Mohon tunggu...
Suhermanto Yasduri
Suhermanto Yasduri Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pembelajar seumur hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Valhalla

19 Januari 2015   08:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seusai berlatih di tengah tengah pengembaraan di hari keenam, aku memutuskan untuk berpuasa. Secara fisik aku sangat fit. Tetapi secara mental aku meragukan. Aku tidak ingat siapa raja sang penguasa kami, senopati atau pun anggota pasukanku. Bahkan peperangan besar yang baru saja berakhir juga tidak aku ketahui melawan siapa! Selama ini aku tidak peduli dengan siapa kami berperang. Itulah dharmaku. Sepanjang yang bisa kuingat, aku terlahir untuk berperang. Tidak ada hal lain yang aku pelajari selain bertempur. Ketidakmampuanku mengingat membuatku sedikit cemas.

Di hari ketujuh kami sampai di sebuah kota. Lagi lagi tidak kutemui seorangpun anak manusia. Kota ini sangat aku kenal. Ini adalah kotaraja. Istana ini sering aku kunjungi paling tidak di balairungnya dan tentu saja istalnya. Bagian lain dari istana menjadi areal terlarang bagiku. Ternyata istana ini lebih luas dari yang terlihat mata. Pada saat akan memasuki istana, kedua sahabatku menolak untuk menunggu di luar. Kami harus berdebat lama sebelum akhirnya aku mengalah. Bertiga kami menelusuri bagian - bagian istana yang dulu sangat terlarang. Tempat pertama yang ingin kukunjungi tentu saja keputren! Luar biasa wangi. Ribuan kuntum mawar, melati, kenanga, kanthil, dan tanjung memenuhi sebuah ruangan yang aku kira tempat bersolek putri putri raja. Kolam terbuat dari batu hitam dengan air sebening kristal. Kamar peraduan didominasi warna putih. Sampai lelah aku berjalan mengelilingi istana yang sekarang kosong melompong. Aku tertidur di atas tilam empuk di kamar beraroma wangi pandan milik entah siapa. Lebih melelahkan berjalan di dalam istana daripada bertempur di medan laga.

Aku sudah bosan dalam kesendirian. Aku harus kembali ke medan perang. Aku berteriak memanggil sembarang nama. Hanya si legam dan si coklat yang tertegun melihatku bertingkah aneh. Aku berjalan di atas kasur, melompati dampar kencana, memukul gong sekeras kerasnya, melahap hidangan di meja jamuan istana, melempar tombak sakti milik raja. Tombak yang kulempar tepat mengenai kaca jendela besar di sisi kiri bangunan. Keributan tercipta di balairung yang porak poranda. Jika ketahuan sang raja aku siap dihukum mati. Sepekan lebih aku menanggung hidup dalam derita. Kehidupan tanpa perang menurutku itulah kematian yang paling mengerikan. Aku menghunus keris sakti milik raja. Kutikam dada kiriku! Keris patah. Pedang kutikamkan ke perut. Pedang pun patah. Si legam meringkik panjang. Ringkikannya merangkai sebuah ucapan : "Kau tidak bisa mati dua kali!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun