Nama        : Lailya Nur Oktaviani
Mata Kuliah   : Filosofi Pendidikan Indonesia
Mahasiswa membuat sebuah tulisan reflektif dalam bentuk artikel atau jurnal untuk menguatkan pemahaman tentang Pancasila sebagai Entitas dan Identitas Bangsa Indonesia dan perwujudan Profil Pelajar Pancasila pada Pendidikan yang Berpihak pada Peserta Didik dalam Pendidikan Abad ke-21.
Pancasila sebagai Entitas dan Identitas Bangsa Indonesia dan perwujudan Profil Pelajar Pancasila pada Pendidikan yang Berpihak pada Peserta Didik dalam Pendidikan Abad ke-21
Pancasila bukan sekadar ideologi untuk bangsa Indonesia, melainkan juga mencerminkan sebuah keberadaan yang unik dan berbeda, yang tak selalu terwujud dalam bentuk fisik. Dalam konteks ini, Pancasila berperan sebagai entitas khas bangsa Indonesia dengan menonjolkan keberagaman nilai. Sebagai landasan negara, Pancasila memiliki peranan vital sebagai panduan dan pilar utama bagi bangsa Indonesia, serta mampu berdiri sendiri sebagai suatu keutuhan. Oleh karena itu, Pancasila dianggap sebagai entitas yang mencirikan identitas nasional Indonesia.
Identitas diartikan sebagai gambaran diri yang berasal dari berbagai faktor, seperti keluarga, gender, budaya, etnis, dan proses sosialisasi. Dalam hal ini, Pancasila berperan sebagai Identitas bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa Pancasila sebagai identitas nasional mencerminkan karakteristik yang unik dibandingkan dengan bangsa lain, karena keseluruhan masyarakat mengacu pada nilai-nilai yang terdapat dalam sila Pancasila untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Lima sila yang terkandung dalam Pancasila ditetapkan sebagai satu kesatuan identitas bagi bangsa Indonesia. Berikut adalah nilai-nilai Pancasila yang tercermin dalam kelima sila tersebut:
- Sila pertama membahas hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa (YME), menunjukkan bahwa keberagaman religiusitas bangsa Indonesia menjadi salah satu ciri khas masyarakat yang menjadi semangat atau pendorong perubahan dan kemajuan masyarakat Indonesia.
- Sila kedua dalam Pancasila adalah kemanusiaan yang adil dan beradab, yang diwujudkan melalui saling menghormati martabat setiap individu sebagai implementasi dari keyakinan keagamaan bahwa setiap pribadi adalah ciptaan Tuhan.
- Sila ketiga dalam Pancasila adalah Persatuan Indonesia. Sila ini mencerminkan prinsip moral dan etika yang wajib diterapkan oleh seluruh warga Indonesia. Menjunjung tinggi nilai-nilai yang menyatukan, terutama di tengah perbedaan dan keragaman, merupakan sikap dasar yang perlu ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekolah.
- Sila keempat dalam Pancasila adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sila ini terkait dengan tradisi berdialog dan bermusyawarah dalam mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan hidup bersama. Prinsip musyawarah memberikan peluang dan hak kepada setiap warga untuk terlibat secara aktif dalam menentukan kebijakan hidup bersama.
- Sila kelima dalam Pancasila adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hidup bersama dalam keragaman dijamin dengan tegaknya keadilan. Sikap adil didukung oleh semangat kesetiakawanan dan kemurahan hati untuk saling membantu atau gotong royong. Keadilan sosial dan semangat kesetiakawanan menjadi etika yang penting dalam membangun kesatuan bangsa, mengingat Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, serta kondisi geografis dan demografis yang beragam.
Penerapan Pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa dalam pendidikan dapat diimplementasikan melalui program Profil Pelajar Pancasila di Sekolah, yang bertujuan memberikan pendidikan yang berfokus pada peserta didik pada era abad ke-21. Namun, dalam kenyataannya, terdapat sejumlah tantangan dalam upaya mengintegrasikan Pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa Indonesia dalam implementasi Profil Pelajar Pancasila pada pendidikan yang berorientasi pada peserta didik. Tantangan tersebut mencakup:
- Tidak semua guru memiliki motivasi, semangat, dan pemahaman yang memadai dalam mengimplementasikan karakter Profil Pelajar Pancasila. Dalam praktiknya, masih ditemui kondisi di lapangan di mana sebagian guru belum sepenuhnya termotivasi untuk menerapkan aspek karakter Profil Pelajar Pancasila. Beberapa dari mereka cenderung hanya memusatkan perhatian pada pembelajaran yang bersifat menyenangkan tanpa mengarahkan siswa untuk mengembangkan karakter sesuai dengan prinsip Profil Pelajar Pancasila.
- Kurangnya peran dan dukungan orang tua dalam membimbing anak menjadi tantangan dalam pendidikan Indonesia. Dalam mencapai tujuan pendidikan, keterlibatan dan dukungan orang tua memegang peranan penting. Banyak orang tua saat ini cenderung bergantung terlalu besar pada peran guru dan kurang memperhatikan perkembangan anak, terutama dalam aspek sikap di sekolah. Dukungan yang lebih baik dari orang tua, bukan hanya pada aspek pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan sikap sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila, dapat meningkatkan kualitas pendidikan anak.
- Adanya perkembangan teknologi pada abad ke-21 telah memberikan akses informasi yang sangat luas dan tidak terbatas kepada semua orang, tanpa terkecuali. Namun, disayangkan bahwa banyak anak muda saat ini cenderung kurang memperhatikan tata krama dan sopan santun dalam berperilaku. Oleh karena itu, penting bagi guru bekerja sama dengan orang tua dalam membiasakan peserta didik untuk bersikap sesuai dengan karakter Profil Pelajar Pancasila, termasuk memberikan arahan dan batasan dalam mengakses informasi, khususnya dalam dunia digital.
Penghayatan dan penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa Indonesia dapat diintegrasikan ke dalam ekosistem sekolah, khususnya dalam program Profil Pelajar Pancasila. Program ini direalisasikan dalam pendidikan yang mengedepankan peserta didik, sesuai dengan konteks pendidikan abad ke-21. Beberapa karakteristik dari Profil Pelajar Pancasila meliputi:
a. Menyakini dan mentaati Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dapat diimplementasikan melalui kegiatan beriku:
- Mengajarkan peserta didik untuk berdoa sebelum dan setelah kegiatan belajar adalah langkah yang bertujuan membentuk kebiasaan berdoa sebagai ungkapan rasa syukur dan harapan. Doa sebelum belajar sebagai permohonan keberkahan dan doa setelah belajar sebagai ungkapan terima kasih dapat menjadi landasan spiritual bagi peserta didik dalam menjalani proses pembelajaran.
b. Berkebinekaan Global dapat diwujudkan melalui kegiatan berikut:
- Menyelenggarakan pembelajaran di kelas dengan memasukkan unsur lokal dan seni budaya dari daerah sekolah menjadi suatu langkah penting. Guru dapat memperkenalkan nilai-nilai budaya setempat, tradisi, dan seni kepada siswa. Hal ini bertujuan agar siswa dapat lebih memahami dan menghargai identitas budaya daerah masing-masing.
- Mengadakan perayaan hari-hari besar, seperti peringatan Kartinian, dapat menjadi momentum untuk memperkuat kebersamaan di antara peserta didik. Perayaan ini tidak hanya menjadi momen berbagi kegembiraan tetapi juga memupuk rasa persatuan dalam menghargai peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah bangsa.
- Melibatkan peserta didik dalam upacara yang diadakan setiap hari Senin merupakan bentuk kegiatan yang memperkokoh kedisiplinan dan rasa persatuan di sekolah. Siswa dapat merasakan atmosfer kebersamaan saat mengikuti upacara tersebut. Pembacaan Pancasila setiap pagi sebelum memulai jam pelajaran juga dapat membangkitkan semangat nasionalisme dan kesadaran akan nilai-nilai Pancasila.
c. Gotong royong dapat diwujudkan melalui kegiatan berikut:
- Peserta didik dapat bersama-sama merancang dan menjalankan diskusi terkait peran sekolah dalam menerapkan gotong royong. Diskusi ini bisa menjadi sarana untuk memahami nilai-nilai solidaritas dan kerjasama dalam menciptakan lingkungan belajar yang bersih dan nyaman.
- Melaksanakan kegiatan kebersihan di lingkungan sekolah dapat menjadi bentuk konkret dari semangat gotong royong. Peserta didik dapat aktif terlibat dalam membersihkan kelas, area terbuka, atau fasilitas sekolah lainnya sebagai bentuk tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan nyaman. Dengan demikian, keterlibatan peserta didik dalam kegiatan gotong royong tidak hanya memperkuat solidaritas di antara mereka tetapi juga membentuk sikap tanggung jawab terhadap sekolah dan lingkungan sekitarnya.
d. Mandiri dapat diwujudkan melalui kegiatan berikut:
- Peserta didik diharapkan dapat menunjukkan kemandirian dalam menyelesaikan tugas. Mereka diharapkan tidak mengandalkan tindakan mencontek teman, melainkan memahami dan menyelesaikan pekerjaan mereka sendiri.
- Peserta didik diberi ruang untuk mengembangkan kemandirian melalui berbagai organisasi sekolah, seperti OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK), dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Melalui partisipasi dalam organisasi ini, siswa dapat mengasah keterampilan kepemimpinan, mengelola waktu, dan bekerja sama dengan orang lain.
e. Berpikir kritis dapat diwujudkan melalui kegiatan berikut:
- Dalam konteks pengembangan keterampilan berpikir kritis, peserta didik memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam diskusi kelompok dengan cara menyampaikan pendapat atau merespons pendapat orang lain. Dalam situasi ini, siswa dapat mengemukakan ide-ide mereka, mendukungnya dengan argumen yang relevan, dan juga memberikan tanggapan terhadap pandangan yang diutarakan oleh anggota kelompok.
- Selanjutnya, dalam interaksi dengan guru, peserta didik menunjukkan keterampilan berpikir kritis dengan memberikan jawaban saat pertanyaan diajukan mengenai materi pembelajaran. Siswa tidak merasa takut untuk berbicara atau menyampaikan pemikiran mereka, menciptakan lingkungan belajar yang memfasilitasi ekspresi diri dan pengembangan keterampilan berbicara yang efektif.
f. Kreatif dapat diwujudkan melalui kegiatan berikut:
- Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan kreatifitas mereka melalui tugas proyek atau produk yang melibatkan ide-ide kreatif. Sebagai ilustrasi, dalam suatu tugas yang berkaitan dengan penulisan prosedur teks tentang minuman, peserta didik memiliki kebebasan untuk menciptakan minuman dengan karakteristik unik atau melakukan variasi yang lebih inovatif dan meningkatkan kualitasnya.
- Guru, sebagai fasilitator pembelajaran, dapat memanfaatkan teknologi untuk memberikan tugas proyek kepada siswa. Contohnya, guru dapat menugaskan pembuatan peta konsep, label, atau infografis yang melibatkan penggunaan aplikasi desain modern. Dengan demikian, siswa tidak hanya belajar secara kreatif tetapi juga mengasah keterampilan teknologi mereka dalam proses pembelajaran.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H