Mohon tunggu...
Sepudin Zuhri
Sepudin Zuhri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Kecil dari Pinggiran Jakarta

11 Agustus 2022   08:18 Diperbarui: 11 Agustus 2022   08:19 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yoyo Supriadi, yang sering disapa Koh Yoyo, merupakan warga keturunan Tionghoa. Pria berusia 45 tahun ini tinggal di Desa Cibunar, Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Sosok pria yang telah memiliki istri dan 2 orang anak ini bekerja sebagai karyawan perusahaan di Jakarta. Dia beragama budha.


Demikian juga dengan anak dan istrinya serta kedua orang tuanya. Dia tinggal bersama ayah dan ibunya. Jadi, di keluarganya sebanyak 6 orang dan memeluk agama Budha. Seminggu sekali, Koh Yoyo bersama dengan keluarganya rutin beribadah ke Wihara/Klenteng di daerah Parung Panjang.

Sebagai informasi, di Desa Cibunar terdapat beberapa keluarga keturunan Tionghoa yang sudah ada sejak dulu kala. Dalam kehidupan sosial, mereka membaur dengan warga lokal, tanpa memandang suku, ras, budaya, dan agama. Sebuah pemandangan kehidupan sosial yang sangat menyejukkan. Hidup berdampingan dengan rukun meskipun memiliki banyak perbedaan seperti suku, budaya, ras, dan agama. Sebagian besar warga lokal memeluk agama Islam.

Terdapat tradisi unik di Desa Cibunar. Setiap perayaan umat Muslim, seperti Maulid Nabi [hari lahir Nabi Muhammad SAW], keluarga Koh Yoyo ikut merayakannya setiap tahun. Jadi, pada hari peryaan Maulid Nabi, keluarga Koh Yoyo memanggil tetangganya untuk datang ke rumah untuk berkumpul dan berdoa. Selain tetangganya, juga terdapat ustaz yang memimpin doa-doa secara Islam, seperti tahlilan dan doa-doa dalam Bahasa Arab.

Berhubung keluarga Koh Yoyo beragama Budha, mereka hanya ikut duduk bareng dan mendengarkan dengan khidmat tahlilan dan doa-doa yang dipimpin seorang ustaz.

Sementara itu, keluarga Koh Yoyo sudah menyiapkan kudapan, kue, bahkan memotong beberapa ekor ayam untuk disajikan bersama. Tidak hanya itu, Koh Yoyo pun menyiapkan nasi kotak dan jajanan (berkatan) untuk dibawa pulang para tentangga yang datang ke rumahnya.

Sebuah pemandangan yang sangat menyejukkan. Sebuah toleransi nyata antarumat beragama. Ini riil terjadi di sebuah desa di pinggiran DKI Jakarta. Ketika terdengar hingar-bingar berita-berita tentang kebencian antarumat beragama, paham ekstremisme, radikalisme, ternyata masih ada sebuah toleransi yang sangat indah di Desa Cibunar.

Demikian juga ketika perayaan Imlek (Tahun Baru China), keluarga keturunan Tionghoa di Desa Cibunar merayakannya. Mereka membagi-bagikan angpao dan memberikan kue-kue kepada para tetangganya.

Contoh kisah Koh Yoyo merupakan bentuk toleransi antarumat beragam. Lalu bagaimana dengan toleransi intraagama (dalam satu agama), yang juga seringkali terjadi perbedaan. Misalnya bagi pemeluk agama Islam, bacaan qunut saat salat Shubuh, bagi yang membaca doa qunut ataupun tidak, tentu harus saling menghormati. Perbedaan-perbedaan yang tidak fundamental seperti ini yang tidak perlu untuk diperuncing.

TOLERANSI UNTUK KEADILAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun