Mohon tunggu...
lailiyati .
lailiyati . Mohon Tunggu... Guru - GURU

Dimana kaki berpijak, disitu langit dijunjung.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kamu Bisa

13 Maret 2022   06:24 Diperbarui: 13 Maret 2022   17:40 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dulu, waktu masih sekolah SMP, SMA, seorang anak bernama A*t adalah siswa yang teledor dalam hal belajar. Banyak hal yang 'bisa-bisanya' dia jadikan alasan untuk berlaku demikian, diantaranya puja-puji dari kawan yang membuatnya merasa baik-baik saja. 

Benarlah bahwa kritik yang pada umumnya terkesan menyakiti, itu membangun dan puja-puji sebaliknya membuat diri melayang itu melenakan, meninabobokan, membuat siapa saja menjadi pribadi yang mandeg bahkan mundur. 

Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan puja-puji, dan sambutlah kritik dengan tangan terbuka, kalau perlu kasih angpau meski bukan waktu hari raya. Seperti kata bijak yang disampaikan oleh Khalifah Umar Bin Khattab, " Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku."

Hingga hari itu tiba, dan tertohoklah dia tersebab menyaksikan nilai-nilai raportnya yang paling tinggi angka 6, jadi angka  dibawahnya 6 ada doong? Ya, Begitulah. Namun saya bukan mau bercerita tentang nilai dia yang buruk itu.

Waktu itu alhamdulillah pikiran terbuka, Allah menitipkan hidayahnya melalui banjir peristiwa penuh manfaat. Salah satunya adalah :

Suatu hari bu guru Kimia 'mereka' tidak bisa hadir untuk mengajar, dan pada akhirnya mereka tahu bahwa beliau pindah tugas ke kota lain, kemudian diganti dengan pak guru baru.

Karena ketidakhadiran beliau maka untuk mereka tugas yang harus diselesaikan secara individu, maksudnya produk per siswa bukan kelompok. Dia yang cuek saja, dan waktu itu belum menyukai pelajaran utamanya Kimia ini, menerima tugas itu biasa saja. Namun, alhamdulillah teman sebelahnya gelagaban. 

Perkataan temannya inilah, salah satu bahan hidayah baginya, oleh karena itu dia bilang 'Alhamdulillah'. Semoga Allah mengasihinya, namanya B*t, begitu dia bercerita.

Diapun melanjutkan ceritanya. Dalam gelagabannya, B*t menarik tangan A*t yang sedang memainkan bolpoin, sambil berkata : " Gimana apa kamu akan mengerjakan tugas ini, kalau kamu ngerjakan tugas ini, aku gak kemana-mana, aku akan disini nyontoh kamu saja. 'Kamu bisa', kalau kamu mau. Ayo kerjakanlah. "

Ya, mereka memang terbiasa mengerjakan tugas bila guru tidak bisa hadir di kelas dengan diskusi.

Mengenai perkataannya itu, dia(A*t) memandangnya. Terpaku sejenak menekuri meja, lalu A*t buka bukunya dan mulai membaca tugas yang dimaksud, dan merekapun menyelesaikannya. Dan, sejak saat itu A*t menyukai Kimia, bahkan diantara mapel MIPA, nilai tertinggi ada pada pelajaran ini.

Kata-kata adalah pendongkrak semangat, pengingat, penyuluh atas gelapnya jiwa. Utamanya pada kata yang sedang saya ingin sampaikan yakni 'Kamu bisa'.

Bahkan konon banyak sekali yang sadar diri akan kemampuannya dari kata ini. Diantaranya ada pernah bercerita seorang artis bernama SOIMAH di layar kaca, bukan saya sedang mempromosikan pembaca menjadikan putra-putri sebagai seorang artis. 

Namun pelajaran yang kita dapatkan dari seorang Soimah adalah tentang kata yang mendongkrak semangatnya, tentang kata yang menggugah dirinya, "Betulkah begitu" Kurang lebihnya itu bisikan hatinya setelah mendengar kata-kata itu.

Doi, sang artis Soimah, bercerita bahwa Ibunya pada suatu hari menonton televisi, acaranya ya...kurang lebih tentang peran yang dimainkan oleh para artis pada waktu itu, gampangnya begitu. 

Lalu, sang Ibu berkata padanya " 'Kamu bisa' loh seperti itu." Tidak cukup sekali, tapi berkali-kali ucapan yang "mana mungkinlah" bagi seorang Soimah waktu itu berkata dalam hatinya. Atau mungkin, "ini Ibu saya, ada-ada saja." Yang pastinya bagi dia, seorang Soimah --yang menurut ceritanya pula tidak terlalu didukung oleh sang Ibu dalam hal sekolah atau belajar--, tidak akan sampai[hati] pada kenyataan dari apa yang disampaikan oleh sang Ibu waktu itu. Tapi kita semua tahu siapa seorang Soimah, saat ini.

Jadi harapan saya, setidaknya kita sebagai orangtua bisa berkata pada anak-anak kita "Kamu bisa lo nak."
"Kamu mampu, kalau mau."
Atau kata penyemangat lainnya yang Kita ketahui ataupun sesuai kreasi masing-masing.

Jangan malah sebaliknya, memperdengarkan kata yang membentuk mereka menjadi seorang yang pesimistis, dan takut melangkah.

Memang tidaklah serta merta gayung bersambut, namun pada saatnya kata-kata positif yang pernah mampir ke ruang dengar anak-anak tentang dirinya bagai pasangan yang akan saling menemukan pada waktunya. Semoga ....

Bangil; Jumat, 7 Juni 2019
3 Syawal 1440 H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun