Siapa sih yang ingin hidup sendiri di masa tuanya? Jelas gak ada yang mau kan ya? Pastinya hari tua dikelilingi oleh anak , menantu, cucu serta sanak saudara lebih membahagiakan ketimbang hidup sendiri. Ya kan?
Saya jadi ingat diakhir hayatnya ibunda tercinta hidup dikelilingi keluarga. Bahkan ketika detik detik ajal menjemput ibunda tercinta, saya menyaksikanya. Ya saya berada tepat disampingnya dengan menuntunya mengucapkan lafat kalimat tauhid.
Sungguh perpisahan orang yang kita cintai dan sayangi seperti itu pilu sekali 😢
Bagaimana jika meninggal sendiri dan tak ada seorangpun yang tahu? Duhh tragis dan pilu sekali. Inilah yang kini banyak terjadi di Korea. Ya para lansia yang hidup sendiri meninggal tanpa diketahui siapapun.
Biasanya ketahuan setelah lebih dari satu minggu bahkan ada yang hingga berbulan bulan. Kok bisa sih? kemana anak anaknya? Kemana saudaranya? pastinya inilah pertanyaan yang bikin kita keheranan.
Lebih miris lagi saya pernah lihat berita di TV ada ibu usia lanjut yang tinggal dilantai 1 apartemen dan anaknya tinggal dilantai tiga tetapi setelah 1 bulan baru tahu bahwa ibunya meninggal. Itu juga yang mengetahuinya adalah tetangganya yang mencium bau tidak sedap dari apartemenya.
Dasar potret anak tak tau membalas budi orangtua. ibunya meninggal bisa bisanya gak tahu padahal tinggal juga berdekatan.
Beberapa tahun belakangan ini memang di Korea muncul fenomena Doggeonoin yaitu lansia hidup sendiri. Ketika anak anak sudah berkeluarga maka orangtua pun hidup sendiri. Jika sudah memiliki rumah atau apartemen sendiri sih masih lebih ringan, bagaimana jika masih sewa?
Bergantung pada tunjangan pemerintah dan pensiun pastilah kurang jika tempat tinggal masih sewa. Tak jarang para lansiapun masih bekerja agar bisa bertahan disisa hidupnya. Bekerja dengan gaji yang jelas lebih murah dibandingkan dengan usia produktif.
Kerasnya hidup inilah yang tak kala akhirnya membuat lansia di Korea mengambil keputusan bunuh diri. Apalagi jika menderita suatu penyakit. Kebanyakan jalan pintas seperti ini banyak dipilih oleh lansia di korea.
Inilah yang mendorong pemerintah mencari cara agar para lansia di Korea yang hidup seorang diri dan serba kekurangan bisa meringankan beban mereka agar dapat bahagia diakhir hayatnya. Untuk itulah pemerintah membangun apartemen khusus lansia diberbagai kota di Korea untuk mengatasi fenomena ini.
Yup apartemen khusus lansia beda dengan panti jompo. Karena di apartemen ini para lansia bebas melakukan aktifitasnya sendiri. Apartemen lansia ini disebut Gong Gong Silbeojutaeg.
Ruangan apartemen terdiri dari kamar, ruang nonton tv, dapur dan kamar mandi. Tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit juga.
Sepanjang jalan di dalam apartemen dilengkapi dengan pegangan besi yang memudahkan para lansia untuk berjalan. Bahkan yang lebih canggih lagi didalam apartemen masing masing ada bel darurat.
Mau tahu beberapa biaya sewanya? sewanya murah banget. Namun syarat yang bisa menempati apartemen ini hanyalah lansia berusia 65 tahun keatas. Syarat yang kedua mereka terbagi dalam tiga golongan.
Golongan pertama adalah lansia Guggayugongja yaitu para pensiunan pegawai negri, yang kedua Sugeubja yaitu lansia yang benar benar hidupnya susah. Lansia yang ke tiga adalah Dosigeunloja yaitu lansia yang sudah berusia lanjut namun masih bekerja dan gaji yang diterimanya dibawah UMR.
Sewa perbulan adalah 48 ribu won hingga 100 ribu won sementara untuk biaya listrik, air dan gas 30 ribu won saat musim panas sementara saat musim dingin 70 ribu won perbulan.
Para lansia ini setiap bulan memperoleh tunjangan dari pemerintah mulai dari 700 ribu won sampai 1 juta won. Tunjangan dari pemerintah sangat cukup bagi mereka jika tinggal di Gong Gong Silbeojutaeg. Bahkan ditempat ini mereka jauh lebih bahagia karena bertemu dengan teman teman seusianya.
Sebagai menantu dari anak laki laki pertama dikeluarga paksu (pak suami), sebenarnya saya punya tanggungjawab merawat orangtua dari paksu. Ya budaya Korea sebenarnya seperti itu.
Namun mertua tidak menuntut saya melakukannya. Karena beliau lebih senang saya bisa selalu mendampingi putranya. Padahal jujur saya ingin merawat beliau mengingat usianya sudah lebih dari 80 tahun.
Mertua sebenarnya memiliki 3 orang anak. Anak pertama seorang perempuan dan sudah berkeluarga. Anak kedua paksu sendiri dan anak ketiga sudah meninggal tahun lalu karena menderita sakit.
Jika di Indonesia kebanyakan orangtua pasti dirawat oleh anak perempuanya, tapi tidak dengan Korea.
Selama kami tidak berada di Korea sebenarnya mertua tinggal bersama adik laki laki paksu yang belum menikah. Namun sejak ia meninggal, ibu mertua atau kami menyebutnya halmeoni tinggal seorang diri di apartemen miliknya.
Saat kami kembali ke Korea mertua tetap tidak mau tinggal bersama kami. Menurut penuturanya ia tidak mau menjadi orangtua yang serakah.
Dengan tinggal bersama putranya jelas ia pasti akan menyusahkan hidup keluarga putranya. Dan itu tidak baik.... Haduhhh pemikiran yang keliru sekali halmeoni.
Duhh dengarnya sedih banget.... dari kecil anak dirawat disekolahkan banting tulang memenuhi kebutuhan hidup anaknya. Ketika anak sudah besar orangtua malah dilupakan. Bakti anak pada orangtua rasanya barang langka di Korea.
Saya dan paksu sebenarnya tidak tega membiarkan ibu tinggal sendiri, kami ingin beliau tinggal bersama kami. Sekalipun kami memaksanya, beliau bersi keras tidak mau. Akhirnya kami yang mengalah tinggal bersama beliau. Tapi beliau menolaknya....disisa usianya ia lebih senang hidup sendiri.
Beliau hanya ingin kami sekali waktu menengoknya, jika sakit boleh lah merawatnya. Namun selagi sehat biarkan ia tinggal sendiri. Katanya ia ingin seperti teman temanya yang juga tinggal sendiri seperti dirinya.
Ya disekitar lingkungan beliau tinggal ada banyak lansia seperti dirinya. Karena lansia tinggal sendiri sudah menjadi fenomena di Korea.
Beliau hanya kesulitan untuk beres beres apartemenya yang lumayan luas. Ibu mertuapun mempekerjakan pengurus rumah yang datang setiap tiga hari sekali untuk membersihkan rumah.
Suatu hari ketika kami sedang mengunjunginya dan halmeoni sedang bersama putra dan cucunya ditaman. Saya diapartemen bertemu dengan pengurus rumah ibu mertua yang berusia setengah abad.
Awalnya saya menanyakan hal hal tentang ibu mertua apakah merepotkan dirinya. Jika merepotkan saya atas namanya meminta maaf.
Pembicaraan pun berlanjut kearah yang serius... sebenarnya ia ingin tinggal bekerja sambil menemani mertua saya. Tapi dirumah ia pun mengurus ibu mertuanya yang berusia lanjut.
Sayapun bertanya lho kenapa ingin menemani ibu mertua saya? Dari penuturanya terungkap bahwa sebenarnya jauh dilubuh hati ibu mertua ia lebih senang bisa tinggal bersama keluarga putranya. Namun ia tak sanggup berbicara seperti itu karena ia tak ingin menyusahkan putranya.
Ya ampunnn ibu! Ibu punya hak sepenuhnya atas putranya... ibu yang melahirkan menyusui dan membesarkanya. Bukan kah dulu itu putramu juga menyusahkan mu?
Kenapa putramu tak boleh membalas kebaikanmu? Dengan alasan tak mau merepotkan dan menyusahkan. Ibu punya hak untuk dimuliyakan oleh putranya.
Sungguh jangan jangan banyak lansia di Korea yang hidup sendiripun punya pemikiran seperti ibu mertua saya. Mereka sebenarnya tidak ingin hidup sendiri.
Salam Sya, 2019.11.22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H