Mohon tunggu...
Lalang PradistiaUtama
Lalang PradistiaUtama Mohon Tunggu... Penulis - Ayah satu anak

Bekerja di Dinas Kominfo dan S2 Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam dalam Cengkraman Hantu Fasisme

6 Desember 2023   11:25 Diperbarui: 6 Desember 2023   11:40 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum kering luka karena saudara muslim di Palestina mengalami penindasan, krisis Rohingya yang merembet hingga dampaknya dirasakan di Indonesia ditambah lagi sisi emosional kita diaduk-aduk oleh hasil Pemilu Belanda. Memang, khususnya orang Indonesia akan merasa begitu dekat dengan sesama muslim terlebih jika mereka sedang mengalami penindasan walaupun berada di tempat yang jauh sekalipun.

Permasalahan yang dihadapi negri-negeri muslim begitu kompleks. Ekonomi, sosial, politik dan lainnya adalah dinamika yang dihadapi negeri muslim baik warga mayoritas maupun minoritas. Kompleksitas yang dihadapi rasanya baru akan disikapi ketika friksi sudah mencapai puncak dan dirasa menyebabkan masalah baru khususnya di negara muslim lain, ambillah contoh Rohingya. Terjadi kegagapan dalam tubuh persatuan negara Islam (OKI) dalam mengatasi isu dan permasalahan yang ada. Masalah yang coba diselesaikan pun kurang komprehensif, misalnya bagaimana warga Rohingya akhirnya kembali harus menjadi manusia perahu terombang-ambing di tengah laut tanpa tujuan yang jelas karena mereka dipandang kurang pandai beradaptasi dengan negara yang siap menampung.

OKI harusnya menjadi katalisator negara-negara Islam untuk lebih bisa mengurai permasalahan secara komprehensif. Posisi tawar OKI sebagai entitas harusnya bisa naik di luar anggota OKI sehingga keberadaan kaum muslim di negara yang bukan mayoritas Islam tidak akan menjadi bulan-bulanan. Selain itu, mitigasi friksi di internal negara muslim juga harus diperhatikan agar tidak terjadi migrasi besar-besaran dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.

CNN (2015) mencatat, migrasi warga timur tengah ke eropa paling banyak karena konflik yang berlangsung secara berkepanjangan. Konflik sektarian seperti Sunni-Syi'ah yang tidak pernah ada ujungnya membuat kita berpikir, apa betul itu semata karena permasalahan dogmatis? Atau justru isu sektarian digunakan untuk kepentingan pragmatis politik saja? Faktanya, friksi terbaru antara Israel-Palestina harusnya membelalakan mata bahwa palestina yang dianggap Sunni ternyata dibantu juga oleh Houthi Yaman dan Lebanon yang konon adalah Syi'ah.

Sudah saatnya umat muslim melakukan introspeksi agar peradaban muslim kembali bangkit. Tentunya dengan memperhatikan perkembangan zaman dan sisi humanis.

Penulis adalah Alumnus Magister Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Saat ini adalah ASN Pranata Hubungan Masyarakat di Pemkab Cilacap, Jawa Tengah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun