Dewasa ini, berita tentang aksi pergerakan solidaritas muslim sangat marak di berbagai media. Bahkan sebelum aksi tersebut terlaksana, berita-berita terkait persiapan aksi pun menjadi highline di berbagai media sosial. Dari aksi tersebut, angka-angka 'iconic' muncul untuk memudahkan label dari aksi solidaritas tersebut. Bahkan menjadi kata kunci yang mudah ditemukan di mesin pencarian google.
Hal ini berdampak pada munculnya artikel-artikel yang memuat banyak pemberitaan terkait aksi tersebut. Bahkan, adanya aksi solidaritas tersebut membuat mata dunia tertuju ke Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia ini.
Baiklah, sebelum membahas lebih jauh tentang angka-angka 'iconic' aksi pergerakan belakangan ini. Ada baiknya kita mengenal 'akar' gerakan Islam Kontemporer. Menurut Abdul Aziz, Ph.D dalam bukunya Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia (2014:8), Pada Umumnya, gerakan-gerakan Islam baik yang tradisional maupun modernis muncul sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, yaitu pada periode 1900-1940-an.Â
Meskipun demikian, akar-akar pergerakannya, khususnya Islam tradisional, telah tumbuh sebelum periode tersebut. Akar-akar gerakan Islam tradisional mulai bersemi sekurang-kurangnya bersamaan dengan masuk dan semakin luasnya pemeluk Islam di pedalaman Jawa pada saat Islam mulai mengalami proses penyerapan dan diserap sekitar abad ke-16 dan ke-17 Masehi.
Masih dari referensi yang sama, di beberapa tempat di Indonesia, hingga akhir tahun 1980-an telah tumbuh gerakan yang terorganisasi yang dimotori secara bersama-sama oleh sejumlah cendekiawan yang berasal dari lingkungan Islam tradisional dan modernis.Â
Kembali ke abad 21, saya ingin mengutip apa yang dituliskan oleh Peter Connolly dalam bukunya' Aneka Pendekatan Studi Agama'. Pada bagian pengantar buku setebal 388 halaman tersebut, Connolly menuliskan bahwa gelombang perhatian terhadap agama belakangan ini meningkat tajam Lebih lanjut, Connolly menyatakan bahwa perhatian terhadap agama bukan saja bersifat teologis, yakni dengan meninggikan minat menjalani kehidupan yang diyakini berlandaskan ajaran suatu agama, yang kini terkenal dengan istilah kebangkitan agama-agama. Semangat ini tidak bersifat lokal tetapi global, membentang dari Timur hingga Barat.
Terlepas dari semua teori di atas, faktanya, Indonesia, khususnya Jakarta yang menjadi tuan rumah bagi aksi-aksi solidaritas muslim, menjadikan mata dunia tertuju kepada persatuan muslim Indonesia. Sehingga, moment-moment pergerakan hari ini, tahun kemarin, akan menjadi sejarah bagi pergerakan muslim ke depannya. Menjadi estapet dakwah persatuan umat Islam di Indonesia yang membuka mata dunia bahwa negara ini memang memiliki semangat untuk menjadi bagian dari pergerakan Islam yang lebih global ke depannya.
Momentum kepedulian dan kesadaran untuk membela Islam terjadi di tanggal 4 november (411). Dari wikipedia berbahasa Indonesia, dengan gamblang kita mendapat info bahwa Aksi 4 November (juga disebut Aksi Bela Al-Qur'an atau Aksi Damai 4 November terjadi pada 4 November2016 ketika demonstran berjumlah antara 50.000--200.00 Â turun ke jalan-jalan di Jakarta, Indonesia untuk memprotes pernyataan Gubernur DKI JakartaBasuki Tjahaja Purnama (atau yang dikenal sebagai "Ahok") yang menghina agama Islam.
Aksi 212
Setelah 411, muncul gerakan selanjutnya, yang terkenal dengan istilah '212'. Baru-baru ini, aksi 212 diangkat ke layar lebar. Menghadirkan sederatan nama artis  yang sering muncul di film-film religi. Aksi 2 Desember atau yang disebut juga Aksi 212 dan Aksi Bela Islam III terjadi pada 2 Desember2016 di Jakarta, Indonesia di mana sedikitnya ribuan massa kembali menuntut Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.Â
Aksi ini juga dikenal dengan sebutan Aksi Damai 2 Desember. Aksi tersebut merupakan peristiwa penuntutan kedua terhadap Ahok pada tahun 2016 setelah unjuk rasa sebelumnya terjadi pada 4 November. Pada awalnya, aksi tersebut rencana diadakan pada 25 November, namun kemudian disepakati diadakan pada tanggal 2 Desember 2016. Aksi ini dilaksanakan di halaman Monumen Nasional, Jakarta. Jumlah peserta hadir berkisar antara 200 ribu. Dari bukti - bukti video yang tersebar di berbagai sosial media dan situs berbagi video melalui tangkapan kamera drone, dapat terlihat bahwa jumlah massa meluas hingga mamadati area Bundaran Hotel Indonesia (HI)
Reuni 212: Reuni 212 adalah sebuah acara yang diadakan oleh Presidium Alumni 212 di Lapangan Monas pada tanggal 2 Desember 2017 untuk merayakan satu tahun Aksi 212 yang menuntut pengambilan tindakan hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif pada masa itu, Basuki Tjahaja Purnama . Selama berlangsungnya reuni, lapangan Monas "diputihkan" oleh peserta reuni, dan mereka membubarkan diri secara damai setelah acara selesai pada pukul 11:30
Aksi 115
Besok, insyaa Allah akan ada aksi solidaritas untuk Palestina. Jumlah massa yang rencananya akan mengikuti Aksi Bela Palestina besok ialah sekitar 7,5 juta orang. Menuru panitai yang dikutip dari beberapamedia, massa akan langsung datang ke Monas dan melaksanakan Shalat Subuh berjamaah hingga Shalat Jumat bersama. Aksi 115 akan berpusat di lapangan Monas. Aksi 115 ini sebagai bentuk protes saat Al-quds akan dijadikan ibukota Israel dan terkait rencana kedubes AS yang memindahkan kantornya ke Al-quds. Hal ini mendapat kecaman dari negara-negara Islam, dan Umat Islam Indonesia pun melayangkan protes dengan aksi 115.
Melihat aksi-aksi yang terjadi belakangan ini, saya jadi teringat sebuat statement bahwa kelompok-kelompok besar para ksatria Islam kuno didorong oleh kecenderungan menuju kepraktisan. Mungkin, kepraktisan di statement tersebut mengandung makna 'simplicity', tapi di postingan kali ini, izinkan saya mengartikannya sebagai tindakan praktis dan spontan. Karena sebuah pergerakan yang lahir dengan spontan menunjukkan betapa pedulinya seseorang/kelompok terhadap apa yang mereka yakini.
Jika bisa dibolehkan berbangga, maka izinkan pula saya berbangga dengan apa yang telah dilihat oleh kedua mata ini. Saat gema takbir berkumandang di Monas, saat orang-orang rela berjalan kaki menuju monas, rela menyewa pesawat demi berpartisipasi, rela juga membawa anak cucu untuk suatu aksi yang menunjukkan betapa cintanya kita dengan Al-qur'an, betapa inginnya kita dicatat malaikat sebagai bagian dari kelompok yang ambil bagian, betapa kita menjadi satu suara, mengibarkan bendera tauhid, bersedekah dengan tenaga, waktu, juga makanan, mungkin tidak berebihan jika saya merasa bangga dengan persatuan ummat.Semoga gema takbir yang dikumandangkan di setiap aksi membuat jiwa kita semakin besar dan bisa mnejadikan kita muslim yang besar, cerdas, juga menjadi manusia yang khoirunnas anfahu linnas.
Segala yang terjadi atas izin Allah, termasuk munculnya angka-angka iconic di setiap aksi pergerakan Islam dewasa ini. Mari, selain aksi, kita juga isi dengan prestasi. Jika satu hari kita bisa kompak menyamakan niat dalam aksi, maka sisa-sisa harinya kita isi dengan ilmu dan amal. Karena Negara ini telah diamanahkan muslim yang luar biasa berdaya dan saya haqqul yakin, Insyaa Allah, ukhuwah Islamiyyah yang terjaga akan menghasilkan rasa kasih sayang dan saling memiliki. Amiin
Jakarta, 11 Mei 2018
Bismillah... alhamdulillah..
tulisan ini selesai ditemani murotal dari laptop :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H