Mohon tunggu...
Laisa
Laisa Mohon Tunggu... Guru - Penggagas pencerahan

Saya adalah seorang yang suka menginspirasi orang lain untuk dapat memilih jalan hidup yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Sikap Orangtua yang Salah Membuat Anak Jadi Dendam

21 Mei 2023   20:56 Diperbarui: 21 Mei 2023   21:04 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya punya seorang siswa yang kesehariannya selalu sendu. Ia menjadi  pendiam dan anti pati terhadap keadaan di sekeliingnya. Sebelumnya ia tidak pernah cerita kepada saya apa masalah yang sedang dihadapinya. Ia selalu memendamnya seorang diri tanpa mau berbagi cerita dengan temannya yang lain. Ketika ia duduk di bangku  kelas 9, barulah ia mau mengungkapkan masalah yang dialaminya selama ini.

Bermula dari uang buku yang tak dibayar dari situlah ia mulai menghubungi saya untuk sekedar bercerita. Entah kenapa tiba-tiba ia mendatangi saya untuk bercerita tentang kisahnya. Namun ia tak tahu harus mulai dari mana. Untuk itu saya harus merangsangnya agar dapat bercerita dan terbuka kepada saya. Akhirnya dia mau bercerita, tapi tidak semua bisa dikeluarkannya. Lalu saya bilang "tulis saja kalau memang tak bisa diucapkan". Ia pun menuruti apa yang saya katakana.

Awalnya ia menulis di beberapa lembar kertas, kemudian beralih ke sebuah buku notes. Setiap hari ia menulis tentang keadaan yang diterpanya selama ini. Saya berusaha menjadi pendengar yang baik, sambil menasehatinya secara langsung. Ternyata apa yang dialaminya merupakan sebuah trauma yang mendalam tentang keluarga. Ia merasa kedua orang tuanya tidak menyayanginya. Ini karena sikap orang tuanya yang kurang perduli terhadapnya.

Bagaimana bisa ia menyayangi orang tuanya sedangkan ia tak mendapat kasih sayang dari keduanya. Orang tuanya hanya sayang kepada adik-adiknya saja. Segala kebutuhan adik-adiknya selalu dipenuhi, sementara ia selalu diabaikan. Karena selalu diperlakukan tidak adil, maka tak heran kalau ia bertanya-tanya  "apakah  benar ini orang tua saya?"

Dalam tulisannya ia selalu merindukan rumah, rumah dalam arti yang sebenarnya, yang hangat dan penuh kasih sayang. Ia merasa sangat benci dengan keadaan ini. Tulisannya diwarnai dengan kekecewaan yang berat terhadap seisi rumah. Segala keluh kesah ditumpahkan. Tampak dari tulisan orang yang sedang marah dan stres.

Saya selaku guru BKnya hanya bisa memberikan semangat dan terus memotivasinya untuk terus bertahan dengan keadaan ini. Untungnya dia masih punya semangat yang kuat agar menjadi orang yang sukses kelak. Ia terus pergi ke sekolah setiap hari walaupun dengan hati yang pedih dan letih. Namun sampai kapan ini bisa bertahan? Setiap hari ia mendapat tekanan batin yang sewaktu-waktu bisa meledak begitu saja.

Suatu hari saya menyurati orang tuanya untuk datang ke sekolah menemui saya. Tapi orang tuanya enggan untuk datang. Dengan alasan sibuk dan gak penting. Betapa hancurnya hati si anak mendengar kata-kata dari ibunya bahwa masalahnya gak penting. Saya mencoba menenangkannya lagi. Selang beberapa hari saya japri ibunya agar dapat menemui saya. Namun yang datang bukan ibunya tapi ayahnya.

Tapi siapapun yang datang yang penting saya bisa mendengar apa yang dikatakan orang tuanya. Saya bertanya "Bapak ayah kandungnya?". Mungkin karena geramnya saya maka melontarkan kata-kata itu. Kemudian bapaknya menjawab "ia la buk"." Kalau ibunya?"tambah saya. "Ibu kandung buk" jawabnya.

"Jadi kenapalah anak ini seperti tidak punya  orang tua?" tambah saya lagi. Ayahnya berusaha menjelaskan seolah-olah anak ini yang harus mandiri dan mengurus dirinya sendiri.

"Dia sudah besar seharusnya bisa menjadi contoh untuk adik-adiknya", tukas ayahnya. Dan ayahnya berusaha menceritakan bahwa semuanya baik-baik saja . Dari situ saya melihat reaksi si anak yang seolah-olah berkata ayahnya bohong tidak seperti kenyataannya. Saya menjelaskan bahwa anaknya punya masalah, ia suka menyendiri dan menangis tiba-tiba. Belum lagi masalah uang buku dan uang perpisahan yang belum dibayar.

Saya berusaha menyadarkan ayahnya selaku pemimpin keluarga yang harus memperhatikan anak-anaknya. Ayahnya berjanji akan menyelesaikannya dengan baik. Sampai disitu saya tinggal menunggu cerita si anak berikutnya mengenai orang tuanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun