Mohon tunggu...
Sosbud

Belenggu Manusia Zaman Modern

24 Februari 2019   11:46 Diperbarui: 24 Februari 2019   11:49 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi-pagi baca buku sambil ngopi, serta gudang garam dengan kepulan asapnya. Sangat nikmat.

Tulisan ini salinan dari buku bacaan yang dipersingkat seperti pagi yang sepertinya akan dipersingkat oleh tidur.

Dimulai dari zaman pertengahan, alam pikiran barat pada dasarnya adalah alam pikiran mitologis. Pada waktu itu barat begitu terkungkung, seperti ayam dalam kandang. Terkungkung dalam paham keagamaan bahwa seolah-olah tuhan itu membelenggu manusia. Ada banyak tuhan, banyak dewa.

Tapi rupanya pandangan semacam ini semakin ditinggalkan, muncul pemikiran bahwa manusia adalah pusat segala sesuatu. Dewa-dewa itu hanya dianggap mitos karena sesungguhnya memang tidak ada.

Pandangan ini (antroposentrisme) muncul sebagai pendobrak pandangan mitologis secara revolusioner. Manusialah pusat segala sesuatu, manusialah sebagai penguasa realitas, katanya. Oleh karena itu manusialah yang menentukan nasibnya sendiri, bukan para dewa. Manusia dianggap dapat menentukan kebenaran, bukan para dewa, kemudian dewa-dewa dan kitab suci ditinggalkan.

Sesungguhnya antroposentrisme muncul dengan datangnya rasionalisme yang tidak percaya lagi bahwa hukum alam bersifat mutlak. Rasionalisme ini kemudian melahirkan anak yang gagah perkasa; renaisans, yaitu suatu gerakan bangkitnya kembali manusia dari kungkungan mitologi dan dogma-dogma. 

Dengan cita yang besar ingin mengembalikan kembali kedaulatan manusia yang telah dirampas oleh para dewa. Katanya, kehidupan ini berpusat pada manusia, bukan tuhan.

Semangat untuk membebaskan diri dari mitologi ternyata menyebabkan agnostisisme terhadap agama, dan pada Akhirnya menimbulkan sekularisme. Sementara itu, revolusi ilmu pengetahuan dalam semangat non agama dan bahkan anti agama, menghasilkan paham bahwa ilmu pengetahuan secara inheren bersifat bebas-nilai.

Masalahnya di sini saudara;

Dalam kebudayaan modern, suatu kebudayaan yang dominan saat ini, semangatnya berasal dari cita-cita barat untuk lepas dari kungkungan agama.

Manusia yang dulunya merdeka, yang menjadi pusat segala sesuatu, kini telah diturunkan derajatnya menjadi tak lebih sebagai bagian dari mesin raksasa modern. Pandangan manusia tereduksi, nilai manusia terdegradasi oleh proses kerjanya teknologi.

Ketika manusia masih bekerja dengan tangan, dengan alat-alat yang masih sederhana, manusia menjadi penguasa; artinya manusia masih menguasai kerjanya senidri.

Tapi kini, ketika manusia menjadi bagian dari logika produksi teknologi modern, ia hanya menjadi elemen otomatisasi teknologi. Berubah menjadi sekedar sebuah faktor dari mesin, tak lain sebagai bagian dari mesin itu. Manusia di zaman modern ini terbelenggu oleh proses teknologi. ia teralienasi dari kerjanya sendiri, hasil kerjanya, sesamanya, dan masyarakatnya.

Dalam masyarakat yang kapitalistik, manusia hanya menjadi elemen-elemen dari pasar. Kualitas kerja manusia bahkan kualitas kemanusiaan sendiri, ditentukan oleh pasar. Dengan demikian, manusia hanya menjadi bulan-bulanan dari kekuatan pasar.

Dalam masyarakat komunis, manusia menjadi elemen birokrasi. Mereka terpuruk dalam belenggu yang disebut determinese. Manusia dianggap tidak dapat merdeka; karena kesadarannya, keberadaan sosialnya, bahkan keberadaan eksistensialnya. Ditentukan oleh posisi ekonomi, oleh cara produksinya. Manusia dianggap tidak mempunya orientasi transendental. Hanya dianggap sebagai produk masyarakatnya.

Oleh Islam, semuanya akan dirombak. dengan misi pembebasannya. Islam harus melakukan revolusi untuk merombak semua itu. Suatu revolusi untuk pembebasan dari belengu-belenggu baru dalam dunia modern. Dengan visi teologis semacam ini, islam sesungguhnya menyediakan basis filsafat untuk mengisi kehampaan spritual yang merupakan produk dunia modern industrial.

Sungguh sudah saatnya kini islam harus tampil kembali memimpin peradaban dan menyelamatkan manusia dari belenggu dunia modern.

Ringkasan dari salah satu bab dalam buku Prof. Kuntowijoyo (Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun