Ha.. operasi? Operasi apa aku ndak faham dengan yang dikatakannya. Aku masih saja melanjutkan kemudiku dengan mengurangi kecepatan. Betapa aku terkejut samping kanan kiriku berjajar polisi lalu lintas yang siap memeriksa kami.
"Ayo kiri-kiri!" Di bawah komandan polisi itu seluruh kendaraan roda dua yang melintasi kawasan kota malam itu membelokkan kendaraannya pada sebuah gedung yang aku sendiri tak mengerti apa fungsinya. Akupun menurut meski keringat dingin mulai mengucur. Kulihat raut Rafida masih tampak tenang.
"Kenapa berhenti di sini, Din? Bukannya kamu punya SIM?" Ia mencopot helmnya dan berdiri di sampingku.
"Fi, aku ndak bawa STNK." Ia masih tampak tenang meski wajahku mulai gelisah.
"Aduh.. piye[2] ya Din."
Aku mulai mengeluarkan ponsel mencari-cari kontak yang dapat kuhubungi untuk mencari solusi. Telvon rumah, kurasa percuma. Jarak rumahku kemari sangatlah jauh, toh abahku gak mungkin mau kemari apalagi Mas iyan mustahil. Faisal, gak mungkin juga bisa bantu kan STNKku di rumah. Ah gak ada salahnya kucoba siapa tahu Faisal bisa bantu.
"Tunggu disana Diana, entar Rafida suruh keluar di pinggir jalan bentar. Pake STNKku kalau bisa kelabuhi biar polisi itu ndak sampek cek nomor platnya yang penting ada STNKnya," pinta Faisal. Aku menurut kata Faisal, dari nada bicaranya sepertinya iapun turut panik.
"Gimana Din?" tanya Rafida.
"Faisal on the way[3] kesini, kita atur strategi nanti." Ia masih tampak tenang.
"Astagfirullah.. Fi, percuma kayaknya Faisal kesini. Ini motorku mati 2 bulan yang lalu."
"Lah yang bener Din?" Aku mengangguk lantas kucoba hubungi Faisal untuk menggagalkan rencananya menjemput kami.