penjelajah amatir yang baru saja membeli perlengkapan hiking lengkap, memutuskan untuk melakukan ekspedisi pertamanya sendirian di Hutan Sukamaju. Dengan penuh percaya diri, ia bersiap-siap membawa ransel yang penuh dengan camilan, peta yang baru dibeli, dan tentunya, ponsel untuk mengambil foto.
Darmin, seorang"Ah, cuma hutan kecil ini, pasti aku bisa menjelajahinya tanpa masalah," pikir Darmin sembari tersenyum lebar. "Kita lihat nanti siapa yang lebih jago, aku atau alam!"
Setelah berjalan hampir satu jam, Darmin merasa peta di tangannya mulai terlihat membingungkan. Ia menatap peta, lalu menatap hutan di depannya. Semua pohon tampak sama!
"Eh, kok pohon di sini mirip semua, ya?" gumam Darmin sambil memutar peta beberapa kali, berharap arah jalan tiba-tiba muncul dengan sendirinya. Namun, yang ada malah dia makin kebingungan. "Astaga, kenapa gak ada GPS di hutan ini?!"
Tidak menyerah, Darmin terus berjalan lurus sesuai dengan instingnya. "Tenang, Darmin, hutan ini gak mungkin seseram di film-film. Belum ada berita soal harimau atau hantu di sini, kok," bisiknya pada diri sendiri. Tetapi, tiba-tiba suara gemerisik terdengar dari balik semak-semak.
Deg! Jantung Darmin berdebar kencang. Matanya menyipit dan ia mulai membayangkan semua skenario buruk yang pernah ia lihat di film horor. "Tenang... mungkin cuma kucing... atau tupai... atau---"
Semak-semak bergoyang lagi, kali ini lebih keras.
Darmin tidak mau ambil risiko. Dengan segala kecepatan yang ia miliki, ia lari terbirit-birit sambil berteriak, "Aaaa! Jangan makan aku! Aku gak enak!"
Larinya semakin kencang, tapi sayang, kakinya malah tersangkut akar pohon, dan ia jatuh terduduk. Saat berbalik, ternyata... seekor kambing hutan yang gemuk menatapnya dengan tatapan polos, mengunyah rumput seolah-olah tidak ada masalah besar yang baru saja terjadi.
Darmin terdiam sejenak, lalu tertawa keras, "Hahaha! Kambing?! Aduh, Darmin, kamu ini penjelajah, bukan tukang ketakutan!"
Namun, kekonyolannya tidak berhenti di situ. Ketika ia memutuskan untuk duduk sebentar, tiba-tiba perutnya keroncongan. "Wah, waktunya makan, nih," ujarnya senang. Ia membuka ransel, mencari camilan yang tadi ia bawa dengan semangat... hanya untuk menemukan bahwa semua camilan sudah dimakan habis di perjalanan awal tadi.
"Astaga, ini baru beberapa jam, dan aku udah gak ada makanan?" Darmin mulai panik.
Tanpa pilihan lain, ia akhirnya nekat berjalan mengikuti suara aliran sungai. Di sana ia berharap bisa menemukan jalan keluar. Di sepanjang perjalanan, Darmin mulai berimajinasi tentang sepiring nasi hangat dan ayam goreng.
Setelah beberapa waktu, akhirnya ia melihat sungai dan mengikuti alirannya, hingga tiba di sebuah desa. Darmin yang sudah kelelahan dan kelaparan langsung disambut dengan tatapan heran dari penduduk desa. Seorang warga mendekat dan bertanya, "Mas, kok bajunya berantakan begitu? Tersesat?"
Dengan sisa-sisa wibawa yang ada, Darmin mengangguk dan berkata, "Tersesat itu cuma perspektif. Saya sedang melakukan ekspedisi."
Penduduk desa tertawa, lalu memberinya makanan. Dalam hati, Darmin bertekad, "Lain kali ekspedisi bareng guide aja, deh. Penjelajah sejati pun butuh bantuan."
Sambil makan dengan lahap, Darmin mendengarkan cerita-cerita warga desa tentang mitos dan legenda yang ada di sekitar hutan Sukamaju. Mereka bercerita tentang sosok penjaga hutan, seorang kakek tua misterius yang konon bisa muncul kapan saja untuk menolong orang tersesat.
"Kalau Mas Darmin tadi ketemu kambing hutan, itu sudah pertanda baik. Katanya, setiap orang yang bertemu kambing di hutan pasti akan selamat," ujar seorang bapak tua sambil mengelus jenggotnya yang panjang.
Darmin hanya mengangguk-angguk, pura-pura percaya. "Iya, Pak. Saya pikir tadi itu predator, tapi ternyata kambing. Bapak tahu gak, kambing itu malah bikin saya lari terbirit-birit!"
Warga desa tertawa mendengar cerita Budi yang penuh kelucuan. Salah seorang dari mereka, bernama Diden, akhirnya menawarkan bantuan untuk mengantarkan Darmin kembali ke kota keesokan paginya.
"Kita istirahat dulu malam ini, Mas. Nanti pagi-pagi kita berangkat, biar Mas Darmin gak perlu takut tersesat lagi," kata Diden dengan ramah.
Darmin merasa lega dan menerima tawaran itu dengan senang hati. Malam itu, dia tidur di bale-bale bambu di depan rumah warga, ditemani suara jangkrik dan gemericik air sungai di kejauhan. Tepat sebelum tertidur, Budi tersenyum dan berpikir, Wah, ternyata jadi penjelajah memang seru, tapi serem juga kalau sendirian.
Namun, sekitar tengah malam, suara aneh mulai terdengar dari balik pohon bambu di dekat rumah. Suara lirih seperti bisikan, "Darmin... Darmin... kamu tidak akan bisa kabur dari hutan ini..."
Darmin bangkit dari tidurnya dengan wajah panik, melihat ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak melihat siapa pun. Dia mencoba kembali tidur, tapi suara itu kembali terdengar, bahkan kali ini lebih jelas, "Darmin... kamu tidak akan bisa kembali tanpa izin..."
Dengan detak jantung berdegup kencang, Darmin memberanikan diri untuk memanggil, "Siapa itu?! Jangan ganggu aku, ya! Aku cuma tersesat!"
Tiba-tiba, seorang pria tua berbaju serba putih muncul dari balik pohon bambu, tersenyum lebar dengan mata yang tajam. Budi terdiam, tidak bisa berkata-kata.
"Aku adalah penjaga hutan Sukamaju," kata kakek tua itu dengan suara berat. "Kau tersesat di wilayahku, dan aku akan membantumu... asal kau berjanji untuk tidak sembarangan lagi di hutan ini."
Darmin menelan ludah. "S-siap, Kek. Saya berjanji! Saya gak akan masuk hutan sembarangan lagi tanpa izin dan tanpa persiapan!"
Kakek tua itu mengangguk puas, lalu berkata, "Besok, Diden akan mengantarmu. Jangan lupa bawa kembali segala yang kau bawa masuk ke hutan. Jangan tinggalkan sampah, dan hargai alam."
Pagi harinya, Darmin bangun dengan perasaan campur aduk. Ia mencari-cari kakek penjaga hutan itu, tapi tidak ada siapa pun kecuali Diden yang sudah siap mengantarnya pulang.
"Diden, tadi malam saya ketemu kakek penjaga hutan itu... Dia bilang akan membantu saya keluar kalau saya janji menjaga alam," kata Darmin sambil mengusap matanya.
Diden tersenyum, "Oh, kalau ketemu kakek itu, berarti Mas Darmin sudah diberkati untuk kembali dengan selamat. Kakek itu memang suka membantu orang tersesat, tapi hanya orang yang benar-benar niat belajar."
Sepanjang perjalanan pulang, Darmin terus memikirkan kejadian itu. Bagaimana mungkin ia bertemu kakek misterius di tengah hutan? Apa itu hanya mimpi? Namun, satu hal yang pasti: Darmin tidak akan lagi menganggap enteng alam. Sekarang, ia menyadari bahwa seorang penjelajah sejati bukan hanya orang yang berani masuk hutan, tapi juga orang yang tahu bagaimana menghormatinya.
Di akhir perjalanan, Darmin dan Diden berpisah di pinggir kota. Sebelum berpisah, Darmin berjanji akan kembali suatu hari nanti, dengan persiapan lebih matang dan hati yang lebih rendah.
Diden hanya mengangguk sambil tersenyum. "Sampai jumpa lagi, Mas Penjelajah. Semoga pengalamanmu kali ini jadi cerita untuk hati-hati."
Dengan hati yang penuh pelajaran, Budi melangkah pergi, siap menceritakan petualangan kocaknya kepada teman-temannya---walau ia mungkin akan menghilangkan bagian ketika ia lari dari kambing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H