Mohon tunggu...
Nikita Purnama
Nikita Purnama Mohon Tunggu... -

Only a student learning how to write, spell and read. I'm here for mom.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Özil Dihargai 15 Juta Poundsterling Oleh MU, Lalu Berapa Nilai Saya?

23 Juli 2010   17:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:38 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bisa dibilang gagap World Cup dan baru merasakan euphoria menonton pertandingan sepak bola saat dan sesudah World Cup 2010 kemarin. Saya kemarin mendukung Jerman dengan alasan yang cukup kekanakkan sebenarnya; karena saya menyukai seorang aktor/seniman lawas Jerman bernama Ben Becker. Seiring dengan berjalannya WC, saya menemukan salah seorang pemain yang kemudian diberi titel Germany raising star, Mesut Özil.

Sekarang-sekarang ini saya jadi lebih update tentang segala gosip tentang pemain-pemain UEFA karena saya sering mencari info tentang Mesut. Merasa lumayan shock juga mengetahui kalau ternyata bursa jual-beli pemain sepak bola tidak ubahnya seperti pasar budak atau human trafficking. Masing-masing pemain dibandrol, dikejar, ditawar dan bahkan dibujuk-rayu. Melihat harga Mesut hanya 15 juta pound, pikiran pertama yang muncul di kepala saya adalah "ya ampun, ganteng-ganteng pria murahan!", dan yang kedua adalah "kalau dibandrol, berapa harga yang tepat untuk setiap individu?".

Barusan teman saya menelepon saya dan bercerita. Ya, bisa dibilang dia adalah pribadi yang kesulitan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Manusia tidak sempurna, saya juga memiliki kesulitan yang sama, yang membedakan manusia yang satu dengan yang lain saya yakin hanya kemauan dan pengorbanan yang ia rasa worthed untuk dikeluarkan demi sesuatu.

Teman saya ini memiliki segala sesuatu yang memungkinkan siapapun menyayanginya, tidak pada pertemuan pertama tentu. Tidak sama sekali. Saya butuh waktu 2 tahun menggali personanya sampai akhirnya saya mencintainya di setiap detik hidup saya, bahkan di setiap huruf yang saya ketik sekarang. Dia tidak perhitungan, dia sangat senang memberi, dia cantik, dia menarik, dia cerdas, dan sangat penyayang. Saking penyayangnya, dia melupakan diri sendiri dan menomorsatukan teman-temannya. Dia memiliki tubuh sempurna yang tidak ia jaga dengan baik; "nggak apa gue yang sakit, asal lu orang nggak ikut rusak" adalah apa yang biasa dia katakan.

Menurut saya, itu adalah sifat yang sangat merugikan. Hati saya teriris setiap saya melihat lengannya terdapat goresan-goresan baru--yang walaupun tidak terlalu dalam, tapi sangat jelas masih dalam proses akan mengering. Jantung saya serasa copot ketika dia menangis menceritakan bahwa ia takut hamil seusai menerima penetrasi yang tidak aman. Air mata saya terbit, karena ia tidak tahu betapa berharga dirinya itu.

Malam ini dia merasa bahwa lebih baik dia mati daripada aku harus disibukkan dengan telepon darinya, keluhan dan tangisannya. Tentu, pemikiran untuk melakukan aksi bunuh diri adalah sesuatu yang sangat wajar bagi manusia manapun, tetapi saya ingin menjadi manusia luar biasa. Manusia paranormal. Saya mengajak teman saya itu untuk tidak menjadi manusia biasa. Berkali-kali dia mengulangi semua kesalahannya dengan urutan yang kadang mirip sampai saya pribadi heran, bagaimana bisa dia tidak belajar dari yang sudah pernah terjadi? Apa kata-kata saya yang juga sudah ratusan kali saya ulang, saya ingatkan, tidak ada satupun yang menjadi manfaat untuknya? Satu yang pasti; saya tidak akan pernah lelah untuk mengingatkan dan membantunya. Kendatipun, untuk kesekian kalinya, saya katakan kepadanya; "gue ngedoain lo jangan ditanya lah, selalu. Gue selalu minta, 'ya Allah, lindungilah temanku ini'...tapi kalo temennya sendiri nggak mau jaga diri gimana, dong?".

Dari apa yang dialami teman saya ini, saya mendapat banyak ilmu baru dan rambu-rambu baru dalam kehidupan singkat ini. Toh kita tidak perlu mengalami hal yang tidak mengenakkan untuk bisa menghindarinya, bukan? Kalau sudah mengalami, jangan dijadikan pengalaman ataupun pelajaran. Jangan. Dengan begitu, maka anda akan bertendensi untuk melakukan kesalahan atas nama pengalaman atau pelajaran. Jika sudah terjadi, cukup diingat apa penyebabnya dan tidak untuk dilakukan lagi seumur hidup. Jika belum terjadi, buat agar tidak terjadi dengan mengambil nilai2 di sekitar anda.

Jika anda adalah individu beragama, ingatlah bahwa kita hanya 'dipinjamkan' tubuh ini untuk menjalani hidup. Jika diperlakukan semena-mena, apa anda cukup kaya untuk mengganti kerusakan pada benda ciptaan Sang Penguasa Hari Akhir?

Jika anda adalah seorang atheis, ingatlah betapa berharganya materi yang anda miliki ini. Terlalu berharga untuk hanya diisi dengan kerusakan dan kekosongan, karena toh sesudah hidup tidak ada apa-apa lagi selain kekosongan itu sendiri bukan? Untuk apa hidup dalam kekosongan lalu mati untuk kekosongan? Saya harap hidup anda tidak disia-siakan.

Saya tidak berpendapat bahwa jalan hidup yang saya jalani adalah yang paling benar, yang dapat saya lakukan sebagai manusia adalah berusaha untuk melakukan yang nurani saya anggap paling benar walaupun belum tentu benar. Betapapun sulitnya, saya hanya dapat menghindari hal-hal yang nurani saya anggap paling salah, walaupun belum tentu juga salah. Biarkan nurani anda memilih dan logika anda menjalankannya.

Nikmatilah hidup anda sebaik-baiknya yang nurani anda pilih, dan sebisa mungkin menjauh dari apa yang nurani anda tolak. Sebelum saya mulai off-topic, izinkan saya mengecek berita-berita terbaru Mesut sebelum saya benar-benar tertidur.

Written by: Nikky

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun