Mohon tunggu...
Laily Khofifah Rohmawati
Laily Khofifah Rohmawati Mohon Tunggu... Seniman - Wadahku Berekspresi adalah Art

Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Jember Pesanggaran - Banyuwangi Semboro - Jember

Selanjutnya

Tutup

Financial

Perbandingan Antara Mashlahah dan Kepuasan Dalam Kegiatan Konsumsi

17 Februari 2019   20:04 Diperbarui: 17 Februari 2019   20:06 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsumsi jika diasumsikan bahwa konsumen memilih barang dan jasa tersebut mampu memberikan mashlahah maksimum. Dimana sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa manusia ingin meningkatkan mashlahah yang diperolehnya. Islam pun sangat mementingkan keseimbangan kebutuhan fisik dan non fisik yang didasarkan atas nilai-nilai syariah dan didasari pula karena keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan di akhirat sehingga sangat berpengaruh terhadap kegiatan komsumsi. Kandungan dalam mashlahah ialah manfaat dan berkah, dengan demikian pertimbangan dari konsumen ialah manfaat dan berkah yang diperoleh dari kegiatan konsumsi. Dikatakan bermanfaat yaitu ketika mampu memenuhi kebutuhan fisik atau psikis atau material. Disisi lain berkah diperoleh dimana dalam mengonsumsi barang dan jasa yang dihalalkan oleh syariat Islam. Kegiatan konsumsi dimungkinkan memberikan berkah yang positif atau negatif tergantung jenis dan tujuan dari sesuatu yang dikonsumsi.
Jika dilihat dari kandungan mashlahah ialah manfaat dan berkah maka seolah kedua dampak tersebut adalah identik. Semisal seseorang mengonsumsi sesuatu yang halal berupa makanan yang didapatnya dengan menggunakan proses atau cara yang halal, maka ia akan mendapatkan dua hal yaitu kemashlahatan dan kepuasan. Dalam hal ini sesorang tersebut merasakan berkah berupa pahala yang mungkin ia rasakan karena benar-benar mengonsumsi sesuatu yang halal serta memperoleh kepuasan berupa rasa kenyang setelah mengonsumsi makanan tersebut. Namun berbeda dengan sesorang yang mengonsumsi makanan yang tidak mempermasalahkan kehalal-haramannya, maka ia tidak memperoleh mashlahah berupa berkah tetapi hanya kepuasan berupa rasa kenyang. Sehingga kepuasan yang dikenal dengan mashlahah merupakan terpenuhinya kebutuhan baik bersifat fisik maupun spiritual.
Mashlahah bukan hanya dirasakan oleh individu, tetapi bisa jadi dapat dirasakan oleh sekelompok masyarakat. Mengapa demikian? Misal ketika seseorang memberikan sesuatu yang baik kepada orang lain, maka mashlahah fisik atau psikis dapat dinikmati oleh orang yang diberi dan seseorang tersebut akan mendapatkan keberkahan berupa pahala. Dengan demikian dalam kegiatan muamalah memungkinkan diperolehnya manfaat sekaligus berkah.
Berbicara mengenai perbandingan antara mashlahah dan kepuasan ialah terlihat pada bagaimana pembeli atau pelaku konsumsi harus memiliki norma serta etika berkonsumsi. Untuk itu terdapat beberapa nila-nilai Islam yang harus diaplikasikan dalam konsumsi, diantaranya:
Konsumsi yang Seimbang, Islam mewajibkan pemilik harta menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan fii sabilillah serta mengharamkan sikap kikir, boros dan menghamburkan hartanya.
Belanja Sesuatu yang Dihalalkan dengan Cara yang Baik, Islam membebaskan dalam membelanjakan hartanya untuk barang yang baik dan halal dngan tidak melanggar batas-batas suci serta tidak mendatangkan bahaya terhadap keamanan dan kesejahteraan masyarakat dan negara.
Larangan Bersikap Israf (Royal) dan Tazbir (Sia-sia), gaya hidup mewah (Israf) ialah perusak individu dan masyarakat karena menyibukkan dengan hawa nafsu, melalaikannya dari hal-hal yang mulia dan akhlak yang  luhur. Sikap hidup mewah diiringi oleh sikap hidup berlebih-lebihan. Dalam hal ini, Al-Quran menginginkan sikap ekonomis menjadi moral agama yang fundamental dan moral pribadi kaum Muslim. Tujuan konsumen adalah untuk memaksimalkan mashlahah total dengan mempertimbangkan kendala utamanya yaitu kendala anggaran, larangan berbuat israf, dan keharusan memerhatikan orang lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbandingan antara mashlahah dan kepuasan dapat terlihat pada perbedaan keduanya yaitu mashlahah mengandung dua unsur yaitu manfaat dan berkah. Dimana ketika kegiatan konsumsi memerhatikan kehalal-haramannya, maka akan mendapatkan manfaat fisik serta keberkahan berupa pahala. Berbeda dengan yang tidak memerhatikan kehalal-haramannya maka yang ia dapatkan hanya kepuasan saja.

Daftar Pustaka:
Rozalinda. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada). 2014.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. Ekonomi Islam. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada). 2008.
Fordebi dan Adesy. Ekonomi dan Bisnis Islam Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada). 2016.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. Ekonomi Islam. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada). 2014.
Fauzia, Ika Yunia, Abdul Kadir Riyadi. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah. (Jakarta: Kencana) 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun