Mohon tunggu...
dewa cengkar
dewa cengkar Mohon Tunggu... Lainnya - pengangguran

hanya pengangguran biasa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jangan Menulis Iseng ....

22 Agustus 2010   11:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:48 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Profesi apa pun selalu menjadi impian bahkan tidak pernah memimpikan pun akan tiba-tiba datang. Konon bisa secara tiba-tiba, bisa juga melalui proses panjang dan berliku. Mungkin bagi orang berduit profesi apa pun tidak menjadi persoalan dan akan dengan mudah diraih. Terlepas nantinya akan menghasilkan buah atau hanya sekedar nyampah.

Sedangkan bagi orang miskin, menekuni sebuah profesi tidak akan menghasilkan apa pun kecuali bentuk keluh kesah tiada henti. Contoh kecil, Presiden SBY, hanya bermodalkan minat dan bakatnya yang mungkin saja hanya setaikuku jari. Namun karena tergolong orang kecukupan materi, dengan mudah membuat album.

Begitu pun penulis-penulis indi baik dalam bentuk novel, kumpulan cerpen maupun antologi puisi kalau memiliki modal cukup datang ke penerbit dan memberikan naskah. Menanyakan uang cetak dan "jreng" kontan dibayar. Esoknya keluarlah buku luks dengan pelbagai komentar di dalamnya yang menyiratkan pujian membakar.

Profesi apa pun jika ada modal, tidak jadi masalah. Hanya bagaimana kualitas profesinya dapat bertahan lama bahkan sampai menembus pelbagai generasi dan jaman. Tidak hanya untuk saat ini dan esok abis dimakan rayap.

"Jangan sekali-kali berprofesi menulis, kalau orang miskin!" Ucap teman saya dengan nada tinggi. Sambungnya, "kalau hanya untuk iseng-iseng sebagai tempat buang hajat tidak apa lah tapi itu juga harus berhenti tidak boleh dilanjutkan."

Sebuah pekerjaan, katakan lah demikian. Jika menulis sudah menjadi pekerjaan tentu harus dihadapi segala konsekuensinya. Menulis itu modalnya tidak sedikit, bahkan bisa lebih besar pasar daripada tiang. Bagaimana tidak, menulis harus mengorbankan sebagian bahkan hampir delapan puluh persen penghasilan untuk dibelanjakan sebagai modal.

Sedangkan yang tiga puluh persennya lagi boleh untuk konsumsi. Bagi orang miskin, tentu sangat sulit untuk mengalokasikan pendapatan secara timpang. Justru anggapannya yang seratus persen itu harus dikonsumsi. Lho, bagaimana mungkin penghasilan dari menulis untuk modal sedangkan makannya bagaimana?

Itu perjuangan awal, entah kalau bukunya laris manis dan best seller mungkin akan berubah juga prosentasenya. Sebagai penulis pemula, tidak hanya cukup mengeluarkan uneg-uneg atau hanya tempat buang hajat saja. Tapi orientasi harus diubah sesuai dengan perkembangan. Katanya setiap hidup harus mengalami kemajuan?

Kecuali, jika dunia kepenulisan hanya sebuah keisengan belaka tanpa harus menjadi sebuah profesi dan konsekuensinya adalah sebuah resiko. Saya pun teringat seorang kawan yang penulis. Ia menganggap bahwa menulis adalah pekerjaan, setiap katanya harus menghasilkan uang. Lha memang harus dibayar toh, kalau sudah menjadi pekerjaan.

Namun apa yang terjadi, dunia kepenulisan tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat di sekitarnya atau kita, mereka, dia, aku, kami dan nya tidak pernah menghormati profesi itu. Seolah-olah menulis itu gampang. Melalui blog saja, sudah mengklaim bahwa dirinya penulis. Atau menulis beberapa kali di surat kabar dan di muat satu kali sementara sisanya menjadi keranjang sampah sudah mengaku penulis.

Kita sekarang di blog ini pun bukan sedang menjalani pekerjaan sebagai penulis. Kita sedang menikmati sebuah liturgi menulis, tidak lebih dan tidak kurang. Kita hanya merasakan kepuasan ketika, ada orang berkomentar bagus dan ketika dikritik marah. Namun tidak jarang pula, diskusi yang terjadi dan sampai melabar kemana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun