Mohon tunggu...
Pendidikan

GATS Menjadi Legitimasi Jual Beli Pendidikan

20 November 2018   21:56 Diperbarui: 20 November 2018   22:26 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tingkat partisipasi pendidikan tinggi Indonesia per 31 Desember 2016 adalah 27,98%. Dengan angka yang demikian, Indonesia menjadi incaran negara penyedia jasa pendidikan dan pelatihan. Karena perhatian pemerintah terhadap bidang pendidikan masih rendah, secara umum mutu pendidikan nasional kita dari jenjang sekolah dasar hingga pendidikan tinggi masih jauh tertinggal dari standar mutu internasional.

 

Sejak 1995 Indonesia telah menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya semua  perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral menjadi UU No, 7 tahun 1994. Perjanjian tersebut mengatur tata-perdagangan barang, jasa dan trade related intellectual property rights (TRIPS) atau hak atas kepemilikan intelektual yang terkait dengan perdagangan. Dalam bidang jasa, yang masuk sebagai obyek pengaturan WTO adalah semua jasa kecuali "jasa non-komersial atau tidak bersaing dengan penyedia jasa lainnya".

 Sejalan dengan pandangan ilmu ekonomi, WTO menetapkan pendidikan sebagai salah satu industri sector tersier, karena kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan orang tidakpunya ketrampilan menjadi orang berpengetahuan dan orang yang punya ketrampilan. Prinsip dan peraturan dari WTO adalah adanya jaminan atas perdagangan bebas (free trade). WTO membagi liberalisasi  perdagangan dunia menjajdi dua kategori, yaitu General Agreement on Tariff and Trade (Kesepakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan/GATT) dan General Agreement on Trade in Service (Kesepakatan Umum Perdagangan Sektor Jasa/GATS). Melalui GATS inilah semua transaksi perdagangan, di mana pendidikan ditetapkan termasuk di dalamnya dapat diperjual-belikan di pasar global.

WTO dan GATS memang tidak secara eskplisit menyatakan penarikan tanggungjawab pemerintah atas dunia pendidikan, namun pola dan strategi implementasi, juga globalisasi dan ideologi neoliberalisme yang berada dibaliknya meniscayakan ditariknya peran negara dalam memenuhi tanggung jawabnya atas dunia pendidikan.

 

Dalam bukunya yang berjudul Melawan Neoliberalisme pendidikan, Dharmaningtyas menyampaikan bahwa ada empat metode penyediaan jasa pendidikan yang selama ini dikenal dan dilegitimasi oleh WTO, yaitu :

 

1. Cross Border Supply

Institusi pendidikan tinggi luar negeri menawarkan kuliah -- kuliah melalui internet. Seperti online degree program, distance learning, dan tele course.

 

2. Consumption Abroad

 

3. Commercial Presence

Lembaga pendidikan luar negeri hadir secara fisik di Indonesia dengan membentuk partnership, subsidinary, twinning arrangment dengan lembaga pendidikan tinggi dalam negeri. 

4. Presence of Natural Persons

Pengajar dari mancanegara yang mengajar di universitas dalam negeri. 

Sejatinya, beberapa model sudah berjalan di Indonesia hanya saja belum sacara sah diatur legalitasnya. Dengan adanya neoliberalisasi dalam dunia pendidikan, jangka panjang dari agenda ini adalah mengecilnya peranan negara dalam pembiayaan pendidikan. Atau bahkan bisa dihilangkan. Sedangkan peranan korporat yang menyediakan jasa (memperjual belikan) akan semakin kuat.

Ketika pendidikan dimasukkan sebagai usaha jasa  oleh WTO, maka paradigma pendidikan telah bergeser ke arah komersialisasi yang kapitalistik. Pendidikan dan ilmu pengetahuan dianggap sekedar komoditas yang bebas diperjual belikan. Hukum yang berlaku pun akan menjadi "Barangsiapa yang memiliki yang maka ia yang akan memperoleh pendidikan yang memadai"

Kualitas pendidikan yang seperti apa yang akan diterima oleh seorang siswa yang dalam kerangka neoliberalisme dianggap sebagai pembeli sesuai dengan uang yang dibayarkan. Maka bagi yang tidak dapat membayar banyak, ia tidak berhak mendapatkan pendidikan yang memadai. Inilah logika kapitalisme pendidikan yang lebih berat pada logika ekonomi kapitalis, bukan lagi berparadigma intelektualisme, kebudayaan, dan humanisme.
   

Sekali lagi, GATS membuka pintu selebar - lebarnya dalam menjadikan pendidikan sebagai barang jasa yang diperdagangkan. Hadirnya neoliberalisme pendidikan mengurangi peranan negara dalam pembiayaan pendidikan di sekolah dan memberikan peluang bagi pihak lain untuk mengambil peranan tersebut.

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun