Mohon tunggu...
Lalu PatriawanAlwih
Lalu PatriawanAlwih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Postgraduate Universitas Mercubuana

Lalu patriawan Alwih - NIM : 55522110029 - Jurusan Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Mata Kuliah Pemeriksaan Pajak - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo.M.Si.AK.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Model Dialektika Hegelian, dan Hanacaraka Pada Auditing Perpajakan

15 Juni 2024   06:05 Diperbarui: 15 Juni 2024   06:28 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara keseluruhan, dialektika Hanacaraka tidak hanya mengandung nilai-nilai historis dan kultural, tetapi juga filosofis dan spiritual yang dalam, yang dapat memberikan panduan bagi kehidupan manusia dalam mencapai keselarasan dengan diri sendiri, sesama, dan Tuhan.

Hanacaraka merupakan sistem penulisan aksara Jawa kuno yang masih digunakan hingga saat ini, terutama dalam konteks spiritual dan budaya. Tiap aksara dalam Hanacaraka memiliki makna dan filosofi tersendiri yang mendalam. Dalam gambar, aksara Hanacaraka digunakan untuk merepresentasikan tahapan-tahapan dalam siklus pemeriksaan pajak.

Misalnya, aksara "Ha" yang berarti "awalan" dapat melambangkan tahap perencanaan dan persiapan audit. Aksara "Na" yang berarti "kehidupan" dapat dimaknai sebagai tahap penilaian risiko dan pemahaman bisnis wajib pajak. Aksara "Ca" yang berarti "pencapaian" dapat melambangkan tahap pelaksanaan audit lapangan dan pengumpulan bukti. Demikian seterusnya hingga aksara "Ka" yang berarti "akhir" dapat diartikan sebagai tahap pelaporan dan tindak lanjut hasil audit.

Mengaitkan dialektika Hanacaraka dengan auditing perpajakan memerlukan penerjemahan nilai-nilai filosofis dari aksara Jawa ke dalam prinsip-prinsip yang relevan dengan proses audit perpajakan. Berikut adalah bagaimana masing-masing kelompok huruf dalam dialektika Hanacaraka dapat diterapkan dalam konteks auditing perpajakan:

  • Ha-Na-Ca-Ra-Ka (Utusan, napas kehidupan, tugas): Tugas Auditor: Auditor pajak berperan sebagai utusan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan. Mereka harus menjalankan tugas dengan integritas dan objektivitas, memastikan bahwa pajak dihitung dan dibayarkan dengan benar.
  • Da-Ta-Sa-Wa-La (Penerimaan, tidak mengelak): Kepatuhan Wajib Pajak: Wajib pajak harus menerima kewajiban perpajakannya dan tidak berusaha mengelak dari pembayaran pajak yang benar. Mereka harus bersedia melaksanakan dan menerima hasil audit dengan baik.
  • Pa-Dha-Ja-Ya-Nya (Kesatuan zat hidup, tindakan yang sesuai): Kejujuran dan Transparansi: Ada kesatuan antara data yang disajikan oleh wajib pajak dan hasil audit. Wajib pajak harus jujur dan transparan dalam pelaporan pajaknya, sehingga tindakan mereka selaras dengan peraturan perpajakan.
  • Ma-Ga-Ba-Tha-Nga (Penerimaan perintah dan larangan): Kepatuhan pada Regulasi: Auditor dan wajib pajak harus patuh pada peraturan dan perundang-undangan perpajakan. Mereka harus menerima dan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dalam sistem perpajakan.

Implementasi nilai-nilai filosofis dari Hanacaraka dalam auditing perpajakan dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Ha: "Hana hurip wening suci" (Kehidupan adalah kehendak Yang Maha Suci) : Integritas Auditor: Auditor harus bertindak dengan integritas yang tinggi, mencerminkan transparansi dan kejujuran.
  • Na: "Nur candra, gaib candra, warsitaning candra" (Harapan manusia hanya kepada sinar Ilahi) : Keyakinan Auditor: Auditor harus yakin dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip etika dalam melakukan audit, bertindak sesuai dengan prosedur dan standar yang ditetapkan.
  • Ca: "Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi" (Arah dan tujuan kepada Yang Maha Tunggal) : Tujuan Audit: Tujuan dari audit adalah untuk memastikan kebenaran dan keadilan dalam pelaporan perpajakan.
  • Ra: "Rasaingsun handulusih" (Rasa cinta sejati muncul dari kasih nurani) : Empati dalam Audit: Auditor harus memiliki empati dan pengertian terhadap kondisi wajib pajak, sambil tetap teguh pada prinsip-prinsip keadilan dan kepatuhan.
  • Ka: "Karsaningsun memayu hayuning bawana" (Hasrat untuk kesejahteraan alam) : Kesejahteraan Publik: Tujuan akhir dari perpajakan adalah untuk kesejahteraan publik. Auditor memastikan bahwa pajak yang dikumpulkan digunakan untuk kebaikan masyarakat.
  • Da: "Dumadining dzat kang tanpa winangenan" (Menerima hidup apa adanya) : Objektivitas dalam Audit: Auditor harus objektif dan menerima data apa adanya, tanpa bias atau prasangka.
  • Ta: "Tatas, tutus, titis, titi, lan wibawa" (Totalitas dan ketelitian dalam memandang hidup) : Ketelitian Auditor: Auditor harus teliti dan menyeluruh dalam memeriksa laporan keuangan dan dokumen perpajakan.
  • Sa: "Sifat ingsun handulu sifatullah" (Menunjukkan kasih sayang seperti Tuhan) : Pendekatan Humanis: Auditor harus menjalankan tugasnya dengan pendekatan yang humanis dan memahami kondisi wajib pajak.
  • Wa: "Wujud hana tan kena kinira" (Ilmu manusia terbatas namun implikasinya tak terbatas) : Penggunaan Pengetahuan: Auditor harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya secara optimal, meskipun menyadari keterbatasannya.
  • La: "Lir handaya paseban jati" (Mengalirkan hidup sesuai tuntunan Ilahi) : Kepatuhan pada Prosedur: Auditor dan wajib pajak harus mematuhi prosedur dan aturan yang telah ditetapkan.
  • Pa: "Papan kang tanpa kiblat" (Hakekat Tuhan ada di segala arah) : Keseimbangan dalam Audit: Auditor harus memastikan keseimbangan antara kepatuhan pajak dan keadilan bagi wajib pajak.
  • Dha: "Dhuwur wekasane endek wiwitane" (Untuk mencapai puncak, harus dimulai dari dasar) : Proses Bertahap: Audit harus dilakukan secara bertahap dan sistematis untuk mencapai hasil yang akurat.
  • Ja: "Jumbuhing kawula lan Gusti" (Berusaha memahami kehendak Tuhan) : Pemahaman yang Mendalam: Auditor harus memahami secara mendalam aturan perpajakan dan situasi wajib pajak.
  • Ya: "Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi" (Yakin atas kodrat Ilahi) : Kepastian dalam Audit: Auditor harus yakin dan tegas dalam melaksanakan tugasnya.
  • Nya: "Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki" (Memahami kodrat kehidupan) : Pemahaman Intuitif: Auditor harus memiliki pemahaman intuitif terhadap situasi dan data yang dihadapinya.
  • Ma: "Madep mantep manembah mring Ilahi" (Yakin dalam menyembah Ilahi) : Komitmen pada Tugas: Auditor harus memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan tugasnya.
  • Ga: "Guru sejati sing muruki" (Belajar pada nurani) : Pembelajaran Berkelanjutan: Auditor harus terus belajar dan mengembangkan diri untuk meningkatkan kompetensinya.
  • Ba: "Bayu sejati kang andalani" (Menyelaraskan diri dengan alam) : Harmoni dalam Proses: Auditor harus bekerja dengan harmonis, mengikuti prosedur dan aturan yang ada.
  • Tha: "Tukul saka niat" (Segala sesuatu dimulai dari niat) : Niat yang Baik: Audit harus dilakukan dengan niat yang baik untuk mencapai hasil yang adil dan akurat.
  • Nga: "Ngracut busananing manungso" (Melepaskan egoisme pribadi) : Objektivitas dan Ketidakberpihakan: Auditor harus bekerja secara objektif dan tidak memihak, melepaskan ego dan kepentingan pribadi.

Dialektika Hanacaraka, yang merupakan konsep tradisional dari budaya Jawa yang menceritakan urutan abjad Jawa dan makna filosofisnya, dapat dihubungkan dengan auditing perpajakan untuk memberikan perspektif baru tentang proses, moralitas, dan etika dalam auditing. Berikut adalah cara pandang saya memahami penerapan konsep dialektika Hanacaraka dalam konteks auditing perpajakan:

  • Hana (Ada): Pada tahap ini, "Hana" melambangkan keberadaan sistem perpajakan dan peraturan yang ada. Ini juga mencakup adanya transaksi dan aktivitas ekonomi yang menjadi objek perpajakan. Dalam konteks auditing, ini adalah fase pengenalan di mana auditor mengidentifikasi dan mencatat semua kegiatan yang ada dan relevan dengan kewajiban perpajakan.
  • Caraka (Utusan): "Caraka" berarti utusan atau agen. Dalam konteks ini, auditor bertindak sebagai utusan atau agen yang memeriksa dan memastikan bahwa wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Auditor menjalankan tugas investigasi dengan integritas untuk memastikan kebenaran dan keadilan dalam pelaporan pajak.
  • Data (Ada): "Data" menunjukkan bahwa segala sesuatu telah diidentifikasi dan dicatat. Dalam proses auditing, auditor mengumpulkan dan mengkonfirmasi data dari laporan pajak, dokumen pendukung, dan catatan keuangan untuk memastikan akurasi dan keandalan informasi yang dilaporkan oleh wajib pajak.
  • Sawala (Berbicara): "Sawala" berarti berbicara atau berdialog. Tahap ini melibatkan komunikasi antara auditor dan wajib pajak. Auditor mengajukan pertanyaan, meminta klarifikasi, dan mendiskusikan temuan awal untuk memahami lebih dalam situasi wajib pajak dan mendapatkan penjelasan mengenai setiap ketidaksesuaian atau anomali yang ditemukan.
  • Padha (Sama): "Padha" berarti setara atau seimbang. Dalam konteks auditing, ini melibatkan upaya untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban baik dari sisi wajib pajak maupun otoritas pajak. Auditor memastikan bahwa kewajiban perpajakan dihitung dengan adil berdasarkan data yang valid dan transparan, serta wajib pajak diperlakukan dengan adil dan setara.
  • Jayanya (Menang): "Jayanya" berarti kemenangan atau keberhasilan. Keberhasilan dalam auditing perpajakan adalah mencapai kebenaran dan keadilan. Ini berarti mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan atau ketidakpatuhan, memberikan rekomendasi perbaikan, serta memastikan bahwa sistem perpajakan dijalankan dengan benar dan transparan.
  • Maga (Bergerak): "Maga" menunjukkan adanya tindakan atau perubahan. Setelah proses auditing selesai, hasil temuan dan rekomendasi harus diimplementasikan. Ini mencakup tindakan korektif oleh wajib pajak, reformasi dalam prosedur perpajakan, dan peningkatan sistem kontrol internal untuk mencegah kesalahan di masa depan.

Dalam perspektif dialektika Hanacaraka, auditing perpajakan dapat dilihat sebagai proses yang berkelanjutan dan harmonis yang berakar pada moralitas, etika, dan keseimbangan. Setiap tahap dari pengenalan, investigasi, komunikasi, keseimbangan, hingga tindakan perbaikan mencerminkan nilai-nilai filosofi Jawa yang mengutamakan harmoni dan kebenaran.

Dengan pendekatan ini, auditor tidak hanya mencari kesalahan, tetapi juga berperan sebagai agen yang memastikan keadilan dan integritas dalam sistem perpajakan. Mereka berusaha menciptakan keseimbangan antara hak dan kewajiban wajib pajak, serta mendorong perubahan positif yang berkelanjutan dalam sistem perpajakan.

Dengan mengintegrasikan sistem Hanacaraka dalam proses auditing, diharapkan akan menumbuhkan perspektif budaya dan spiritualitas yang lebih dalam bagi para auditor. Setiap tahapan audit tidak hanya dilihat sebagai prosedur teknis semata, namun juga memiliki makna filosofis yang dapat menginspirasi auditor untuk bekerja dengan integritas dan kebijaksanaan yang lebih tinggi.

Studi Kasus: Penerapan Dialektika Hanacaraka dalam Auditing Perpajakan

Latar belakang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun