Mohon tunggu...
Nabila Aulia Hasrie
Nabila Aulia Hasrie Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

BA (Hons) - Queen's University of Belfast, the UK MA - Columbia University, the US

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Surat untuk Polri: Buka Kembali Kasus Kematian Misterius Seorang Sopir Pribadi di Mampang

3 Mei 2024   14:45 Diperbarui: 3 Mei 2024   18:01 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disclaimer: Analisa induktif tidak dimaksudkan untuk memfitnah pihak manapun
 
3 Brigadir dan 3 Kematian Tragis dalam 3 Tahun Berturut-turut

Di tahun 2022, seorang brigadir berinisial JH tewas mengenaskan di rumah atasannya dan atas perintah atasannya itu sendiri. Kasus tersebut sempat memicu kehebohan di kalangan masyarakat Indonesia yang hingga kini kerap dikenal sebagai 'Kasus Ferdy Sambo'. Setahun kemudian di bulan September 2023, seorang brigadir lain dengan inisial SH tewas bunuh diri sengan cara yang tragis nan misterius. Lagi-lagi, kematiannya terjadi di rumah atasannya yang menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Utara. Sayangnya, kasus tewasnya Brigadir SH gagal menarik perhatian masyarakat. Hal ini mungkin dikarenakan oleh insidennya yang terjadi di waktu yang berdekatan dengan musim kampanye untuk pemilu 2024. Sehingga, kasus kematian yang mencurigakan itu pun dalam sekejap mata menghilang dari media-media massa; ditenggelamkan oleh topik kontestasi politik.

 
Terlepas dari kedua kasus tersebut, ada satu kasus yang masih sangat segar untuk dibahas. Pada 25 April 2024, seorang brigadir polisi berinisial RAT ditemukan tewas bunuh diri di sebuah rumah di Mampang, Jakarta Selatan. Rumah tersebut diduga milik seorang pengusaha batu bara bernama Indra Pratama, walau kebenarannya masih belum bisa dipastikan. Sejumlah sumber misalnya, mengklaim bahwa rumah tersebut disewakan oleh Alm Fahmi Idris, seorang politisi dari Partai Golkar yang sempat mengisi jabatan menteri kabinet.
 
Kasus ini, sebagaimana yang dipahami oleh penulis, penuh akan tanda tanya. Penulis merasa kasus ini penting untuk dipelajari lebih lanjut oleh para netizen agar publik bisa lebih fokus dalam mengawalnya sampai terusut tuntas demi menuntut keadilan bagi Alm korban. Penulis mendapati terdapat enam kejanggalan dalam kasus bunuh diri Brigadir RAT yang patut digarisbawahi:
 
1. Penutupan Kasus oleh Pihak Kepolisian
Almarhum Brigadir RAT ditemukan meninggal pada 25 April 2024 di dalam sebuah mobil Alphard yang terparkir di halaman rumah milik seorang bos tambang yang digadang-gadang merupakan majikan dari sang korban. Korban diketahui meninggal dunia atas tembakan sebuah senjata api berkaliber 9mm, HS-9, dengan luka tembak di bagian kanan kepalanya.
 
Walau kematian Brigadir RAT disertai sejumlah petunjuk yang menindikasikan bunuh diri, pihak kepolisian harus menginvestigasi lebih lanjut kasus ini. Pasalnya, hanya dalam watu 5 hari, Polri memutuskan untuk menutup kasus ini dengan hasil akhir dari penyelidikan yang disebut sebagai kasus bunuh diri. Penutupan kasus ini di tanggal 30 April kemarin, menurut penulis, adalah tindakan yang terlalu terburu-buru. Bahkan istri beserta keluarga korban menolak ketetapan Polri tersebut. Bagaimana tidak? Hingga detik ini, Polri belum dapat mengungkap motif dari kasus bunuh diri tersebut. Padahal, untuk menyimpulkan sifat dari suatu kasus, perlu terlebih dahulu memahami latar belakang yang mendasari penyebab dari kasus itu sendiri.
 
2. Kejanggalan Metode Bunuh Diri: Waktu dan Tempat
Berdasarkan rekaman CCTV, mobil Alphard yang dikendarai oleh Brigadir RAT masuk ke perkarangan rumah. Beberapa saat kemudian, sejumlah penumpang turun dari mobil tersebut termasuk di antara mereka perempuan yang diperkirakan nyonya dari rumah tersebut beserta anaknya. Hanya dalam beberapa detik setelah para penumpang turun, terdengar suara ledakan dari dalam mobil yang disebabkan oleh letusan peluru. Yang benar saja, Brigadir RAT yang juga berperan sebagai dan tengah berada di kursi sopir tewas bunuh diri. Ini tentu saja hal yang aneh, mengingat pemilihan waktunya yang tidak wajar. Kala itu, waktu masih menunjukan pukul 18.25. Waktu tersebut masih relatif sore, langit belum gelap dan ia diketahui baru saja menyelesaikan tugasnya mengantar balik sejumlah orang ke rumah tersebut. Jikalau memang ia sudah merencanakan bunuh diri (terdapat suatu pola perilaku di kalangan pelaku bunuh diri bahwa mereka punya kecenderungan untuk melakukan perencanaan matang sebelum bertindak), maka seharusnya ia akan memilih waktu dan lokasi yang rasional. Umumnya, para pelaku bunuh diri melakukan aksinya tengah malam, di lokasi yang sepi dan jauh dari keramaian. Ini jelas berbanding balik dengan timeframe yang ia pilih. Seolah-olah, tindakan ini sifatnya spontan dan bukan terencana. Tidak terdapatnya strategi matang yang disusun oleh Brigadir RAT menjadi teka-teki tersendiri. Mungkinkah aksi bunuh dirinya dilakukan secara mendadak karena ada ancaman dadakan? Atau ia memang tidak pernah bunuh diri dari awal?
 
3. Kejanggalan Metode Bunuh Diri: Pemilihan Senjata Api
Selain masalah waktu dan tempat, pemilihan senjata api oleh Brigaidr RAT pun menurut penulis tidak cukup logis. Berdasarkan info yang penulis dapat, senjata api yang dipakai oleh Brigadir RAT adalah HS-9. Sebuah pistol dengan kaliber 9 milimeter, penulis yakin banyak ahli senjata akan menganggap keputusan ini konyol. Tercatat, cukup banyak kasus bunuh diri yang gagal ketika pelakunya menggunakan senjata dengan kaliber tersebut. Jika Brigadir RAT memang miliki niat untuk mengakhiri hidupnya, ia akan memilih senpi dengan kaliber yang lebih besar; yang dapat memberikan ia kematian yang instan untuk mengurangi rasa penderitaan. Brigadir RAT sendiri merupakan anggota kepolisian, sehingga sangat tidak logis jika sseseorang dengan pangkat bintara tidak memiliki pemahaman matang tentang dunia persenjataan. Selain itu, pihak kepolisian juga membeberkan bahwa peluru yang korban letuskan masuk melalui kepala korban di bagian kanan sampai tembus ke pelipis kiri. Bahkan disebutkan, terdapat lubang hasil tembakan di atap mobil, yang lagi-lagi peluangnya sangat kecil dapat terjadi jika dilakukan dengan senjata api dengan jenis tersebut.
 
4. Ada Apa dengan Kamera CCTV?
Menurut sejumlah laman berita, terdapat 20 kamera CCTV di sekitar TKP yang aktif. Namun begitu, tidak banyak media yang mengabarkan kenyataan bahwa terdapat 15 kamera CCTV lainnya yang justru mati mendadak di sekitar waktu kejadian.
 
Walau bisa saja kesalahan teknis menyebabkan hal sejenis ini terjadi, praktik manipulasi rekaman CCTV pada kenyataannya cukup ladzim dilakukan oleh para pelaku kriminal. Oleh karenanya, walau kasus ini dianggap sebagai kasus bunuh diri biasa, mencurigakan rasanya jika CCTV sebanyak itu rusak secara mendadak dalam waktu yang bersamaan. Mungkinkah kematian Brigadir RAT mengandung unsur pidana sehingga pihak-pihak yang terlibat secara sengaja merusak kamera CCTV di lokasi kejadian untuk menghilangkan bukti?

5. Teka-Teki Identitas Majikan 

Hal menarik lainnya yang perlu dipahami dalam kasus ini adalah identitas majikan dari sang korban. Brigadir RAT, terlepas dari keanggotaannya di Polda Sulawesi Utara, diketahui bertugas sebagai pengawal pribadi sekaligus sopir pribadi dari Indra Pratama, seorang pengusaha batu bara. Terdapat ketidaksinkronan mengenai klaim ini; diwarnailah kasus ini dengan sejumlah versi mengenai identitas sang majikan.

 

Versi pertama datang dari istri Brigadir RAT sendiri. Dari sepengetahuannya selama ini, suaminya ditugaskan untuk menjadi ajudan untuk seorang polwan di Jakarta. Polwan itu sendiri tidak diketahui namanya, namun diduga polwan tersebut adalah istri dari seorang pengusaha yang lagi-lagi tak diketahui identitasnya. Versi kedua datang dari kenyataan di lapangan. Di hari meninggalnya Brigadir RAT, ia tampak bertugas sebagai sopir pribadi dari si bos tambang. Seorang tetangga pun bersaksi bahwa Brigadir RAT memang sudah mengemban posisi sebagai sopir pribadi bagi Indra. Walau begitu, muncul pula versi ketiga yang datang dari Indra sendiri. Berdasarkan pengakuannya, ia bukan majikan dari Brigadir RAT, melainkan hanya seorang kenalan. Ia berkata di depan awak media bahwa ia tak pernah menugaskan apapun kepada Brigadir RAT. Dengan penjelasannya tersebut, diimplikasikan bahwa Brigadir RAT hanya mengunjunginya beberapa kali dalam satu waktu dan ia tidak pernah secara terus-menerus berada di rumah di Mampang tersebut, apalagi bekerja sebagai sopir pribadi bagi Indra.

 

6. Plat Mobil Misterius dan Indikasi Keterlibatan Elit

Brigadir RAT ditemukan tewas bunuh diri di dalam mobil Alphard dengan plat B 1544 QH. Kepemilikan dari mobil itu sendiri lagi-lagi masih diperdebatkan, pasalnya, mobil tersebut diduga milik Indra, namun beberapa sumber lainnya menyebutkan bahwa mobil tersebut adalah milik seorang kerabat dari sang korban. Plat dari mobil Alphard itu sendiri sebenarnya merupakan plat DPR, namun Mahkamah Kehormatan Dewan telah mengkonfirmasi bahwa plat tersebut adalah palsu. Identitas dari pemilik plat tersebut wajib dilacak dan diperiksa karena telah melakukan pelanggaran hukum.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun