke Suriah

8 September 2016   18:38 Diperbarui: 8 September 2016   18:59 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya saya punya alasan kenapa saya akhirnya berani menulis tentang konflik di Suriah. Karena pada awalnya sudah dapat dipastikan sebagian besar dari kita akan mengaitkan dengan masalah agama, topik yang sebenarnya sudah gulung tikar di Kompasiana. Tapi kali ini ada rubrik yang sangat cocok, yaitu politik.

Sudah terlalu kenyang saya melihat berbagai macam video dokumenter tentang konflik Suriah. Mulai dari yang soft hingga yang full "graphic" (dijamin Anda akan tahan tidak makan seharian setelah melihatnya). Masing-masing dokumenter mengambil sisi yang berbeda-beda, diambil. Baik dari sisi masyarakat lokal yang dikorbankan, maupun masyarakat yang mengungsi ke negara-negara Eropa. Baik dari sisi negara Barat, maupun dari sisi "orang dalam" yang menjalani konflik tersebut.

Kali ini, "korbannya" adalah Suriah dan negara-negara Timur Tengah sekitarnya. Kita memang tidak banyak tahu dari manakah sebenarnya konflik ini bermula. Ada yang bilang bahwa cikal bakal konflik ini sebenarnya diawali dari konflik Palestina dan Israel, dimana campur tangan Amerika Serikat akhirnya dibalas dengan tragedi 9/11 yang kemudian memunculkan nama Al Qaeda. Masih kuat di ingatan kita, ketika konflik ini merembet ke Asia Tenggara dengan campur tangan warga Malaysia dan kelompok separatis Filipina, hingga akhirnya membuahkan serangkaian peristiwa bom bunuh diri di Indonesia yang dimulai dari Bom Bali. Bagi saya yang berada di sisi netral, apa yang kita lihat hanya sebatas balas-membalas lemparan batu. Konflik Suriah ini seperti ajang pertarungan bebas dimana di dalamnya ada lebih dari 5 orang yang saling bertarung satu sama lain. Dan masing-masing saling berdebat, siapa yang harus dilawan terlebih dahulu.

Awal Konflik

Konflik Suriah diawali dengan demonstrasi damai di tahun 2011 menentang presiden Bashar Al-Assad. Saking ruwetnya kondisi ketika itu, pasukan pemerintah menembakkan peluru ke arah demonstran dan menimbulkan korban jiwa. Beberapa organisasi massa yang di Suriah mulai merapatkan barisan. Bahkan sebagian anggota tentara Suriah yang juga tidak setuju dengan Al-Assad, ikut bergabung dengan organisasi tersebut mengangkat senjata melawan Al-Assad. Perang sipil tak terhindarkan antara pemberontak (yang kemudian disebut Free Syrian Army - FSA) dan pemerintah Suriah.

Sementara itu banyak kelompok-kelompok jihad mulai bergerak ke arah Suriah untuk membantu pemberontak. Al-Assad kemudian melepaskan tahanan yang dituduh bergabung dengan kelompok jihad, dengan tujuan untuk melemahkan kekuatan pemberontak. Anggota kelompok-kelompok jihad ini kemudian memutuskan untuk berdiri sendiri dan merencanakan membentuk organisasi Jabhat Al-Nusra di Januari 2012 disamping mengikuti tujuan utamanya membantu pemberontak melawan Al-Assad. Tanpa disangka, pemberontak dan Jabhat Al-Nusra bergabung untuk ikut menumbangkan kekuasaan presiden Al-Assad. Mereka semakin kuat dan tentunya makin besar.

Melihat kondisi yang semakin tidak enak ini, etnis Kurdi mulai senewen dengan mengangkat senjata demi mempertahankan wilayahnya baik dari pemerintah Al-Assad maupun pemberontak. Mereka memang sejak lama menginginkan kemerdekaan. Dengan demikian, etnis Kurdi jadi salah satu yang tidak berpihak kemana-mana.

Iran yang memang diketahui berada di sisi Al-Assad, mulai mengintervensi "jalannya" peperangan. Iran mulai mengirim logistik, dana dan personel untuk mendukung Al-Assad. Dalam waktu yang bersamaan, taipan kaya Arab Saudi mulai mengirimkan uang untuk mendukung pemberontak, yang kebanyakan dikirim melalui Turki. Tentu Arab Saudi punya agenda sendiri, untuk melawan masuknya pengaruh Iran.

Tambah ruwet lagi ketika Al-Assad menambah kekuatan dengan bergabungnya Hizbullah, yang merupakan organisasi Syi'ah bentukan Iran. Sama juga dengan Arab Saudi, mereka makin banyak mengirimkan uang membantu pemberontak, kali ini melalui Yordania. Kali ini makin jelas tergambar bahwa yang berperang 

Perang makin lama semakin tajam dengan "bergabungnya" Amerika Serikat (AS) di arena pertarungan sebagai pengamat. Karena melihat kondisi perang tersebut, AS berniat memberikan pelatihan militer ke pemberontak melawan Al-Assad, namun rencana itu gagal. Di titik ini AS hanyalah jadi pengamat, sama seperti Rusia yang umumnya berpihak ke Al-Assad.

Makin Ruwet

Agustus 2013, Al-Assad menggunakan bom kimia di kota Al-Ghutah, yang pada awalnya untuk menumbangkan pemberontak namun ternyata banyak masyarakat sipil dikorbankan. Makin marah masyarakat, makin marah juga pemberontak. AS tentu mulai gerah dan akhirnya mulai memberikan pelatihan militer dan makin banyak bantuan senjata ke pemberontak tidak lama kemudian. Secara "resmi" AS telah menjadi "peserta" perang kali ini dengan banyaknya senjata dan pelatihan militer masuk.

Di Februari 2014 semakin menarik lagi, ketika terjadi konflik internal Al-Qaeda. Sekelompok anggota Al-Qaeda mulai tidak sejalan dan tidak sependapat mengenai apa yang terjadi di Suriah. Mereka membentuk organisasi yang disebut Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), yang kemudian menjadi musuh Al-Qaeda. Lebih ruwet lagi, ISIS tidak melawan Al-Assad atau pemberontak. ISIS ternyata berperang melawan etnis Kurdi yang ketika itu berdiri sendiri ditengah konflik 2 kekuatan besar yang bisa dibilang antara Syi'ah dan Sunni. Tujuannya adalah untuk membentuk negara kecil terlebih dahulu. Setelah itu, ISIS mulai menyebar ke seluruh penjuru Irak dengan mencaplok sebagian besar wilayahnya, dan sebagian Suriah.

Dengan semakin terpojoknya pemberontak karena masuknya ISIS, pertengahan 2014 AS semakin banyak memberikan bantuan ke pemberontak Suriah dengan syarat yang cukup unik. AS bersedia membiayai jika pemberontak menggunakannya untuk melawan ISIS, bukan Al-Assad.

Agustus 2015, Turki mulai masuk menjadi peserta. Turki mulai menekan habis-habisan milisi Kurdi dengan melancarkan serangan bom. Turki diketahui memang berada di sisi yang sama dengan AS, namun negara ini tidak melakukan serangan ke ISIS. Dikarenakan Turki juga bingung apakah harus meletakkan Al-Assad atau ISIS sebagai lawan utamanya. Milisi Kurdi juga makin bingung dan mulai meragukan kapasitas AS dalam memerangi ISIS karena adanya serangan Turki terhadap milisi Kurdi.

Karena dengan adanya ISIS dan makin kuatnya pemberontak yang didukung AS, kubu Al-Assad makin melemah. September 2015, militer Rusia masuk ke Suriah dan berjanji akan melawan ISIS. Tetapi faktanya di lapangan, Rusia justru melawan pemberontak terutama yang didukung oleh AS.

Salah satu film dokumenter yang saya lihat, juga menjelaskan bagaimana ruwetnya konflik Suriah yang dicampuri oleh berbagai negara dan pihak. Salah satu reporternya berhasil masuk ke lingkaran dalam anggota-anggota ISIS, tentunya diam-diam. Salah satu anggota ISIS bersedia diwawancara dan menjelaskan kegiatan yang dia lakukan. Dia dulunya adalah anggota jihadis yang kemudian membentuk Jabhat Al-Nusra. Untuk sekian waktu, Jabhat Al-Nusra memang menggabungkan diri ke ISIS. Tujuan Jabhat Al-Nusra di awal cukup sejalan dengan ISIS, melebarkan kekuasaan ke seluruh Suriah. Namun pada akhirnya, Jabhat Al-Nusra memilih berpisah dari ISIS karena tujuan mereka adalah membantu pemberontak dan menumbangkan kekuasaan Al-Assad. Sementara ISIS lebih ke mendirikan negara Islam di sekitaran Suriah dan Irak, dengan menguasai daerah sekitarnya. Sang pemimpin Jabhat Al-Nusra sempat mengutarakan keinginannya berpisah ketika bertemu dengan pimpinan ISIS, dan akhirnya mereka "cerai" secara baik-baik tanpa adanya konflik.

Kamu di pihak mana?

Sekarang, kamu di pihak mana? Dengan banyaknya pihak saling berperang, masing-masing tidak tahu siapa yang harus diperangi. Masing-masing memiliki konflik internal, masing-masing memiliki agenda sendiri. Masing-masing pihak juga bingung siapa yang harus dilawan. Konflik ini bukan semata tentang agama, tetapi lebih kepada politik dan budaya setempat. Sama ketika TNI melawan GAM, tidak berbeda jauh.

Saya berharap, dengan tulisan saya ini tidak ada lagi yang berusaha masuk lingkaran perang itu. Dari semua pihak, hanya ada 1 pihak yang tidak ikut berperang tetapi mereka meraup keuntungan yang sangat besar. Siapakah itu?

Mereka adalah: ARMS DEALER (perusahaan senjata).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun