Gambar menunjukkan model risk pada CRM yang mengukur risiko kepatuhan berdasarkan hak dan kewajiban perpajakan. Hal ini menunjukkan asumsi rasionalitas wajib pajak dalam mengikuti peraturan.
Batasan Rasionalitas:
- Faktor-faktor non-rasional seperti emosi, tekanan sosial, dan kompleksitas peraturan dapat memengaruhi perilaku wajib pajak.
- Model CRM perlu adaptif dan fleksibel untuk mengakomodasi faktor-faktor tersebut.
3. Perspektif Aristoteles (Kebajikan):
Gambar menunjukkan fokus pada kepatuhan formal (mengikuti peraturan) melalui edukasi dan imbalan. Namun, kepatuhan substantif (memahami nilai-nilai di balik peraturan) juga penting.
Membangun Kebajikan Pajak:
- DJP perlu mendorong kepatuhan substantif melalui edukasi tentang nilai-nilai dan tujuan sistem perpajakan.
- Membangun budaya kepatuhan pajak yang positif dan bertanggung jawab di antara wajib pajak.
Kesimpulan:
Model CRM yang diusulkan oleh Direktorat Jenderal Pajak merupakan langkah maju yang positif. Namun, model ini masih dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan aspek manusia, konteks organisasi, dan lingkungan eksternal. Karya Nash, Descartes, dan Aristotle dapat memberikan beberapa wawasan untuk meningkatkan model CRM.
Sekian artikel singkat ini, perlu untuk di garis bawahi bahwa artikel ini merupakan implementasi dari pemahaman saya dalam membaca dan memahami CRM dalam Perspektif Nash, Cartesian dan Aristotle, dan mohon maaf jika dalam pemahaman saya terkait dengan perspektif tersebut masih keliru, hal itu semata - mata dikarenakan kekurangan saya dalam literasi.
Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H