Dari tadi aku memang menyumbat telingaku dengan earphone, tapi tetap saja itu tidak mengalihkan pikiranku. tadinya aku ingin mendengarkan lengkingan suara Freddy Mercuri, namun apa daya, aku tak bisa konsentrasi.Â
Bukan karena ada kerjaan kantor yang belum terselesaikan deadline, tapi hanya karena makhluk bergamis hijau yang berdiri di sampingku. Ya, dia adakah sesosok terbungkus seperti lontong hijau. Ya, warna hijau dominan dari atas kerudung sampai ujung gamis. Apa-apaan model baju dan pilihan warnanya? Dia pikir akan ada lemper show? Ada-ada aja!
Tapi, kenapa aku masih mengurusi orang yang tak aku kenal namanya itu. Yang aku sendiri tak tahu kenapa bisa berpapasan dengan dia akhir-akhir ini. Ya, sosok gamis hijau itu hampir setiap pagi aku temukan dalam satu gerbong kereta yang sama. Gerbong 9! harusnya, dia masuk gerbong 10 saja! Tapi kenapa, dia justru masuk ke gerbong ini dan selalu bersampingan denganku. RISIH!
Namun, setiap kali dia berpeluang mendapay kursi duduk, dia tak pernah mengambil kesempatan itu. Malah, dia membaginya ke penumpang lain. Apa benar dia sengaja ingin berdiri di sampingku? Ah, bodo amat!
Tapi, hari ini, dia tampak tak sesemangat biasanya. Meski aku tak bisa memastikan raut mukanya karena aku tahu, wajahnya tertutup masker. Baiklah, apa itu yang membuat aku peduli? No, aku akan cuek seperti biasanya, seperti tidak ada orang di sampingku. I am alone, anggap itu dan aku harus kembali dengan lagu-lagu Freddy Mercuri yang menghipnotisku!
"Allah..."suara lirih terdengar dari samping kanan telingaku. What? Aku mendengarnya? Ada apa ini...
Aku melihat ke sisi kananku. Keringat menyembur dari keningnya. Matanya menyipit menahan sakit. Aku ingin bertanya, tapi aku tahan. Suara lirih itu kembali berujar, tapi kali ini, kalah oleh suara kereta api yang tiba di stasiun Kebayoran. Stasiun dimana aku dan orang di sampingku itu turun.
Aku bersiap keluar kereta. Namun, kakiku seolah melambat dan langkah ku terhenti. Tentu saja, gadis bergamis itu mengambil langlah di depanku. Barulah aku melangkah menuju pintu keluar dan ke tempat parkir motor. Intinya, kali ini aku membiarkan gadis bersuara lirih itu untuk melangkah dulu, barulah aku melangkah. Come on, se-gentle itukah aku?
Aku kembali menyalakan motor. Aku bangga dengan motorku. Tidak sia-sia pergi apgi pulang petang, akhirnya aku bisa membeli motor gede layaknya motor balap! Okey, aku akan mengendarai motorku meski jarak antara stasiun dan kantor sebenarnya bisa jalan kaki.
Aku melintasi jalan menuju kantor. Guest, what? Gadis itu lagi! Aku menyaksikan dia memegang perut sebelah kiri nya. sementara tangan kanannya menahan tas ransel abu-abu. Ada apa dengan dia?
"Allah...." Suara lirih itu menggangguku. Sakit apa nih bocah?? Batinku penasaran!
Haruskah aku samperin dia dan bertanya,
"Ada yang bisa aku bantu?"
....Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H