Mohon tunggu...
Lailatun Nazar
Lailatun Nazar Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Guru Taman Kanak-kanak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hadapi Tantangan Abad 21 dengan Pembelajaran Experiential Learning

26 Desember 2024   21:23 Diperbarui: 26 Desember 2024   21:24 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan telah melewati berbagai era, adaptasi yang berkelanjutan terhadap perubahan menjadi hal yang krusial dalam dunia pendidikan. Lembaga pendidikan diwajibkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran agar dapat mencapai tujuan keberhasilan belajar peserta didik. Pendidikan di abad ke-21 saat ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi para pendidik, di mana pengembangan keterampilan menjadi fokus dalam proses pembelajaran. Keterampilan menjadi fondasi penting dalam pembelajaran dan pengembangan diri. Hal ini menjadikan keterampilan sebagai bagian yang sangat penting dalam dunia pendidikan modern. Untuk itu, pendidikan abad ke-21 menekankan pada proses penguasaan keterampilan yang dibutuhkan untuk belajar seumur hidup. Pembelajaran yang berfokus pada pengembangan keterampilan abad ke-21 penting diterapkan guna membekali individu dengan kemampuan yang relevan dan bermanfaat bagi masa depan mereka. Keterampilan abad ke-21 yang sering disebut sebagai 4C terdiri dari communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), critical thinking (berpikir kritis), creativity (berpikir kreatif) (Maulidah, 2021; Widayanti et al., 2023). Pengembangan keterampilan 4C perlu dimulai sejak dini. Pendidik berperan penting dalam mengasah keterampilan kognitif dan 4C sedini mungkin.

Pengembangan 4C pada anak usia dini memiliki manfaat pada keterampilan kognitif anak dan mempersiapkan menghadapi kehidupannya sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan lebih baik (Maulidah, 2021). Pembekalan keterampilan untuk anak sedini mungkin penting dilakukan untuk menghadapi masa depan sehingga anak dapat memainkan peran penting dalam menyelesaikan masalah di masa depan (Partono et al., 2021). Semakin kompleksnya kehidupan di masa depan, semakin banyak hal baru yang akan ditemui. Untuk itu, mempunyai keterampilan atau kemampuan menyelesaikan sebuah masalah diperlukan sejak dini. Stimulasi yang tepat akan membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran dirancang sesuai kebutuhan masa depan, dan berfokus pada anak menjadi hal yang wajib, sementara kesinambungan antara pendidikan di taman kanak-kanak dan pendidikan lebih tinggi menjadi kunci utama untuk menjamin kesuksesan seseorang di masa dewasa (Ionescu, 2020). Model experiential learning merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan di masa depan.

Experiential learning adalah pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh David Kolb, yang menekankan pentingnya belajar melalui pengalaman langsung dalam proses pembelajaran yang berlandaskan pada pengalaman nyata. Pendekatan ini terbukti sangat efektif karena anak-anak belajar dengan cara mengeksplorasi, mencoba, dan berinteraksi langsung dengan lingkungan di sekitar mereka (Morris, 2020). Pembelajaran berbasis pengalaman (Experiential learning) memungkinkan anak-anak belajar lebih optimal karena mereka dapat mengaitkan pengetahuan yang didapat dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, metode ini mampu meningkatkan semangat belajar sekaligus merangsang rasa ingin tahu dan kreativitas anak saat mereka menjelajahi lingkungan sekitar. Pendekatan ini juga berperan dalam meningkatkan motivasi, partisipasi aktif, serta pencapaian akademis jangka panjang pada anak-anak (Ionescu, 2020). Secara umum, penerapan experiential learning dalam pendidikan anak usia dini dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan holistik anak dan pencapaian akademis mereka.

Proses pembelajaran experiential learning melibatkan empat tahap, yaitu: 1) Tahap pengamatan konkret (concrete experience) yaitu anak terlibat dalam aktivitas yang nyata dan relevan, 2) Tahap observasi refleksi (reflective observation) yaitu anak merenungkan dan mendiskusikan pengalaman, 3) Tahap konseptualisasi atau berpikir abstrak (abstract conceptualization) yaitu anak mengaitkan pengalaman dengan konsep yang lebih luas, 4) Tahap eksperimentasi aktif (active experimentation) yaitu anak menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam situasi baru (Beard, 2022; Morris, 2020). Dalam experiential learning, pada tahap pengamatan konkret, anak-anak terlibat aktif dalam proses belajar dengan langsung berpartisipasi dalam kegiatan seperti eksperimen, bermain, dan eksplorasi, yang membantu mereka mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsep serta mendukung perkembangan keterampilan motorik, kognitif, dan sosial mereka. Selanjutnya, pada tahap observasi refleksi, anak-anak didorong untuk merefleksikan apa yang telah mereka lakukan dan pelajari, yang memberi mereka pemahaman yang lebih baik tentang pengalaman tersebut. Pada tahap berpikir abstrak, anak-anak mulai mengenali hubungan dan menggali makna dari aktivitas yang telah mereka lakukan. Pada tahap eksperimentasi aktif, anak-anak diberikan kesempatan untuk menguji pemahaman yang telah mereka peroleh melalui pengalaman langsung. Mereka dapat mencoba untuk melakukan kegiatan atau mengeksplorasi hal-hal baru berdasarkan pengetahuan yang telah mereka bangun.

Experiential Learning memiliki konsep yang serupa dengan teori bermain kognitif Jean Piaget, Piaget melihat anak sebagai seorang ilmuwan yang tengah menjelajahi dan bereksperimen untuk menemukan jawaban atas dunia di sekitarnya. Menurut Piaget, anak mengembangkan proses berpikirnya dengan merancang, mengingat, memahami, dan mencari solusi untuk setiap hal yang mereka temui (dalam Khotimah & Agustini, 2023). Piaget berpendapat bahwa anak memerlukan stimulasi melalui bermain, karena melalui permainan, anak dapat memperoleh pembelajaran. Bermain juga berfungsi bagi anak untuk mempraktikkan dan mengkonsolidasikan konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari (Rahayu, 2021). Ini sejalan dengan model experiential learning, di mana anak-anak dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan menyenangkan. Anak-anak tidak hanya mempelajari teori-teori yang diajarkan di kelas, tetapi juga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, anak-anak akan lebih terdorong untuk belajar dan lebih mudah mengembangkan potensi mereka secara keseluruhan. Dengan menerapkan model experiential learning anak akan bermain dengan konsep pengalaman langsung dan melakukan pembelajaran melalui bermain eksplorasi. Dengan menerapkan pembelajaran tersebut, kemampuan anak dalam memecahkan masalah dapat meningkat, sehingga keterampilan kognitif dan kreativitas mereka akan berkembang.

Model experiential learning juga dapat dihubungkan dengan teori Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara adalah seorang tokoh pendidikan Indonesia yang memiliki pandangan mendalam tentang pembelajaran yang berfokus pada anak dan berbasis pengalaman. Tujuan pendidikan menurut pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah untuk membebaskan kehidupan anak, baik secara lahiriah maupun batiniah (Nissa & Suastra, 2023; Thaariq & Karima, 2023). Konsep experiential learning sejalan dengan teori Ki Hadjar Dewantara yang menekankan pembelajaran berbasis pengalaman langsung. Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya keterlibatan aktif anak dalam proses pembelajaran, yang sesuai dengan prinsip experiential learning, di mana anak tidak hanya menerima informasi, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam pembelajaran melalui pengalaman langsung, refleksi, pemahaman konsep, dan eksperimen. Dalam hal ini, peran guru sebagai fasilitator sangat krusial, sesuai dengan prinsip Ki Hadjar Dewantara yang mengajarkan bahwa guru harus menjadi teladan, memberikan dorongan, dan mendukung perkembangan anak secara menyeluruh.

Sejalan dengan hal tersebut, experiential learning dapat diterapkan di Indonesia untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan di masa depan. Penerapan experiential learning di Indonesia dirasa sangat relevan untuk diaplikasikan oleh seorang pendidik. Pembelajaran experiential learning dapat mulai diterapkan baik pada Kelompok Bermain maupun Taman Kanak-kanak, anak dapat melakukan pembelajaran proyek yang relevan dengan budaya dan lingkungan lokal. Misalnya, anak dapat melakukan proyek lingkungan seperti membersihkan sungai atau menanam pohon. Kegiatan ini tidak hanya memberikan pengalaman konkret tetapi juga meningkatkan kesadaran lingkungan anak. Melalui pendekatan berbasis pengalaman, anak tidak hanya belajar untuk memahami, tetapi juga untuk mengaplikasikan, menciptakan, dan berkontribusi secara nyata dalam kehidupan mereka. Pendekatan ini memungkinkan anak-anak untuk memahami konsep-konsep abstrak dengan lebih mendalam sekaligus mengembangkan keterampilan kognitif dan sosial mereka (Suryaningsih, 2024).

Dengan memberikan anak-anak kesempatan untuk belajar melalui praktik dan pengalaman langsung, pendidik dapat menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis dan penuh rangsangan, yang merangsang rasa ingin tahu dan kreativitas. Melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran, anak-anak tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga mengasah kemampuan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah. Keterampilan anak untuk berpikir kritis dan kreatif inilah yang penting dan sangat dibutuhkan pada abad ke-21, yang mana pembelajaran yang menanamkan pada anak untuk menyelesaikan sebuah masalah sehingga kedepannya anak akan terbiasa mencari solusi segala permasalahan di masa depannya. Pada akhirnya, pembelajaran yang berfokus pada pengalaman dalam pendidikan anak usia dini menjadi fondasi bagi proses belajar dan perkembangan sepanjang hayat. Dengan experiential learning, anak tidak hanya belajar untuk memahami, tetapi juga mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam masa depan. Pendekatan ini dapat mendukung sistem pendidikan dalam menghasilkan individu yang siap bersaing di tingkat global dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Dengan strategi yang tepat, experiential learning dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara signifikan.

REFERENSI

Beard, C. (2022). Experiential Learning Design : Theoretical Foundations and Effective Principles. Experiential Learning Design. https://doi.org/10.4324/9781003030867

Ionescu, I. C. (2020). Experiential Learning in Early Childhood Education and Growth Mindset Development. Advances in Education Sciences, 2(2), 44–58. https://doi.org/10.5281/ZENODO.4737671

Khotimah, K., & Agustini, A. (2023). Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget Pada Anak Usia Dini. Al Tahdzib: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 2(1), 11–20. https://doi.org/10.54150/ALTAHDZIB.V2I1.196

Maulidah, E. (2021). Keterampilan 4C Dalam Pembelajaran Untuk Anak Usia Dini. Childhood Education : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1), 52–68. https://doi.org/10.53515/cji.2021.2.1.52-68

Morris, T. H. (2020). Experiential learning – a systematic review and revision of Kolb’s model. Interactive Learning Environments, 28(8), 1064–1077. https://doi.org/10.1080/10494820.2019.1570279

Nissa, I. C., & Suastra, I. W. (2023). Kurikulum Merdeka dari Berbagai Perspektif Filsafat Pendidikan dan Filosofi Ki Hajar Dewantara. Empiricism Journal, 4(2), 456–463. https://doi.org/10.36312/EJ.V4I2.1652

Partono, P., Wardhani, H. N., Setyowati, N. I., Tsalitsa, A., & Putri, S. N. (2021). Strategi Meningkatkan Kompetensi 4C (Critical Thinking, Creativity, Communication, & Collaborative). Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, 14(1), 41–52. https://doi.org/10.21831/JPIPFIP.V14I1.35810

Rahayu, D. P. (2021). Pemberian Stimulasi Anak Berbasis Teori Bermain Kognitif Jean Piaget. Jurnal Pendidikan, Pengasuhan, Kesehatan, Dan Gizi Anak Usia Dini, 2(1), 49–56. https://journal.unesa.ac.id/index.php/jt

Suryaningsih, N. M. A. (2024). Studi Literatur : Implementasi Experiential Learning Terhadap Kemampuan 4C Anak Usia Dini. Aulad: Journal on Early Childhood, 7(3), 820–827. https://doi.org/10.31004/AULAD.V7I3.807

Thaariq, Z. Z. A., & Karima, U. (2023). Menelisik Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Konteks Pembelajaran Abad 21: Sebuah Renungan dan Inspirasi. FOUNDASIA, 14(2), 20–36. https://doi.org/10.21831/FOUNDASIA.V14I2.63740

Widayanti, M. D., Komalasari, D., & Fitri, R. (2023). Pelatihan Penyusunan Kegiatan Pembelajaran Berbasis Literasi Sebagai Implementasi Kurikulum Merdeka Pada Guru Paud Di Kecamatan Prigen. Transformasi Dan Inovasi : Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1), 14–18. https://doi.org/10.26740/jpm.v3n1.p14-18

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun