Mohon tunggu...
Lala Riski Wisnu Widayat
Lala Riski Wisnu Widayat Mohon Tunggu... Foto/Videografer - seneng gambar nulis dan jualan

Penggemar Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia Dalam Agama

22 November 2015   15:55 Diperbarui: 22 November 2015   15:55 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terkadang ada masalah yang digadang-gadang dalam kehidupan sehari-hari yakni persoalan Agama dan juga tentang spirtual, dalam hal ini tak banyak yang tahu bagaimana cara menanggapi hal yang berbau religius ini, orangpun kebanyakan hanya akan mempermasalahkan orang dalam tata cara beribadah bukan cara pandang dalam beragama hal ini adalah fakta yang kita lihat sehari-hari. Akal terasa pasif dalam memikirkan hal yang berbau agama, karena jelas masyarakat kita tidak terlalu mau tahu bagaimana Agama itu muncul lalu bagaimana proses budaya yang ada didalamnya bagaimana politik didalamnya, lalu bagaimana orang bisa memandang wahyu secara mistis ataupun secara logis. Secara sains agama memang jarang orang yang mau memikirkan hal ini pasalnya dari kaum agamawan sendiri terlalu bebal menafikan agama jika ditinjau dari segi sains. Agama dalam sains mungkin adalah sebuah penelitian yang darinya hal yang terlihat namun dalam fisika juga kita bisa temukan beberapa gelombang atau sinyal-sinyal kehidupan dari yang tak terlihat

Penulis ingin menggaris bawahi kata tak terlihat, penulis ingin juga menceritakan kejadian menarik dikelas sewaktu pelajaran agama pada semester 1, dalam hal ini penulis terlibat debat dengan dosen Agama yang terang-terang menolak sains pada agama, penulis bertanya "bisakah orang menemui hukum percepatan waktu dalam suatu ilmu dan mengkaji percepatan ilmu lalu mengkomparasikannya pada peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAWW?", lalu beliau menjawab "agama tidak bisa dilogikakan, dan hal ini suatu kesia-siaan", Lalu pepenulis menanggapinya "jika agama tidak bisa dilogikakan, lalu apakah orang-orang yang beragama adalah orang yang tidak punya logika, pasalnya semua hal jika ingin suatu kebenaran pasti mengandalkan logika(walaupun tak semuanya, yang didalam tasawuf juga bisa kita dapati dengan hikmah dan dzauqh disertai dengan hati yang bersih), seorang agamawanpun pasti ketika ingin membandingkan suatu kebenaran dengan agama lain pasti dia akan bilang 'logikanya begini...' pasti hal itu yang akan keluar dari seorang agamawan, lalu jika hal itu tidak bisa dijelaskan dengan sains lalu bagaimana anda menanggapi hal ini peristiwa Rasul bertemu Tuhan dan masih memiliki hijab lagi", beliau bilang "Nabi bertemu dengan Tuhan tanpa hijab dan beliau melihat langsung sosok Tuhan", penulis menanggapinya lagi " jika Nabi dengan tanpa hijab lagi bertemu dengan Tuhan, bukankah itu membatasi Tuhan yang katanya Maha?" beliaupun hanya menyarankan bahwa memang tidak bisa suatu melogikakan agama dan adakalanya bisa dilogikakan.

Maksud penulis mendebat adalah kenapa masih ada orang yang menyingkirkan suatu ilmu dari ilmu lain padahal dalam agama Islam sendiri kita dibolehkan untuk mengambil ilmu dari siapapun dan tuntutan dalam Islam sendiri adalah mencari ilmu sejauh mungkin dimanapun juga. Namun kenapa dan masih disayangkan ada orang yang selalu alergi terhadap ilmu lain dan selalu bersikap superior dengan ilmu lain. Lalu penulis mulai mengidentifikasi bahwa masyarakat berfikir tentang agama pastilah tak lepas jauh dari yang namanya tata cara ibadat atau bentuk ibadat itu sendiri. Inilah PR besar bangsa kita yang jika kita lihat para pemikir seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid(gusdur), Ulil Absar Abdallah yang dengan berani berfikir luwes tentang suatu agama itu bahkan mereka tak sungkan bagaimana memasukan suatu materi dan mengkombinasikannya dengan pembahasan agama. Terakhir penulis ingin menguti sebuah twit dari Dr. Muhsin Labib yang berkata "perlu dibedakan antara, agamawan, agamawang, agamawah, agamawam, dan agamawar"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun