Mohon tunggu...
Lalacitra Fitri Suwari
Lalacitra Fitri Suwari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Ekonomi Syariah IPB

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Lembaga Keuangan Syariah untuk Memperkuat Pengembangan UMKM di Masa Pandemi Covid-19

14 Maret 2022   22:07 Diperbarui: 14 Maret 2022   22:15 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dimulai sejak kwartal pertama tahun 2020, telah memberi dampak amat besar pada sektor ekonomi dan sosial di Indonesia, yang ditandai oleh melemahnya daya beli atau tingkat konsumsi rumah tangga, adanya ketidakpastian investasi, turunnya harga komoditas, dan memburuknya sistem keuangan, yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik dan keberadaan UMKM. 

Pandemi Covid-19 menyebabkan pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tahun 2020 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak awal tahun 2021 yang berimplikasi terhadap pembatasan aktivitas masyarakat antara lain aktivitas ekonomi, aktivitas pendidikan, dan aktivitas sosial lainnya. Menurunnya berbagai aktivitas ini berdampak pada kondisi kesehatan, sosial dan ekonomi masyarakat. 

 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memiliki kedudukan khusus dan peran besar dalam perekonomian Indonesia. UMKM umumnya memiliki karakter mandiri tanpa memiliki relasi yang luas, atau berada di bawah naungan suatu kelompok usaha. Umumnya, UMKM menggunakan teknologi yang rendah atau sederhana, bahkan usaha mikro sering menggunakan teknologi manual. Keunikan UMKM dibandingkan dengan perusahaan skala besar adalah memiliki pangsa pasar yang lebih sempit. Orientasinya hanya terfokus pada pasar lokal atau lokasi sekitarnya. Modal usaha UMKM sangat terbatas dan akses bantuan permodalan juga relatif sulit diperoleh. Selama pendemi Covid-19, UMKM juga terkena dampak secara serius. Dalam kasus Indonesia, penyebaran pandemi menyebabkan kebangkrutan lebih dari 50 persen UMKM karena guncangan permintaan (Cepel et al. 2020). 

Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) terhadap 206 pelaku UMKM di Jabodetabek menunjukkan bahwa, sebanyak 82,9% UMKM terkena dampak negatif dari pandemi ini. Hanya sebagian kecil atau 5,9% dari pelaku yang justru mengalami dampak positif. Pandemi ini bahkan menyebabkan 63,9% dari UMKM yang terdampak mengalami penurunan omset lebih dari 30% dan hanya 3,8% UMKM yang mengalami peningkatan omset (Katadata.co.id, 2020). Selain itu, UMKM juga menghadapi sejumlah kendala dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya terkait masalah permodalan, ketersediaan bahan baku, dan masalah pemasaran. Menurut Rahmah dkk (2021), sekitar 60-70% UMKM belum mendapat akses atau pembiayaan perbankan. Oleh karena itu, peran bank dan lembaga keuangan sangat penting dalam pengembangan UMKM dengan modal terbatas. 

Pendirian Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah untuk mendukung perekonomian Indonesia. Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan tujuan memperoleh Falah (kedamaian dan kesejahteraan akhirat). Perilaku manusia di sini terkait dengan landasan syariat sebagai acuan perilaku dan kecenderungan fitrah manusia. Kedua hal tersebut saling berinteraksi satu sama lain membentuk mekanisme ekonomi yang unik berdasarkan nilai-nilai ketuhanan. Akibatnya, masalah ekonomi dalam Islam adalah masalah memastikan sirkulasi kekayaan di antara manusia untuk memaksimalkan fungsi kehidupan sebagai hamba Allah untuk mencapai Falah di dunia dan akhirat. 

Kehadiran LKS harus menjadi solusi utama dalam mengentaskan kemiskinan, meningkatkan perekonomian masyarakat dan memberdayakan UMKM di masa depan. Lembaga keuangan syariah juga memegang prinsip keadilan dan kesetaraan antara lembaga yang memberikan pinjaman kepada nasabahnya, berbeda dengan bank konvensional karena pinjaman bank konvensional membebankan bunga yang tidak melihat bagaimana hasil usaha (keuntungan) yang diperoleh nasabah. Hal ini dikarenakan bank konvensional tidak menerapkan sistem akad bagi hasil. Selain itu, orientasi bank syariah tidak selalu berorientasi pada profit, tetapi untuk tujuan sosial. Kemampuan lembaga keuangan syariah untuk melayani sektor bisnis riil sangat dibutuhkan oleh pemerintah. Kepercayaan lembaga keuangan (termasuk kepemilikan pemerintah atas Bank) dalam memberikan kredit kepada pengusaha kecil tidak muncul berdasarkan ide kosong, tetapi berdasarkan pengalaman. Kehadiran lembaga keuangan menjadi tumpuan bagi pemilik UMKM untuk mendapatkan tambahan modalnya melalui mekanisme kredit atau pembiayaan dan menjadi tumpuan investasi melalui mekanisme saving, sehingga lembaga keuangan tanpa disadari pun memiliki peranan yang sangat besar dalam mendistribusikan sumber-sumber daya ekonomi di kalangan masyarakat (Ridwan 2004) .

Hubungan LKS dan UMKM sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan UMKM merupakan usaha yang dikelola oleh pengusaha kecil, dan dengan modal kecil, tetapi mempunyai partisipasi besar sebagai salah satu penyangga tiang perekonomian Indonesia. Selain itu, UMKM adalah bisnis yang sensitif karena kurangnya akses permodalan, kapasitas produksi yang kecil, dan pangsa pasar yang relatif sempit. Permodalan adalah suatu problem dari UMKM. Di sisi lainnya, LKS tidak hanya berorientasi pada pencarian profit semata, melainkan juga memiliki sisi kemanusiaan, yaitu memberdayakan UMKM. Artikel ini membahas karakteristik UMKM dan LKS di Indonesia, dampak pandemi Covid-19 terhadap UMKM, dan peran LKS dalam memperkuat pengembangan UMKM di masa pendemi Covid-19. 

Karakteristik dan Tujuan Pemberdayaan UMKM di Indonesia

  UMKM merupakan singkatan dari usaha mikro, kecil, dan menengah. Dengan demikian, UMKM terdiri dari tiga bentuk usaha berdasarkan skalanya, yaitu; Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, menjelaskan ketiga istilah tersebut sebagai berikut: 

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, yaitu memiliki kekayaan bersih maksimal Rp 50 Juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan kriteria Omset: Maksimal Rp 300 juta. 

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil, yaitu memiliki kekayaan bersih maksimal Rp 50 juta - 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan kriteria Omset: Rp 300 juta - 2,5 Miliar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun