Beberapa hari ini kita dikagetkan dengan adanya fitur baru yang ada di aplikasi sejuta ummat yaitu "WhatsApp."
WhatsApp merupakan sebuah aplikasi yang bergerak dibidang komunikasi yang bertujuan untuk memudahkan penggunanya dalam mengirimkan teks, gambar, vidio, ataupun file lainnya melalui koneksi internet.
Aplikasi WhatsApp ini, pertama kali dibuat oleh Brian Acton dan Jan koum pada tahun 2009, akan tetapi pada tahun 2014 CEO Facebook (sekarang Meta Platform) Mark Zuckerberg membeli aplikasi WhatsApp ini seharga $19 miliar.
Untuk Statistik pengguna WhatsApp, Terdapat kurang lebih 2 miliar pengguna aktif bulanan di seluruh dunia, kemudian terdapat 100 miliar pesan dikirimkan setiap hari, dan aplikasi WhatsApp ini tersedia di 180 negara salah satunya yaitu Indonesia.
Indonesia merupakan sebuah negara dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia, dengan jumlah penduduk kurang lebih 278.296.200 jiwa atau sekitar 3,46% dari total penduduk didunia.
Ada hal menarik yang perlu diperhatikan dan dianalisis lebih dalam dengan adanya fitur baru WhatsApp baru-baru ini yaitu artificial intelligence (AI).
Artificial Intelligence (AI) merupakan sebuah teknologi yang dikembangkan untuk mengerjakan atau melakukan tindakan-tindakan yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia. Kecerdasan buatan ini pertama kali dibuat oleh beberapa ilmuan diantaranya : Alan Turing (ilmuan inghris), Marvin Misky (ilmuan Amerika), Jhon McCharthy (ilmuan Amerika), Geoffrey Hinton (ilmuan Kanada), Yan LeeCun (ilmuan Perancis).
Adapun tujuan dari pembuatan artificial intelligence atau kecerdasan buatan ini diantaranya untuk meningkatkan efisiensi, ketepatan, membantu pengambilan keputusan, menekan biaya, membantu penelitian, dll.
Kembali ke fitur baru WhatsApp baru-baru ini, adanya fitur AI di aplikasi sejuta ummat ini tentunya menarik untuk  dicermati dan teliti. Apakah dengan adanya fitur baru ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat atau sebaliknya?
Melansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada tahun 2022 sebanyak 12,44 juta jiwa atau 4,5% penduduk Indonesia merupakan lulusan sarjana (S1), sementara itu terdapat 3, 56 juta jiwa atau 1,3% penduduk Indonesia merupakan lulusan D3. sisanya, terdapat 6, 41% juta jiwa penduduk Indonesia mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi, sedangkan 32,86 juta jiwa atau 11,9% penduduk Indonesia hanya berpendidikan SD.
Apa yang bisa diambil atau disimpulkan dari tingkat pendidikan masyarakat Indonesia dari data BPS tersebut? Dari data tersebut, kita bisa menarik kesimpulan bahwasanya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih belum merata. Bahkan mayoritas pendidikan dari masyarakat kita yaitu lulusan SD dan tentunya akan menjadi problem kedepannya.