Mohon tunggu...
Laili Maulidatus Sa'adah
Laili Maulidatus Sa'adah Mohon Tunggu... -

nuun walqalami wama yasthuruun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pers Islam Indonesia Menuju Jurnalisme Profetik (Prophetic Journalism)

25 September 2012   09:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:44 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“ PERS ISLAM INDONESIA MENUJU JURNALISME PROFETIK (PROPHETIC JOURNALISM)”

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH JURNALISTIK

DOSEN PENGAMPU : SUPADIYANTO

OLEH:

LAILI MAULIDATUS SA’ADAH (10210116)

Email : ratu.haleeda@gmail.com

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2011



BAB 1

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Pers islam sebagai media dakwah, penyebaran informasi, dan kontrol sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pers, sebagaimana fungsi pers itu sendiri terhadap masyarakatnya. Iatentunya tidak dibatasi pada sisi kepentingan semata. Mengingat banyaknya lapisan kultur, budaya, dan agama di Indonesia maka pers idlam cenderung menyesuaikan dengan pasarnya. Tetapi dewasa ini belum terlihat pers islam yang benar-benar mencerminkan nilai islam secara penuh, baik dari kemasan maupun isinya.

Keberadaan pers islam sebagai media dakwah sedikit banyak telah berperan aktif dalam pembentukan karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berasaskan pancasila yang mana sila pertamanya berbunyi “ketuhanan yang maha Esa”, yaitu Allah. Dan pers islam disini bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang semata-mata memang berhaluan kesana, misalnya pesantren, ulama, dan sebagainya. Namun kini di Indonesia sendiri telah banyak ditemui lembaga maupun orang yang tidak terlalu fokuspun banyak menerbitkan pers islam. Tinggal disini kita perlu membatasi mana yang memang membawa kepentingan umat islam dan mana yang tidak. Dalam arti menghindari pers islam yang hanya berorientasi pada kepentingan bisnis dan pasar semata.

B.RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :

1.Pengertian dan awal mula munculnya pers islam.

2.Fungsi pers.

3.Dasar-dasar pers islam.

4.Kebebasan pers islam di Indonesia.

5.Perkembangan pers islam di Indonesia menuju jurnalisme profetik.

C.TUJUAN DAN KEGUNAAN PENULISAN

Tujuan dan kegunaan dalam penulisan makalah adalah :

1.Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Jurnalistik

2.Untuk mengetahui pengertian pers islam di Indonesia dan sejarah awal kemunculannya

3.Untuk dapat membedakan perbedaan antara pers umum dan pers islam

4.Untuk mengetahui perkembangan, cita-cita, dan tujuan pers islam di Indonesia.

5.Untuk menambah wawasan bagi penulis dan pembaca sekalian



BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian dan awal mula munculannya pers islam

Secara etimologis, kata pers dalam bahasa Belanda, atau perss dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Latin, yaitu pressaredari kata premere yang berarti tekan atau cetak. Dalam pengertian umum, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan I.Taufik dalam bukunya Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. Menurutnya, pers adalah suatu alat yang terdiri dari dua lembar besi atau baja yang di antara kedua lembar tersebut dapat diletakkan suatu barang (kertas), sehingga apa yang hendak ditulis atau digambar akan tampak pada kertas tersebut dengan cara menekannya.

Seiring dengan perkembangan zaman, pengertian pers pun mengalami perkembangan. Saat ini pers berarti usaha-usaha dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan masayahrakat akan penerangan, hiburan, atau keinginan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang tengah terjadi baik di sekitarnya maupun dunia luas yang biasanya berupa media cetak maupun media elektronik.

Secara yuridis formal, pengertian pers disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) UU No.40 tahun 1999 tentang pers yang menjelaskan bahwa “pers adalah lembaga sosila dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, suara dan gambar, data dan grafik maupun dalam bnetuk lainnya dengna menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis jalur yang tersedia”.

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa pers bukan sekedar bneda mati yang tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi masyarakat pembacanya. Pers merupakan hasil karya budaya masyarakat yang semakin berkembang dan meluas, sehingga kebutuhan berekspresi dan berkomunikasi tidak lagi memadai jika tidak dibantu oleh instrumen yang sanggup menyampaikan pesan secara serempak, cepat, dan luas jangkauannya. Instrumen itu adalah media massa (pers).

Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 13 disebutkan bahwa pers memiliki dua arti, yaitu arti luas da arti sempit. Dalam arti luas, pers adalah seluruh media baik elektronik maupun cetak yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, ulasan, laporan, dan gambar kepada masyarakat luas secara regular. Dalam artii sempit, pers hanya terbatas media cetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, bulletin dan majalah.

Sedangkan Pers islam sendiri adalah sebagai bagian dari pers pribumi yang bertujuan menyebarkan semangat kebangsaan dan cita-cita kemerdekaan, awalnya tampak sebagai media partisan, karena cenderung untuk menyebarkan ideologi kelompok penerbitnya.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Litbang Republika dan The Asia Foundation tentang Islam dan Civil Society, dengan tema khusus “Pers islam dan negara orde baru”, mendefinisikan pers islam sebagai pers yang dalam kegiatan jurnalistiknya melayani kepentingan umat islam, baik yang berupa materi maupun nilai-nilai.

Kemunculan pers islam dimulai pada awal abad ke-20 bersamaan dengan menyebarnya ide-ide reformasi yang berkembang di timur tengah terutama di Mesir, Urwatul Wutsqo, dan Al.Manar. penyebaran ide ini begitu luas hinga ke jawa dan melahirkan gerakan jami’at khair. Para anggota organisasi ini kemudian menyebar dan mendirikan organisasinya sendiri. Seperti KH. Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah. Selain itu, berdiri pula berdiri pula beberapa kumpulan lain seperti sarekat dagang islam, persatuan islam, atau jong islamienten bond (joenaidi, 1997). Organisasi-organisasi ini membangun iklim diskusi bagi pemikiran islam mutakhir. Dalam skala yang lebih luas, ini memunculkan kebutuhan akan pers islam.

B.Fungsi Pers

Dalam bab II pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 1999 tentang pers, disebutkan bahwa: “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial”. Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa “pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi”. Artinya, perusahaan pers bisa dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan catatan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.

Empat fungsi pers, antara lain:

1.To inform (memberi informasi)

2.To educate (pendidikan)

3.To entertaint (hiburan)

4.Sosial control (kontrol sosial)

C.Dasar-dasar pers dalam islam

Sebagai prinsip dasar aturan mengenai pers dalam islam dapat dilihat melalui beberapa isyarat yang terdapat dalam al.Qur’an mengenai perintah untuk menulis dan membaca yang kemudian menjadi landasan untuk melakukan Dakwah bi al.qalam. Dakwah bi al.qalam adalah konsep dakwah melaui pena, yaitu dengan membuat tulisan di media massa yang kemudian di Indonesia dikenal dengan jurnalistik dakwah.

Dakwah melalui tulisan (Dakwah bi al.qalam), maka para awak pers yang termasuk didalamnya para jurnalis dan wartawan telah mencegah suatu kemungkaran dan memerintahkan kepada masyarakat untuk berbuat kebaikan melaui media cetak baik itu berupa koran, majalah islami, maupun tabloid. Seperti sabda Rasulullah SAW dalam sohih Bukhari Muslim :

من رأى منكم منكرا فليغير بيده فانلم يستتع فبلسانه فانلم يستتع فبقلبه ، وذالك أضعف الأيمان (متفق عليه)

“Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, apabila tidak bisa maka dengan lisan/ucapanya, dan apabila tidak bisa maka dengan hatinya. Dan yang demikian adalah selemah-lemahnya iman”.

Dalam al.Qur’an, secara eksplisit Allah SWT memerintahkan umat-NYA untuk belajar menulis dan membaca.

اقرأ باسم ربك الذي خلق. خلق الانسان من علق. اقرأ وربك الأكرم. الذي علم بالقلم. علم الانسان مالم يعلم.

“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmulah yang maha mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dalam ayat lain Allah menjelaskan tentang pena dan tinta.

ن. ولقلم وما يسطرون.

“Nun. Demi pena dan apa yang mereka goreskan”

Menurut Imam Jalaluddin, nun adalah salah satu huruf hijaiyah yang maksudnya hanya Allah yang mengetahuinya. Namun menurut Maulana Muhammad Ali, nun adalah suatu perkataan yang artinya tempat tinta. Hal tersebut selaras dengan kalimat selanjutnya yang menyebutkan tentang pena dan alat tulis (qalam).

M. Quraisy Shihab berpendapat bahwa kata qalam, baik pada ayat keempat surat Al.Alaq maupun pada ayat kedua surat Al.Qalam memiliki segala macam alat tulis menulis termasuk mesin-mesin tulis dan cetak yang canggih.

Pada masa Rasulullah SAW, kegiatan tulis menulis di gunakan sebagai sarana untuk berdakwah. Dengan bantuan para sahabatnya, Nabi Muhammad menyusun dan merancang tulisan dakwah yang berisi ajakan untuk meyakini kebenaran ajaran islam sebagai pegangan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

Surat dakwah tersebut dikirimkan kepada kaisar, raja, dan pemuka masyarakat. Diantaranya ; Kaisar Romawi timur Hiraqlus, Raja Persi Kisra Abrawis, Raja Habsyi An Najasyi, Raja Mesir (Qibthi) Muqauqis, gubernur kekaisaran Romawi timur di Damsyiq Al.Harist bin Abi Syamar Al.Ghassani, Raja Bahrain Al.Mundzir bin Sawa, dan lain lain.

Para sahabat-sahabat Nabi seperti Abu Bakar, Umar, Ali,dan lainnya juga patut disebut sebagai wartawan karena sangat aktif dalam mencatat setiap aktivitas nabi. Catatan-catatan para sahabat tersebut kemudian disebarkan kepada umat islam berikutnya yang kemudian dikenal dengan istilah Hadits.

D.Kebebasan pers islam di indonesia.

Dalam terminologi islam, kebebasan (al.hurriyah) adalah antitesis perbudakan. Kata al.hurr adalah antonim hamba dan budak. Sedangkan tahrir raqabah adalah membebaskan leher manusia dari perbudakan dan perhambaan. Oleh karena itu, kebebasan adalah yang memungkinkan manusia untuk melakukan sesuatu sesuai keinginannya dalam bidang apapun, baik mengerjakan sesuatu maupun tidak, dan dengan media ekspedisi apapun yang didalamnya diantaranya adalah mengemukakan pendapat.

Agama islam datang untuk mengangkat derajat manusia di samping Allah menganugerahkan akal kepada manusia untuk bebas berfikir dan mengemukakan pendapatnya, yang mana akal tidak dimiliki oleh makhluk lain selain manusia. Sebagaimana firman Allah:

ولقد كرمنا بني ادم وحملنهم في البر والبحر ورزقنهم من ا لطيبات وفضلناهم علي كثير ممن تفضيلا

Islam telah meletakkan landasan yang menjamin kebebasan dari belenggu perbudakan, menghapus penindasan sesama manusia. Tidak ada perbudakan kecuali bagi Allah tempat bergantung segala sesuatu. Islam-lah yang pertama memberikan kebebasan universal tanpa memandang perbedaan jenis, warna kulit, suku dan keyakinan. Kebebasab universal mencakup aspek kehidupan yang memungkinkan manusia hidup dan bergaul tanpa adanya pemaksaan atau didzalimi.

Kebebasan berpendapat dan mengekspresikannya ini juga dapat dilihat dengan perintah untuk amar ma’ruf nahyi munkar. Perintah ini merupakan suatu gambaran dijaminnya kebebasan berpendapat dalam islam.

E.Perkembangan pers islam di indonesia menuju jurnalisme profetik.

Perkembangan media dewasa ini memungkinkan terjadinya persaingan ataupun perang media. Disini, peran pers islam harus mampu menandingi dan menetralisir segala kekeliruan yang dilakukan media lainnya. Sebagai media dakwah, sedah semestinya pers islam bersifat provokatif dan melakukan agitasi-agitasi yang dapat mempengaruhi pembacanya, dan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan. Seperti yang dilakukan oleh majalah Annida yang mencoba mendekati pembacanya melalui jalur sastra.

Dalam perkembangannya, Annida telah memiliki pasar tersendiri. Sehingga ketika sudah mempunyai alur yang jelas, dakwah agama pun akan dengan mudahnya dilancarkan. Lain halnya dengan Republika yang berada pada jalur umum, disini Republika dituntut untuk berhati-hati dalam memainkan perannya sebagai media dakwah, atau kalau tidak maka Republika akan kehilangan pasar atau pembacanya yang notabene berlatar belakang umum.

Dewasa ini pers islam di Indonesia mulai mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ini di tandai dengan banyaknya media yang mulai tampil dengan nuansa yang sangat islami. Kita dapat mengenal beberapa media selain yang disebutkan di atas yang tampak memiliki karakter sebagai pers islam, diantaranya: Majalah Islam Sabili, Tabloid Ummi, Tabloid Suara Islam, Majalah Hidayatullah, Media On Line Era Muslim, Majalah Tarbawi, dan lain sebagainya.

Menurut beberapa pengamat pers menyatakan bahwa pluralitas yang dihargai pers islam memang berjalan cukup baik. Namun tantangannyapun tidaklah mudah. Banyak kalangan yang berupaya menyulut konflik, seakan-akan ingin menekan pluralitas yang dihargai oleh pers islam. Hal itulah yang banyak dimunculkan kalangan islam liberal. Mereka menuduh pers islam menyuarakan fanatisme dan eksklusivisme.

tetapi kini, bisakah setiap jurnalis muslim dimanapun mereka berada untuk mengembangkan jurnalisme Profetik (Prophetic journalism)? Yakni, suatu bentuk jurnalisme yang tidak hanya menulis atau melaporkan berita dan peristiwa secara lengkap, akurat, jujur, dan bertanggung jawab semata. Tapi juga memberikan petunjuk kearah transformasi atau perubahan berdasarkan cita-cita etik dan profetik islam.

Ini berarti suatu jurnalisme yang secara sadar dan bertanggung jawab memuat kandungan nilai dari cita-cita etik dan sosial islam yang didasarkan pada emansipasi, liberasi, dan transendensi. Melalui jurnalisme profetik, kita berharap peradaban umat akan lebih tercerahkan. Bukankan Allah telah berfirman :

Nun, walalami wamaa yasthurun” Nun, demi pena dan apa yang mereka goreskan (QS. Al-Qalam:1).

Dengan kata lain pena menentukan arah peradaban dunia.



BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Walau islam memiliki jumlah mayoritas di negeri ini, keunggulan dari segi teks-teks Al.Qur’an yang sudah berusia ribuan tahun, nyatalah bila kemerdekaan pers dalam perspektif islam tidak dengan mudah dirumuskan. Perjalanan itu masih panjang.

Meski demikian, hegemoni pers asing dan kontemporer yang lebih bersifat sekuler, di satu sisi memang membuat media dan jurnalis islam kian terpojok. Namun disisi lain, kondisi itu justru menjadi stimulator paling penting untuk melihat bahwa kekalahan islam memang sudah nyata, untuk memancing jiwa para jurnalis islam agar semakin bangkit untuk menentukan arah peradaban dunia dengan nilai-nilai keislaman dan tetap menghargai pluralitas tanpa terkesan memaksa.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan baik dalam penulisanya maupun dalam penyampaian materi. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan para pembaca sekalian untuk bisa memberikan kritik ataupun saran serta masukan bagi para penulis, agar kedepannya penulisan makalah bisa lebih sempurna dan memuaskan hati para pembaca sekalian.

Semoga apa yang penulis tulis dalam makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca sekalian dan penulis khususnya, serta dapat melaksanakan apa yang menjadi pembahasan.



DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur, Etika Pers: Profesionalisme Dengan Nurani, (Bandung:Humaniora Utama Press,2001), hlm.145.

I.Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia, hlm.7.

Ibid, hlm.8.

Seri Pustaka Yustisia, Hukum Jurnalistik, Himpunan Perundangan Mengenai Pers dan Penyiaran, cet.II (Yogyakarta:Pustaka Widyatama, 2005), hlm.8.

Ensiklopedia Nasional Indonesia, (ttp:Cipta Adi Pusaka,1990),hlm.117.

Seri Pustaka Yustisia, Hukum Jurnalistik, hlm.10.

Imam jalaluddin Al.Mahally dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Bandung: Mizan, 1992), hlm.199.

Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur’an, alih bahasa HM Bahrun, (Jakarta: Darul Sabil Islamiyah, 1979), hlm.1453.

M. Quraisy Shihab, Membumikan Al.Qur’an, (Bandung : Mizan, 1992), hlm.199.

Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 26.

Jabir Qumainah, Beroposisi Menurut Islam, alih bahasa Masykur Hakim (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm.17-21.

Al.Qur’anal. Karim dan terjemahnya

Alex Sobur, Etika Pers: Profesionalisme Dengan Nurani, (Bandung:Humaniora Utama Press,2001), hlm.145.

I.Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia, hlm.7.

Ibid, hlm.8.

[4] Seri Pustaka Yustisia, Hukum Jurnalistik, Himpunan Perundangan Mengenai Pers dan Penyiaran, cet.II (Yogyakarta:Pustaka Widyatama, 2005), hlm.8.

Ensiklopedia Nasional Indonesia, (ttp:Cipta Adi Pusaka,1990),hlm.117.

Seri Pustaka Yustisia, Hukum Jurnalistik, hlm.10.

Al.Alaq (96):1-5.

Al.Qalam (68):1.

Imam jalaluddin Al.Mahally dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Bandung: Mizan, 1992), hlm.199.

Maulana Muhammad Ali, The Holy Qur’an, alih bahasa HM Bahrun, (Jakarta: Darul Sabil Islamiyah, 1979), hlm.1453.

M. Quraisy Shihab, Membumikan Al.Qur’an, (Bandung : Mizan, 1992), hlm.199.

Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 26.

Ibid.

Jabir Qumainah, Beroposisi Menurut Islam, alih bahasa Masykur Hakim (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm.17-21.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun