Sebelum populer seperti saat ini, siapa sosok Anies Baswedan? Anies yang juga biasa disapa ABW ini merupakan sulung dari Aliyah Ganis dan A. Rasyid Baswedan (alm.) yang lahir di Kuningan, 54 tahun lalu.
Sebagai cucu dari A.R. Baswedan, seorang pahlawan nasional atas jasa-jasanya dalam kemerdekaan Indonesia, Anies tumbuh besar dan menamatkan jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak (TK) hingga kuliah di Yogyakarta.
Ketika masih mahasiswa, suami dari Fery Farhati ini menjadi pegiat dan aktivis serta diamanahi sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 1992-1993. Atau di kampus lain sering juga disebut Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Aktifnya Anies di kampus tentu tak terlepas dari inspirasi dari sosok kakek dan ayahnya. Anies kecil masih sering mendapatkan wejangan dan nasihat langsung dari kakeknya.
Rasyid Baswedan, sang ayah dari Anies Baswedan, menjadi aktivis mahasiswa dan pernah menjabat sebagai Sekjen Dewan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII). Setelah wisuda dari UII, Rasyid Baswedan yang lahir di Kudus pada 21 September 1932, langsung menjadi dosen di kampus yang berlokasi di Yogyakarta tersebut.
Setelah selesai sarjana, Anies meneruskan pendidikan S2 ke University of Maryland dan doktor di Northern Illinois University, Amerika Serikat. Sebelum menempuh S2 dan S3 di AS, Anies sudah mulai menjadi warga global ketika masih berada di bangku SMA. Saat berada di SMA Negeri 2 Yogyakarta, Anies terpilih sebagai satu dari empat siswa dari Yogyakarta yang mengikuti American Field Services (AFS) Intercultural Program, sebuah lembaga nirlaba di New York, AS.
Pada Agustus 1987, Anies yang saat itu masih berusia 18 tahun sudah belajar hidup mandiri, dengan terbang ke AS. Uniknya, selain membawa bekal berbagai pengetahuan untuk presentasi di sana, ternyata Anies juga membawa blangkon dan surjan. Dia tinggal di rumah keluarga Katolik yang taat. Mereka toleran dan hangat, memberikan kesempatan kepada Anies untuk menjalan shalat dan ibadah lainnya.
Kemudian ayah 4 anak ini terpilih sebagai Rektor Universitas Paramadina periode 2007 - 2014. Bersama dengan teman seide dan seperjuangan, Anies memprakarsai Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) dan Kelas Inspirasi (KI) serta mendukung Indonesia Menyala. Dia juga ikut terlibat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menjadi Tim Delapan (2010), Ketua Komite Etik KPK (2013) dan terpilih menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2014 - 2016), kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta (2017 - 2022).
Berbagai pemikiran dan perspektif dituangkannya dalam buku. Salah satunya buku 'Merawat Tenun Kebangsaan' yang ditulis Anies Baswedan pada tahun 2015, berisi opini yang telah dimuat di berbagai media nasional. Dalam buku itu, dia menyampaikan bawah Republik ini tidak dirancang untuk melindungi minoritas, tidak juga untuk melindungi mayoritas. Republik ini dirancang untuk melindungi setiap warga negara, melindungi setiap anak bangsa.
Sedikit kutipan artikel Anies Baswedan yang dimuat di Harian Kompas, 11 September 2012, bunyinya seperti ini: "Tak penting jumlahnya, tak penting siapanya. Setiap orang wajib dilindungi. Janji pertama Republik ini: melindungi segenap bangsa Indonesia."