Masalah lain yang tidak kalah penting adalah bias yang terkandung dalam AI generatif. AI dilatih dengan data yang tersedia secara online, yang cenderung bias terhadap perspektif Barat atau kelompok dominan. OpenAI, dalam pernyataan resmi mereka, mengakui bahwa sistem mereka rentan terhadap bias ini, yang dapat memengaruhi hasil analisis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bender & Friedman (2018), ditemukan bahwa AI sering kali memperkuat stereotip sosial dan bias, terutama dalam konteks ras, gender, dan kelas sosial.Â
Dalam konteks analisis kualitatif, hal ini bisa sangat merugikan karena hasil analisis yang bias dapat menghasilkan kesimpulan yang salah atau tidak adil. Misalnya, penelitian mengenai kelompok terpinggirkan atau konflik sosial dapat dirugikan oleh AI yang memperkuat pandangan dominan, bukannya memberikan pemahaman yang lebih dalam dan inklusif.
Penggunaan AI generatif juga menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab peneliti. Seperti yang diungkapkan oleh Davison et al. (2023), tanggung jawab epistemik harus tetap ada pada peneliti, meskipun AI membantu dalam proses analisis. AI tidak bisa dijadikan "penulis bersama" atau bertanggung jawab atas hasil analisis, karena algoritma yang digunakan sering kali tidak transparan atau terlalu kompleks untuk dijelaskan. Peneliti harus selalu memverifikasi dan mengkaji ulang hasil analisis yang dihasilkan oleh AI, memastikan bahwa interpretasi yang diberikan sesuai dengan konteks penelitian.
Kesimpulannya, penggunaan AI generatif dalam analisis data kualitatif menawarkan potensi besar dalam hal kecepatan dan efisiensi, tetapi juga membawa tantangan etika yang serius. Hak kepemilikan data, privasi, interpretasi yang mendalam, dan bias dalam hasil analisis adalah beberapa masalah utama yang harus diperhatikan oleh peneliti.Â
Davison et al. (2023) secara tegas mengingatkan bahwa teknologi ini tidak boleh digunakan tanpa pengawasan yang ketat dan refleksi kritis terhadap dampaknya. Peneliti harus tetap memegang kendali penuh atas proses analisis dan memastikan bahwa prinsip-prinsip etis tidak dikorbankan demi kemudahan atau kecepatan yang ditawarkan oleh AI.
Dalam konteks ini, diperlukan panduan etis yang dinamis dan adaptif, yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan AI generatif di masa depan. Pedoman yang hidup ini, seperti yang diusulkan oleh Davison et al. (2023), harus mencakup pertimbangan terhadap privasi, transparansi, serta tanggung jawab peneliti dalam menjaga integritas data dan interpretasi. Dengan cara ini, kita bisa memanfaatkan kekuatan AI tanpa mengorbankan nilai-nilai dasar penelitian ilmiah yang etis dan bertanggung jawab.
Referensi :
Davison, R. M., Chughtai, H., Nielsen, P., Marabelli, M., Iannacci, F., van Offenbeek, M., Tarafdar, M., Trenz, M., Techatassanasoontorn, A. A., Daz Andrade, A., & Panteli, N. (2023). The ethics of using generative AI for qualitative data analysis. Information Systems Journal, 34(5), 1433--1439. https://doi.org/10.1111/isj.12504
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H