Lanjutan dari pembahasan artikel sebelumnya tentang "Bertetangga di Surga." Para peserta live ini masih khusyu' menyimak, ada Ustadz Weemar Aditya, Para Asatidz, dan MC yang super kocak Oppa Fuad. Banyak poin yang bisa kita titik beratkan masuk surga secara rombongan ini, yaitu:
- Mengajarkan untuk saling kuat
- Mengajarkan untuk saling menghormati
- Mengajarkan untuk tidak individualistis dan egosentris, tapi mengajarkan kebersamaan.
Kalau ada yang jatuh diangkat, terpuruk di diarahkan, kalau ada yang sakit ditunggu. Supaya nikmatnya msuk surga itu bisa dirasakan bersama-sama.
Namun, banyak fenomena saat ini yang bisa kita lihat. Sangat tidak enaknya, ketika melihat seeorang yang berhijrah namun, setelah berhijrah mereka meninggalkan teman lamanya atau bahkan tidak berteman lagi. Seolah-olah mereka menganggap sudah tidak selevel lagi, atau bahkan meninggalkan. Hal ini sangat disayangkan. Â Alangkah indahnya jika bisa melakukan sebaliknya, dengan tetap menemani agar teman-teman yang lama juga ikut hijrah bersamanya.
Ada seorang jamaah pada Live tersebut yang bertanya begini: "Surga seharusnya bisa memberi kekuatan pada kita, tapi kenapa justru bisa sebaliknya? Kita bahkan tidak peduli dengan kebenaran surga."
Ustadz Oemar Mitha menjawab pertanyaan ini dengan mantap, "Banyak sekali faktor yang membuat kita kurang peka terhadap kekuatan yang diberikan surga."
Ustadz Oemar melanjutkan. "Seorang ulama' berkata: jika surga  itu tidak bisa menggerakkan langkah kakimu coba tanyakan pada dirimu sendiri dosa apa yang telah kau perbuat, sampai hatimu tidak tergerak."
Jika kita mau menyadari bahwa sebenarnya surga itu adalah satu kata yang melebihi kata-kata motivator dalam menyampaiakan quotes-quotes terindah dari motivasi lainnya.
Jika surga sudah disampaikan oleh Allah sebagai berita yang menggembirakan, tetapi tidak cukup membuat hati tergerak, mungkin ada sesuatu yang mengganjal dalam diri, seperti ada makan mamakan yang haram, melakukan maksiat, Â atau memiliki nafsu yang berbicara.
Seorang ulama' juga pernah berkata, "Kalau kamu punya waktu terbatas tetapi keinginanmu banyak, maka simple cobalah untuk mohon ampun dulu kepada Allah. Ini masalahnya apa ya? Apakah saya makan haram. Apakah saya menikmati kekurangan orang. Jika kita tetap  tidak mengerti maka sederhanakan saja. Dengan kita beristighfar dan mohon ampun.
Flashback pada cerita Nabi Yunus yang ditelan ikan paus. Saat beliau di dalam perut ikan paus. Permintaan pertama beliau kepada Allah bukan ingin dikeluarkan dari perut ikan paus, namun beliau meminta ampun terlebih dulu. Doanya adalah sebagai berikut: "Lailaha ila anta inni kuntu minadholimin."
Dari hal ini telah dicontohkan kepada kita dari Nabi terdahulu Yunus meminta ampun dulu. Bahkan sampai kita menyadari apa kesalahan kita, sampai kita bisa menangis. Kalau Ulama' zaman dulu tolok ukurnya dalah dengan menangis. Jika kita sudah bisa menangis, berarti posisi kita dalam keadaan aman. Namun, jika kita sulit menangis, kira-kira sesuatu apa yang membatasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H