[caption caption="dokpri.sya"][/caption]"Mam yuk main ke kampung laut?" ucap seorang teman dua tahun yang lalu teman tersebut aslinya dari kampung laut dan telah menetap di kota. "Kampung laut? Hemm sepertinya menarik" sayapun antusias ingin tahu banyak tentang kampung laut. Si teman pun menerangkan ini dan itu hingga huruf A sampai Z keluar dai mulutnya. Semakin didengarkan keteranganya semakin menarik Kampung laut ditelinga saya. Sayapun ngayal datang kekampung laut seperti si bolang (bocah-boca petualang tapi kalau ini diganti "mamalang" mama mama petualang ^_^)Tapi sayang karena waktu saya ditanah air tak banyak jadilah gak jadi huuu.
Ada apa sih di kampung laut? apakah kampungnya ditengah laut? Duh kalau kampungnya ditengah laut bagaimana ya cara mereka bisa bertahan hidup, apa gak takut rumahnya terseret ombak? Hiiii apalagi kalau ada tsunami duh gak kebayang deh. Hemmm jelas pertanyaan-pertanyaan ini yang bikin saya penasaran. Bagaimana mereka mendapatkan air bersih ya? secara air lautkan asin.
Oh apakah kampung mereka seperti sebuah kampung dikamboja yaitu Sihanoukville atau yang lebih dikenal dengan kampung Som sebuah perkampungan yang terapung. Hiksss kalau belum kesana nih pertanyaan-pertanyaan tak terjawab deh. Apalagi kata-kata teman mengiyang-ngiyang ditelinga saya "gak nyesel deh kalau ke kampung laut!"
Hingga awal tahun kemarin kesampaian juga deh. Berangkat bersama rombongan pagi-pagi sekitar jam 7 an biar disana bisa puas menikmati suasana kampung dan bisa pulang sore hari. Kampung laut merupakan sebutan untuk 4 desa perkampungan yang ada di laguna Segara Anakan di Cilacap bagian barat. Empat kampung tersebut adalah desa Ujungalang, Ujung Gagak, Panikel dan Klecas. Untuk menuju ke kampung laut kita mesti naik perahu compreng atau perahu jungkung dari pelabuhan sleko. Kalau dari arah alun-alun kota Cilacap ambil arah yang sebelah barat, lurus saja nanti akan mentok hingga bertemu tulisan "Pelabuhan Sleko".
[caption caption="dokpri"]

Pelabuhan Sleko sebenarnya kalau pulkam setidaknya 2 atau 3 kali saya ketempat tersebut dimalam hari karena nganterin suami yang hobbi mancing dipinggir demaga. Kalau saya perhatikan dari pelabuhan kelihatan disebrang sana sebuah hutan mangrove. Kata teman yang cerita, kampung laut tuh berada disebrang pelabuhan Sleko ini. Hemmm jadi nih saya pikir paling tidak perjalanan hanya butuh 10 menit saja kalau mau nyebrang, sama seperti kalau kita mau nyebrang kepulau nusa kambangan.
Nyatanya lama perjalanan yang dibutuhkan 1,5 hingga 2 jam, tergantung mau naik perahu yang seperti apa? wahhh panjang juga ya? Naik perahu compreng atau perahu Jungkung kita dikenapan biaya 10.000,- sekali jalan. Kalau kapal compreng bentuknya agak besar karena bisa ngangkut berbagai macam barang termasuk motor juga hehe, nah kalau perahu Jungkuk bentuknya kecil dan gak muat banyak orang. Cuma bedanya nih kalau naik perahu compreng perjalanan bisa lebih lama yaitu bisa 2 jam. Sementara naik perahu Jungkung bisa lebih cepat setengah jam.
[caption caption="dokpri"]

Perahu Jungkung biasanya kebanyakan disewa oleh orang-orang yang mau mancing dipinggir-pinggir hutan mangrov. Karena kami pingin yang aman gak kena air jadilah naik perahu Compreng, berangkat jam 7.30 dari dermaga. Perjalanan diawali dengan melintasnya jalur kapal yang keluar dari pelabuhan. Disisi sebelah pelabuhan tampak berjejer beberapa kapal-kapal besar menunggu muatan masuk. Berdiri juga beberapa pabrik besar seperti pabrik bogasari dan pabrik semen.
[caption caption="dokpri"]

Saya sempat bertanya "air disini asin apa enggak sih" si teman menjawab "Coba aja mam Sya". Wahahhah kontan saya ketawa "nyoba nyemplung maksudnya mam?" teman teman yang lain juga ikutan ketawa tawa, duh nih kalau emak-emak pada kumpul ramenya ngelebihin anak-anak. tawapun membahana sampai si bapak pemilik kapal ikutan mesam mesem. "Penasaran je mam, nih air kan kelihatan seperti air tawar apalagi katanya laut tapi kok seperti sungai, dan lagi airnya juga tenang gak ada ombaknya."ucap saya.
"Mam Sya gak tau ya? air disini kan sebenarnya dari samudra hindia cuma kan terhalang oleh pulau nusakambangan jadi nih gak ada ombaknya." ucap si teman yang asli kampung laut. Mulai deh tuh si mama menerangkan ini dan itu. Menurut penuturannya air yang berada disini masuk melalui plawangan atau masuk melalui pintu selat nusakambangan diujung timur maupun diujung barat. Karena nih air laut samudra hindia terhalang oleh pulau nusakambangan jadilah air disini cukup tenang.
[caption caption="sumber ft. googlemap"]

Hal inilah yang menyebabkan segara anakan menjadi lebih dangkal dan timbulah daratan-daratan yang baru. Dan yang lebih memprihatinkan lagi kalau sampai tak diperhatikan apalagi ditangaini oleh pemerintah bukan tak mungkin pintu diplawangan yang membawa air laut dari samudra hindia akan tertutup karena banyaknya lumpur yang terbawa oleh air sungai dari daratan tinggi di sebelah utara. Terang saja jika hal ini terjadi ekosistem di laguna segara anakan akan terganggu.
Dua jam perjalanan serasa singkat mungkin karena saya benar-benar tertegun karena disunguhi oleh pemandangan hutan mangrove yang apik ditambah lagi sesekali melihat para para nelayan sedang menjala ikan atau melihat para bapak-bapak yang hobbi mancing menunggu hasil tangkapanya diatas perahu. Ada lagi yang gak kalah bikin saya terpesona banyak burung-burung yang berterbangan kesana kemari. Duh nama burungnya saya gak tau apa cuma nih lihat tuh burung nyelem nangkep ikan dan terbang lagi sambil membawa ikan segar diparuhnya.
Beberapa kali berpapasan dengan kapal compreng dan kapal Jungkung yang melintas ada juga sebuah kapal yang mengalami mesin mati ditengah jalan. Saya sempat berucap "Duh kasihan amat? gimana kalau gak bisa jalan" si teman berkata "tenang aja mam, mereka berpengalaman kok, kalaupun gak bisa dibenerin nanti ada perahu yang mau nolong kok"
[caption caption="dokpri"]
Dulu suka denger kenapa sampai pulau nusa kambangan di banggun sebagai tempat penjara kelas kakap, karena dipenjara ini orang gak akan mudah kabur karena aliran air laut disini ada arus bawah dan arus atas bahkan ada pusaran air jadi siapa yang berani nyebrang berenang bakalan balik lagi ketempat asalnya. Berarti bener deh tuh kalau ada rambu pusaran air heheh.
[caption caption="dokpri"]

Dulu sesurut-surutnya air laut sebenernya gak sampai kelihatan dangkal airnya, karena akibat lumpur yang dibawa dari sunga-sungai air tawar didaratan tinggi sebelah utara menjadikan permukaan air laut semakin cetek. Makanya kapal juga gak bisa jalan. Pesan si bapak saya dengarkan inilah resikonya kalau datang ke kampung laut jika tak beruntung maka akan menikmati bermalam di sebuah kampung terpencil dari kota cilacap yang nyaris terisolir. Karena udah niat jadi mamalang jadilah resikonya saya terima dengan riang gembira, senantiasa senang dan menari bersama haha hihi tertawa selamanya (minjem kata-kata om Ninoy)
Ok lanjut, sampai jugalah didesa pertama kampung laut yaitu desa Ujungalang. Weeeh ada apa didesa ini? karena saya bukan tamasya jadilah datang kedesa ini untuk mengobati rasa penasaran saya. Memasuki desa ujung alang terlihat beberapa rumah yang cukup sederhana. Dulunya rumah-rumah itu dibangun mengunakan kayu namun sekarang karena banyaknya lumpur dari aliran air jadi sedikit demi sedikit mereka mengumpulkannya dan jadilah daratan, kemudian dibangunlah rumah diatasnya. Agar lumpur tar terbawa air laut saat pasang maka didekat rumah mereka menanam pohon-pohon bakau.
[caption caption="dokpri"]

Naik perahu kesekolah 3000 rupaih pulang pergi sungguh uang transpot yang lumayan kan ya? coba kalau didarat bisa ditempuh naik sepedah. Andaikan ada jembatan penghubung antar desa sungguh keadaan disini mungkin akan lebih baik lagi. Berapa penghasilan ayahnya sebagai nelayan yang belum tentu setiap hari dapat hasil tangkapan yang banyak. Hiksss pantaslah jika saya mendengar dari masyarakat yang saya temui di desa ujungalang ini anak-anak yang putus sekolah. Ada yang karena kekurangan biaya ada juga yang karena tak tahan dengan kondisi alam. Tapi ada juga anak-anak yang berhasil menjadi polisi ataupun jadi guru.
"Disini kalau mau ngelahirin gimana tuh? ada bidan gak mam?" tanya saya pada teman yang asli desa ini." Ada mam, cuma ia tak menetap didesa ini. Bidannya panggilang biasanya penduduk disini sms atau telpon dulu tanya si bidan lagi ada didesa itu atau lagi di kota Cilacap. kalau lagi ke desa ini ya mereka baru nemui." ucap si teman. "Lah kalau keburu lahiran gak ada bidanya gimana mam?" tanya saya lagi. "Ya, lahiran ditolong sama keluarga sendiri mam"
[caption caption="dokpri"]

Saya yang dengernya semakin antusias "Loh kok mba tau kalau di penjara banyak yang berjualan narkoba". "itu sih banyak nelayan yang bilang?" terangnya. "Lah jangan-jangan perdagangan narkobanya melibatkan para nelayan nih mb?" tanya saya. "heheheh, gak tau juga bu."
"Pernah ada gak napi yang kabur kesini mba?" tanya saya "gak berani si bu, kan pasti ketahuan. Semua penduduk sinikan semuanya kenal bu, jadi kalau ada napi yang kabur pasti ketahuan. paling mereka kabur kehutan-hutan bakau bu gak berani kedesa."
Berada didesa ujung alang panas juga ternyata, lebih panas dari kota Cilacap sendiri. Menurut penuturan si mba kalau musim hujan di kampung laut malah panas, sementara musim panas malah suhunya dingin. Hemm bener juga sih kalau musim hujan kan air laut menguap jadilah daerah yang didekat laut kena imbasnya heheh sementara kalau musim panas dipengaruhi oleh angin jadilah karena angin yang kencang kerasa semilir deh.
[caption caption="dokpri"]

Pantai permisan, pantai Kalipat, pantai kalikancana dan beberapa pantai lagi yang namanya jelas baru ditelinga saya. Pantai-pantai yang jarang terjamah oleh manusia kota maka nih pantai masih asri dan dijamin masih perawan yang datang ke pantai ini paling nelayan ataupun penduduk desa kampung laut. Untuk menuju pantai-pantai yang saya sebutkan bisa dilalui memakai perahu juga.
Karena nih judulnya buka ngomogin pantai kita lanjut lain kali ya heheh. Ikuti petualangan mamalang berikutnya kalau saya lagi gak mau nulisnya heheh soalnya saya tuh nulis loncat-loncat kadang nulis tentang China, Vietnam, Korea. Maklumlah 2 tahun habis tiarap dari akun ini dan saat bangun nulisnya jadi linglung. (harap maklumin ya)
Penduduk desa alang bagian pinggiran laut kebayakan nelayan dan pekerja serabutan sementara untuk masyarakat yang berada disisi sebelahnya adalah petani. Katanya nih dalam satu tahun hanya sekali panen besar, wah apa cukup ya memenuhi kebutuhan hidupnya? untuk nambah-nambahin penghasilan biasanya petani ikut nyambi bantu nelayan cari ikan juga.
Saya sempat tanya kenapa gak ada piara kambing. Nah pertanyaan saya itu malah bikin heran orang yang saya tanya, dia juga gak habis pikir kenapa di kampung laut gak ada yang piara kambing padahal rumput di kampung ini subur-subur. Si mba jawabnya enak aja "males kali bu laki-laki disini jadi gak mau miara kambing? lagian kambing kan murah bu, mahal cuma pas hari lebaran doang" Walah si mbak gak tau ya harga kambing tuh mahal mb.
Puas lihat-lihat desa ujungalang dan menikmati beberapa pantai dari kampung laut kamipun pulang dengan membawa bahagia dihati. Pengalaman yang tak terlupakan karena saya bisa melihat kehidupan langsung masyarakat desa ujungalang sebuah desa terpencil yang serba sederhana. Namun masyarakatnya masih bisa merasakan bahagia karena sepiring lauk dimeja makan masih mudah mereka dapatkan dari depaan atau belakang rumahnya.
Dari perjalanan inilah timbul kesadaran dalam diri saya untuk lebih menghargai uang tak perlulah hidup berboros-boros hanya untuk menyenangkan diri yang semu. Belanja ini dan itu padahal sebenarnya barang yang dibelanjakan tak terlalu dibutuhkan. Lebih baik sisihkan sebagian untuk memberi kebahagiaan anak-anak yang putus sekolah di desa ujungalang.
Salam Sya, 2016.02.22
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI