Mohon tunggu...
Lalang PradistiaUtama
Lalang PradistiaUtama Mohon Tunggu... Penulis - Ayah satu anak

Bekerja di Dinas Kominfo dan S2 Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mitos Sisifus KPK

11 Mei 2021   07:34 Diperbarui: 11 Mei 2021   07:37 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinamika yang muncul atas mitos Sisifus yang terjadi di KPK ada saat gonjang ganjing di akhir masa jabatan Abraham Samad Cs. Akhir masa Abraham Samad yang kemudian didemisionerkan pada masa Jokowi memunculkan nama pimpinan pelaksana tugas yang pernah menjadi pimpinan di masa Megawati. Apakah ini suatu kebetulan antara Jokowi dan Megawati yang satu partai?

Aura pemberantasan korupsi yang menurun kemudian diejawantahkan lewat IPK (Indeks Persepsi Korupsi) Indonesia di masa Jokowi. Teranyar, IPK Indonesia berada di posisi 102 dari 180 negara yang sebelumnya menduduki peringkat ke-85. Hal tersebut menjadi bukti betapa struggling pemerintahan sekarang memberantas korupsi bahkan di masa yang serba terbuka ini.

Memang tidak ada yang sempurna termasuk pada sistem penguatan pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, banyak yang sepakat kalau system pemebarantasan korupsi sekarang seperti mitos sisifus yang menggelindingkan prestasi dari puncak menuju ke dasar. Mulai dari aksi demonstrasi sebelum pengesahan UU KPK yang baru hingga yang terbaru adalah assessment pegawai KPK yang tidak lolos menjadi ASN karena tes wawasan kebangsaan yang seolah memframing memang ada faksi radikal di lembaga yang pernah dikeramatkan itu.

Aksi Gejayan memanggil misalnya, adalah sebuah aksi yang tadinya dianggap sebagai kebangkitan critical thinking para mahasiswa akan bangsanya. Tapi nyatanya para mahasiswa kembali tertidur dengan bersikap apatis terhadap perkembangan bangsa yang ada. Critical thinking bukan berarti mereka harus bersikap keras menjurus kasar namun hampir tidak terdengar oposan abadi dari pari intelektual muda itu.

Kembali pada pesimisme pemberantasan korupsi. Dengungan pembubaran lembaga anti garong uang rakyat sekarang mengemuka di tengah masyarakat. Tak main-main, lembaga sekelas Pukat UGM pun ikut menyuarakan pembubaran itu. Tak ayal rasa pemisis juga menghinggapi masyarakat umum yang memandang KPK sudah tidak punya taji.

OTT Nyawa KPK?

Tarik ulur status 75 pegawai KPK yang terancam dipecat bukanlah satu-satunya hal yang menarik perhatian public. Pengkebirian KPK lewat revisi UU KPK juga menjadi perhatian masyarakat tapi dalam arti negative yaitu pesimisme. "Hiburan" masyarakat berupa tontonan pejabat public yang digelandang menggunakan rompi oranye adalah hal yang akan dirindukan.

Ya, walaupun dua Menteri Jokowi juga digelandang lewat OTT (Operasi Tangkap Tangan), itu belum cukup memuaskan dahaga masyarakat akan garangnya KPK di medan laga pemberantasan korupsi. Bahkan menurut Zainal Arifin Mochtar, apa yang dilakukan KPK terhadap dua Menteri Jokowi adalah aksi segelintir pegawai KPK yang masih mempunyai idealism. Apakah mereka termasuk 75 pegawai yang yang tidak lolos itu?

OTT juga menjadi keterlenaan KPK dalam hal pemberantasan korupsi. Potong kompas yang dilakukan KPK sebelum revisi UU menjadi preseden buruk untuk mereka sendiri. OTT seperti menjadi pedang bermata dua bagi KPK. Di satu sisi mereka bisa menghentikan hegemoni pemerintahan yang korup 'tanpa' harus bersusah payah mengungkap rumitnya kepintaran koruptor. Di sisi lain mereka menghadapi celah yang suatu hari (sekarang) bisa dibredel yaitu mekanisme OTT yang melalui penyadapan.

Zona nyaman KPK berupa OTT pada masa itu bisa kita sebut sebagai reduksi kelincahan KPK dalam mengungkap kasus-kasus besar. Dan ketika UU KPK direvisi, KPK seolah benar-benar kehilangan tajinya. Padahal, OTT menurut Febri Diansyah (mantan Jubir KPK) adalah nyawa KPK saat melakukan penindakan kepada dua menteri di saat KPK diterpa isu penggembosan. Febri bahkan menyebut OTT adalah jalan penyelamatan muka KPK.

Penggeledahan yang bocor baru-baru ini adalah hanya salah satu contoh betapa sulitnya mengaplikasikan UU KPK yang baru hasil revisi dan itu dimungkinkan juga pada proses OTT mengingat prosesnya sekarang yang agak Panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun