Mohon tunggu...
Lailya NurOktaviani
Lailya NurOktaviani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa pendidikan profesi guru di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Masih Membelenggu? Memupuk Nilai-nilai Luhur Ki Hajar Dewantara dalam Menghadapi Kekerasan di Sekolah

11 Oktober 2023   20:32 Diperbarui: 11 Oktober 2023   20:58 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan 

Belakangan ini, media social banyak dihebohkan oleh kasus-kasus kekerasan yang umumnya dilakukan oleh anak dibawah umur. Seperti kasus kekerasan yang dilakukan oleh seorang siswa di Demak, Jawa Tengah. Dimana seorang siswa tega membacok gurunya sendiri. Motif terjadinya pembacokan tersebut dikarenakan siswa belum mengerjakan tugas tertentu, sehingga tidak diperbolehkan mengikuti ujian sekolah. Siswa merasa kecewa karena tidak diperbolehkan mengikuti ujian sekolah. Lalu, siswa tersebut tidak seggan untuk membacok gurunya. 

Kurikulum merdeka menekankan pada pendidikan yang memerdekakan peserta didik dan pendidik. Namun dapat kita lihat pada kasus ini, peserta didik belum seutuhnya merdeka dalam belajar. Melihat dari prespektif peserta didik, terlihat bahwa peserta didik mungkin belum mengumpulkan tugas karena beberapa factor. Misalnya, tugas yang diberikan terlalu sulit baginya, latar belakang peserta didik yang berbeda dengan teman-temannya, atau mungkin terlalu banyak tugas yang diberikan oleh guru-guru lain sehingga salah satu tugas tidak terselesaikan. 

Namun, tidak seharusnya tindakan criminal seperti itu terjadi. Perlu dilakukan pendekatan-pendekatan khusus oleh guru kepada peserta didik. Pada dasarnya tugas seorang guru bukan hanya mengajari perihal materi saja, tetapi juga mendidik anak agar menjadi pribadi yang berbudi pekerti. Seperti pemikiran Ki Hajar Dewantara, bahwasanya guru harus memiliki sikap "menuntun". Makna menuntun berarti "guru merupakanfasilitator peserta didik dalam proses pembelajaran". Bukan hanya memberikan materi pembelajaran, melainkan juga mendampingi peserta didik untuk berproses, memberikan pemahaman terhadap kesulitan yang dihadapi, mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik serta memotivasi peserta didik untuk menjadi lebih baik. Sehingga peserta didik memiliki kemerdekaan belajar dalam mengikuti pembelajaran.

Kasus-kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, sangat sering terjadi di negara kita. Sangat disayangkan, sekolah yang merupakan tempat membentuk karakter peserta didik malah menjadi tempat terjadinya tindakan criminal. Hal ini merupakan salah satu bukti masih terbelenggunya pendidikan di Indonesia. Kasus sepertini adalah tantangan besar di dunia pendidikan yang harus segera ditangani. Tidak hanya membuat cidera fisik korban kekerasan, tetapi juga menggoyahkan nilai-nilai dan tujuan pendidikan di Indonesia. Nilai-nilai ini mencakup etika, moralitas, keadilan dan tujuan pendidikan Indonesia adalah untuk membentuk karakter peserta didik serta memberikan wadah untuk memberikan pengetahuan.

Tujuan pendidikan bukan semata-mata hanya untuk meningkatkan prestasi akademik, tetapi juga membentuk karakter peserta didik yang berbudi pekerti luhur. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan juga menekankan pada pentingnya membentuk karakter peserta didik yang berbudi pekerti luhur dan kehidupan yang bermatabat. Namun, kasus ini  sangat bertolak belakang dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara dan menjadi tantangan bagi Kita bahwa implementasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara masih sangat rendah.

Pendidikan Yang Masih Terbelenggu

Pendidikan adalah usaha untuk mewujudkan potensi peserta didik dalam hal kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, ilmu hidup, pengetahuan umum serta keterampilan yang diperlukan dirinya dalam bermasyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan bukan semata-mata hanya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan umum saja, melainkan juga membentuk karakter peserta didik yang berbudi pekerti luhur. Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk menuntut segala kodrat anak, baik kodrat alam maupun kodrat zaman agar mencapai keselamatan dan  kebahagian yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Kodrat alam merujuk pada sifat, karakteristik, dan hukum alam yang mengatur kehidupan, yang mencakup berbagai aspek dalam konteks alam, lingkungan, dan ekologi. Dengan memahami kodrat alam, peserta didik dapat mengambil langkah-langkah yang lebih bijak dalam berinteraksi dengan alam. Kodrat zaman adalah istilah yang merujuk pada kondisi, perkembangan, dan karakteristik masa tertentu dalam sejarah atau era tertentu. Dengan memahami kodrat zaman suatu periode, peserta didik dapat lebih baik memahami tantangan, peluang, dan perubahan yang terjadi. Sehingga pendidikan anak perlu mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman karena dengan mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman dalam pendidikan anak, kita dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih berarti dan relevan, yang membantu anak-anak berkembang menjadi individu yang terampil, sadar lingkungan, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Selain itu, pendidikan yang merdeka dapat tercapai dengan memahami kodrat setiap individu peserta didik.

Pendidikan yang merdeka merupakan suatu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dan pendidik dalam proses pembelajaran. Artinya, setiap individu berhak memilih dan menentukan kemauan belajar sesuai dengan minat dan bakat yang diinginkan. Sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan serta tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Pada kasus pembacokan oleh siswa di Demak, membuktikan bahwa belum sepenuhnya pendidikan di Indonesia telah merdeka. Terbukti bahwa peserta didik merasa dikecewakan oleh gurunya sendiri, sehingga melakukan tindakan yang tidak layak untuk dilakukan. Pendidikan yang seharusnya bertujuan sebagai wadah membentuk karakter individu yang berbudi pekerti luhur, tetapi dari kasus ini terlihat bahwa tujuan pendidikan tersebut belum tercapai.Kasus ini juga membuktikan bahwa pendidikan masih membelenggu. 

Peran Orang Tua dalam Membentuk Karakter Anak

            Sekolah merupakan tempat dimana individu meperoleh pendidikan dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, sehingga menjadi pribadi yang lebih baik. Pendidikan yang dimaksud bukan hanya terkait dengan ilmu pengetahuan saja (akademik), melainkan juga membentuk karakter setiap individu. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat utama dan paling baik untuk melatih pendidikan dan karakter individu anak.  Artinya, untuk membentuk karakter seorang anak, guru memerlukan adanya dukungan dari keluarga anak tersebut. Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter anak. 

            Mengoptimalkan peran orang tua dalam membentuk karakter anak dapat menciptakan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga anak dapat berperilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya. Individu yang berkarakter akan memiliki sikap disiplin, hormat dan santun, peduli, kasih sayang, bisa mengendalikan diri, sabar, berjiwa pemimpin, rendah hati, serta cinta damai. Dengan memiliki sikap tersebut, diharapkan tidak akan terjadi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anak tersebut. 

Nilai-nilai Luhur Ki Hajar Dewantara

            Pendidikan karakter menurut Ki Hajar Dewantara disebut sebagai pendidikan budi pekerti. Dalam pendidikan karakter menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara, terdapat system among yang memiliki arti mengasuh. Penanaman karakter yang berbudi pekerti luhur dapat dilakukan dengan memberikan contoh dan pembiasaan, keteladanan, bercerita, diskusi terkait dengan nilai sopan santun, tanggung jawab, disiplin dan patuh pada aturan. Dapat disimpulkan bahwa guru memiliki peran penting dalam membentuk karakter peserta didik yang berbudi pekerti luhur. Tugas guru bukan hanya mentransfer ilmu akademik yang dimiliki, tetapi juga harus bisa memberikan contoh dan teladan yang baik untuk peserta didik. Seperti semboyan Ki Hajar Dewantara yang berbunyi:

"Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani".

            Artinya, didepan harus memberi teladan, ditengah harus membangun ide dan gagasan, dibelakang harus memberikan dororonga. 

            Kasus kekerasan di Demak juga menjadi bukti bahwa masih rendahnya karakter suatu individu. Sehingga diperlukan pendidikan yang membentuk karakter individu yang berbudi pekerti luhur. Pembentukan karakter tesebut meliputi, nilai moral dan etika, tanggung jawab, disiplin, toleransi dan empati, sopan santun, serta berkebhinekaan global. 

Memupuk Nilai-Nilai Luhur Ki Hajar Dewantara

Dengan memupuk nilai-nilai ki hajar dewantara, terhindar dari tindakan asusila seperti bullying, kekerasan fisik atau verbal, dan lain sebainya. Salah satu upaya yang bisa kita lakukan untuk menindaklanjuti adanya kekerasan di sekolah adalah dengan menanamkan nilai-nilai karakter yang berbudi pekerti luhur dalam setiap pembelajaran. Pendidikan karakter merupakan fondasi penting untuk mencegah terjadinya kekerasan. 

Menjadi tugas kita bersama untuk memupuk nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan di Indonesia. Salah satunya yaitu dengan mengimplementasikan nilai-nilai luhur Ki Hajar Dewantara ke dalam kurikulum pembelajaran. Dengan seperti itu, akan tercipta individu yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur.

Kesimpulan 

Kekerasan di sekolah merupakan salah satu contoh masih terbelenggunya pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara berasumsi bahwa pendidikan yang seharusnya adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat serta menjadi tempat untuk menciptakan manusia yang beradab. Namun, pada kasus ini bisa dikatakan bahwa tujuan pendidikan belum sepenuhnya tercapai, karena masih kurangnya upaya untuk membentuk karakter peserta didik yang berbudi pekerti luhur, beradab, bermoral serta beretika. Langkah penting yang harus dilakukan dalam menciptakan pendidikan yang unggul adalah dengan memupuk nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan. Dengan mengimplementasikan nilai-nilai seperti jujur, disiplin, bertanggung jawab, sopan santun, empati, kepemimpian moral, kepatuhan terhadap hukum dan etika dan toleransi dalam kurikulum, Kita dapat membentuk pribadi peserta didik yang lebih baik. Bukan hanya mencerdaskan secara akademiknya saja, tetapi juga membentuk karakter peserta didik yang berbudi pekerti luhur, bermoral, beretika dan bertanggung jawab serta memiliki sikap toleransi tinggi terhadap keberagaman yang ada. Nilai-nilai Ki Hajar Dewantara merupakan fondasi penting dalam pendidikan agar terbentuk peserta didik yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun