Kamu berjalan, masih ketakutan untuk menengok ke belakang, tempat dimana kamu terjatuh. Mereka terus menemani kamu berjalan, perlahan, kemudian mengajakmu berlari.
Kali ini kamu menurut, kamu terus berlari. Meski temanmu rasanya semakin berkurang, tapi kamu sudah mampu berlari, meniggalkan semua kepahitan itu.
Ada beberapa yang mengejar, ingin ikut. Kamu hanya tersenyum dan terus berlari. Dan kamu memutuskan untuk menengok ke belakang.
Kamu tertegun, astaga, jauh sekali titik jatuh itu kamu tinggalkan. Kamu tidak menyangka kalau kamu sudah berlari sangat jauh.
Lalu, di hadapanmu ada bukit yang begitu terjal. Sebagian memilih meninggalkanmu, tidak sanggup menemani, berbahaya.
Temanmu makin sedikit. Hanya dua atau tiga yang masih sanggup menemani. Kalian mulai mendaki, terus. Meski sakit, meski terjatuh, meski putus asa, tapi kalian terus melanjutkan perjalanan.
Hingga akhirnya, kamu hampir tiba di puncak itu. Kamu terkejut, banyak sekali orang-orang yang menunggumu disana. Berteriak, berkata kamu hebat.
Tapi tentu saja kamu tidak mengenali mereka lagi. Mereka mengambil jalan pintas dalam menemanimu. Yang kamu tahu, hanya orang yang menemanimu sampai ke puncak bukit. Itulah orang di balik layar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H