Tantangan. Satu kata sakti yang telah membentuk seorang Ir. Tjahjadi Aquasa menjadi seorang pebisnis andal di sektor teknik ketenagalistrikan. Tantangan juga telah mendorong pria jebolan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengambil keputusan untuk berhenti (resign) dari perusahaan untuk mendirikan usaha sendiri sejak usia 28 tahun. Usia yang sangat muda.
Tantangan memiliki arti hal atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan dan mengatasi masalah atau rangsangan untuk bekerja lebih giat.Â
Melalui tantangan itu, Tjahjadi mampu membangun "kerajaan bisnis" Wisma Group sejak 1974, salah satunya PT Wismatata Eltrajaya (WEJ) dan mampu bertahan, bahkan terus berkambang menjadi besar hingga saat ini.
Sebagai seroang engineer bidang elektro, awalnya Tjahjadi mengajar di ITB setelah meraih gelar Insinyur Teknik Elektro dan sempat bekerja di perusahaan.Â
Kepribadian pria kelahiran Jakarta, 1945 ini, suka mendapatkan tantangan. Karirnya terus menanjak. Tjahjadi pun meminta izin ke direksi perusahaan untuk diberikan tantangan dan tanggung jawab baru untuk memimpin anak usaha atau divisi baru.
"Kemudian saya menyampaikan kepada pimpinan perusahaan dengan alasan kuat bahwa saya ingin mendapatkan tantangan lain. Saya memutuskan resign dan mendirikan perusahaan sendiri," ujarnya saat bincang santai di workshop PT Wismatata Eltrajaya di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Rabu (23/6/2021).
Berawal dari 1974, Tjahjadi mendirikan PT Wisma Sarana Teknik, sebuah kontraktor elektrikal. Motivasi utama bukan karena dia ingin menjadi seorang pebisnis, tetapi lebih didorong sosoknya yang menyukai tantangan.
Usaha yang dirintisnya terus berkembang selama 1974 -- 1980 dengan membuka cabang dan anak perusahaan. Karakter seorang Tjahjadi yang menyukai bahkan selalu mencari tantangan, merasa belum puas kendati perusahaannya terus berkembang.
"Saya ingin tantangan lainnya, begitu ada potensi bisnis, saya anggap itu sebuah tantangan. Saya memang gila tantangan. Itu yang membuat saya sangat puas, bukan semata-mata mencari keuntungan," tuturnya.
Dia memahami dunia usaha tidak hanya sekadar hal teknis, tetapi yang paling penting justru pemasaran (marketing). "Kalau pemasaran tidak kuat akan sulit.Â
Jadi, yang saya rintis pertama kali adalah marketing. Kemudian manajemen keuangan [financial management], karena dari sisi keuangan bisa melihat perusahaan sehat atau tidak."